Bab 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pakaian super ketat juga minim harus digunakan oleh Uri selama menawarkan produk yang dia jual. Senyuman manis miliknya terus terlukis untuk menarik pelanggan. Dia amat letih sekarang. Namun, rokok jualannya masih cukup banyak.

"Ayuk, Kak. Rokoknya," ucap Uri dengan semangat sembari mengangkat beberapa rokok yang ada di tangannya.

Beberapa pria kemudian berjalan ke arahnya dan mulai menggoda perempuan berumur 17 tahun itu. "Kalau beli rokok, bisa dapet kamu juga nggak?" tanya salah satu pria yang menggunakan hoodie berwarna cream.

Uri yang memahami maksud ucapan pria tersebut, tersenyum genit sembari mengelus lengan pria di hadapannya. "Kalau beli semua boleh kok," balasnya tak kalah menggoda.

"Beneran nih?" tanya pria itu lagi dengan binar di matanya yang langsung dibalas anggukan oleh Uri.

Uri pikir, tawarannya berhasil ketika pria tersebut merogoh saku celananya. Namun, ucapan yang keluar dari pria itu membuat semangatnya memudar. "Ya udah, aku beli lima ya."

"Yah, kok cuman lima sih!" adu Uri sembari cemberut dengan maksud menggoda pria di hadapannya.

"Jadi, kamu mau aku beli berapa?"

"Semuanya dong," jawab Uri dengan santai sembari memperlihatkan isi tas yang dia bawa. Di dalam sana, ada cukup banyak rokok yang belum terjual padahal hari sudah mulai menggelap.

"Kebanyakan kalau semua, lima aja ya," tawar pria itu lagi dengan suara yang sangat lembut.

Uri pun akhirnya menyerah dan menerima bahwa pria tersebut hanya membeli lima bungkus rokok yang dia jual. Toh, setidaknya rokok tersebut ada yang membeli walau tidak habis semuanya. "Ya udah deh, satu kotaknya 12ribu jadi kalau beli 5, 60 ribu."

Setelah mendengarkan ucapan Uri, pria tersebut kemudian memberi selembar uang 100ribu. "Nih, ambil aja kembaliannya."

Mata Uri berbinar setelah mendapat uang dari pelanggan kesekiannya hari ini. Uang tersebut memang tidak terlalu banyak. Namun, amat berarti bagi Uri.

"Beneran nih?" tanya Uri memastikan, dia tidak mau dibohongi setelah amat berharap pada uang kembalian sebesar 40 ribu tersebut.

"Iya, beneran."

"Oke, makasih ya."

Sepeninggal pria itu, Uri memutuskan untuk beristirahat sejenak setelah melihat teman-teman sepekerjaannya juga melakukan hal yang sama.

Hari ini, mereka menawarkan rokok di sebuah taman kota yang cukup ramai. Namun, karena rokok yang mereka bawa sangatlah banyak, Uri sepertinya tidak bisa menjual habis rokok-rokok tersebut.

Saat beristirahat, Uri memutuskan untuk membeli segelas es jeruk. Setelah menerima pesanannya, perempuan itu mengedakan pandangannya guna mencari tempat untuk duduk.

Bukan kursi atau tempat kosong yang menarik perhatiannya sekarang. Namun, matanya menemukan sosok pria yang begitu tampan dengan pakaian rapi. Dia pikir, pria itu bisa menjadi target pembeli selanjutnya.

Dengan berani, Uri berjalan ke arah pria itu yang tengah sibuk bermain ponsel. Tanpa ragu, perempuan itu menawarkan jualannya. "Hai, Mas. Mau beli rokok nggak?"

Seperti biasa, Uri menampilkan wajah genitnya saat menawarkan rokok yang dia jual. Namun, berbeda dengan sikap Uri. Pria di hadapannya terlihat begitu bingung sampai mengerutkan dahinya. Uri yang paham, kemudian merogoh tasnya dan memperlihatkan rokok jualannya. "Ini, saya jualan rokok. Mas, mau beli nggak?"

Bukannya langsung meng-ia-kan, pria itu malah balik bertanya, "harganya berapa?"

Ketika pria tersebut mengeluarkan suaranya, Uri langsung terdiam. Dia benar-benar terkejut saat mendengar suara berat milik pria di hadapannya. Suara tersebut mengingatkannya pada sosok ayah yang sudah meninggalkannya beberapa bulan yang lalu.

Cukup lama, Uri terdiam mengingat ayah yang sudah meninggalkannya. Namun, perempuan itu kemudian sadar setelah pria di hadapannya berdeham dengan pelan.

"Eh, maaf, Mas. 12ribu aja kok harganya."

"Ya udah, boleh deh."

"Mau berapa, Mas?"

"Satu aja," jawab pria itu dengan cepat dan membuat Uri menghela napasnya.

"Satu aja ya?" tanya Uri memastikan. Dia masih berharap agar pria tersebut mau membeli dengan jumlah yang lebih banyak karena dia harus menjual setengah dari sisa rokok yang ada.

Entah pria itu tau apa yang dipikirkan oleh Uri atau tidak. Namun, pria itu kembali berucap, "memangnya saya harus beli berapa?"

Mendengar pertanyaan tersebut, Uri langsung bersemangat untuk menawarkan jualannya lagi. "Mau beli semua nggak, Mas? Lumayan, buat nyetok di rumah."

Lagi-lagi pria di hadapan Uri mengerutkan dahinya. "Memangnya kalau beli semua berapa?" tanya pria itu yang membuat Uri langsung menghitung rokok yang masih tersisa di dalam tasnya.

"Semuanya ada 22 bungkus, Mas." Setelah memberi jawaban tersebut, pria di hadapan Uri terdiam dan membuat Uri cemas. Perempuan itu kemudian kembali menggali cara agar pria di hadapannya mau membeli rokok yang dia jual. "Hmm, kalau mau beli setengah juga nggak papa kok, Mas. Eh, enggak. Lima bungkus juga nggak papa kok."

Uri pikir, tawarannya terlalu banyak sehingga dia kembali menurunkannya. Namun, pria di hadapannya tidak mengeluarkan suara dan malah terlihat sibuk mengetik sesuatu di ponselnya. "Saya nggak punya uang Cash, saya transfer aja bisa, kan?" tanya pria itu yang membuat Uri mengangguk dengan semangat.

"Bisa kok."

"Ya udah, nomor rekening kamu berapa?"

Dengan cepat, Uri membuka aplikasi bank yang dia miliki dan memperlihatkannya kepada pria tersebut. "Ini, Mas."

Di saat, pria tersebut melihat saldo milik Uri yang sangat sedikit bahkan nyaris menyentuh limit. Matanya beralih menatap wajah Uri yang masih tersenyum ke arahnya. "Kenapa, Mas?" tanya Uri dengan wajah bingung.

Pria di hadapannya menggeleng pelan sembari memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. "Nggak pa-pa, Kok. Sudah saya transfer ya. Kamu bisa cek sendiri."

Sebelum sempat melakukan perintah yang diberikan pria tersebut, sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Uri dan membuat sang pemilik langsung membukanya. " Hah, lima juta!" pekik Uri dengan lantang karena nominal yang dikirimkan pria itu terlalu banyak.

Karena merasa pria tersebut salah mengirimkan nominal uang, Uri berniat untuk mengembalikan uangnya. Namun ketika wajahnya terangkat, pria yang mengirimkan uang kepadanya tiba-tiba menghilang. "Loh, kemana pria itu?"

Mata Uri menjelajah ke segala arah guna mencari pria yang mengirimkan uang kepadanya. Namun setelah cukup lama, pria tersebut tak dapat dia temui. Karena bingung dengan situasi yang tengah dia hadapi, Uri mendudukkan dirinya dan memijat kepala yang tiba-tiba terasa pening. Kenapa masalah aku nambah mulu sih!

***

Tepat pukul 10 malam, Uri sampai di kos tempat dia tinggal. Kos sederhana itu sudah dia tinggali selama beberapa bulan ini setelah rumah peninggalan kedua orang tuanya di sita oleh bank dan ketika nanti Uri bisa melunasi semua utangnya, rumah itu dapat dia tinggali lagi.

Sayangnya, utang milik kedua orang tua Uri sangatlah banyak dan mungkin perempuan itu baru bisa melunasinya dalam beberapa tahun lagi.

Setelah masuk ke dalam kamar kosnya, perempuan itu segera merebahkan diri di atas kasur dan kembali menatap layar ponselnya yang menampilkan akun banknya. "Apa aku transfer lagi aja ya uang ini?"

Ada keraguan di benak Uri saat ini, dia begitu membutuhkan uang dan kini mendapatkannya dengan mudah. Namun, dia takut untuk menggunakan uang tersebut. Apalagi jumlahnya tidak sedikit.

Di tengah keraguannya, tiba-tiba sebuah pesan masuk ke dalam ponsel perempuan tersebut. Pesan itu berisi pengingat untuknya membayar cicilan utang orang tuanya yang jatuh tempo pada akhir bulan ini.

"Hmm, kayanya aku harus pakai dulu deh uang ini. Nanti setelah gajian aku transfer kembali ke pria itu."

Keputusan yang diambil oleh Uri adalah keputusan yang cukup baik karena jika dia telat membayar cicilan utang orang tuanya, akan ada bunga yang harus dia bayar dan bunga tersebut tidak sedikit jumlahnya.

***

Keesokan harinya, Uri pergi ke bank untuk membayar utang orang tuanya sebesar dua juta rupiah. Uang itu sebelumnya dia ambil di atm dan langsung dia serahkan kepada pekerja bank yang mengurus utang kedua orang tuanya. "Ini uangnya, Mbak."

Pekerja bank itu sedikit curiga saat menerima uang dari Uri karena biasanya, perempuan itu akan meminta perpanjangan waktu untuk membayar utangnya. Namun, bulan ini berbeda bahkan Uri membayar sebelum waktunya.

"Tumben bayar sekarang," goda pekerja yang bernama Ayu itu sembari sibuk menghitung uang yang diberikan oleh Uri.

"Iya, mumpung lagi ada uang, jadi aku bayar dulu. Takut kepake uangnya," jawab Uri dengan sedikit cemas, takut Ayu akan mengetahui kebohongannya.

Wajah Ayu kembali terangkat setelah selesai menghitung uang milik Uri. "Lain kali gini lagi ya, jadi kamu nggak perlu bayar bunga terus," saran Ayu yang membuat Uri mengangguk pelan.

Dia tentu mau membayar tepat waktu. Namun, ada banyak kendala yang membuatnya susah melakukan hal itu. Apalagi pengeluarannya sekarang cukup banyak dan gajinya terus menerus berkurang karena penjualan yang sering kali tak tercapai.

Setelah membayar utang ke bank, Uri kemudian pergi ke sebuah kafe untuk bertemu dengan teman semasa sekolahnya. Dia mendapatkan libur hari ini sehingga bisa pergi kemana pun. Termasuk, bertemu dengan temannya yang bernama Ratna.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro