Bab 6

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bukannya menyetujui apa yang bosnya katakan, Uri malah semakin was-was dengan sekitarnya. Sejak perempuan itu tau siapa yang mengiriminya barang juga makanan, Uri semakin yakin bahwa Eric memiliki niat buruk padanya.

Masa cuman gara-gara duit itu, dia gangguin hidup aku?

Sepanjang perjalanan pulang, Uri terus memikirkan banyak hal mengenai alasan Eric terus mendekatinya. Untuk sekarang, dia masih belum bisa mengganti uang pria itu dan harus menunggu hingga waktu gajian datang.

Jalanan yang Uri lalui menuju rumahnya sudah dipenuhi beberapa pedagang sayur karena sekarang sudah pukul lima pagi, Uri singgah di beberapa pedagang tersebut untuk membeli bahan makanan.

Untuk sekarang, perempuan itu lebih santai menjalani hidupnya karena tidak perlu takut pulang malam lagi, malahan sekarang dia pulang pada pagi hari.

Dengan beberapa kresek di tangannya, Uri tetap berjalan dengan semangat sampai ke rumah dan ketika sampai di depan pintu kamar kostnya, perempuan itu terdiam sesaat melihat sebuah kotak ada di depan pintu kamarnya.

Mata Uri menjelajah ke semua sudut lorong kamar kostnya yang berada di lantai dua. Sepi, benar-benar sepi dan mungkin kotak itu sudah ada di depan kamarnya cukup lama.

Siapa yang naruh kotak ini ya, ucap Uri di dalam hati. Namun, karena kresek yang dia bawa cukup berat. Perempuan itu memutuskan untuk masuk ke kamarnya terlebih dahulu dan membawa serta kotak di depan kamarnya dengan mendorong pelan kotak tersebut sampai masuk.

Meninggalkan kebingungannya, Uri menyibukkan dirinya dengan memasak dan membiarkan kotak berwarna hitam itu tergeletak di dekat tak sepatu.

Setelah selesai masak dan bersiap untuk makan, Uri kembali mengingat kotak tersebut dan membawanya sampai ke kasur.

Sembari makan, tangan Uri yang bebas membuka pita berwarna merah yang melingkar di kotak tersebut. Apa aku buka sekarang ya? tanya Uri di dalam hati. Dia benar-benar ragu untuk membuka kotak tersebut.

Sebelum membuka kotak itu, Uri mengangkatnya dan mengguncangnya dengan pelan. Setelah yakin tidak ada hal yang mencurigakan, Uri perlahan membuka tutup kotak tersebut.

Setelah terbuka sepenuhnya, Uri dapat melihat dengan jelas apa isi di dalamnya. Sebuah gaun putih dengan selembar kertas ada di dalam kotak persegi panjang itu.

Tangan kanan Uri mengambil kertas berisi sebuah kalimat dan membacanya. "Saya harap kamu mau berkencan dengan saya dan menggunakan gaun ini, tertanda Eric."

Kali ini, Eric tidak menulis inisial namanya dan membuat Uri sedikit heran. Agaknya, pria itu tau bahwa Uri sudah mengetahui apa yang dia lakukan.

Uri mengangkat gaun yang Eric berikan dan memperhatikannya dengan saksama. Cantik banget, puji Uri di dalam hati.

Tangan lentik milik Uri juga meraba bahan gaun yang Eric berikan, benar-benar begitu cantik dan berkualitas tinggi.

"Eh, kok aku malah kepikiran yang aneh-aneh," ucap Uri menyadarkan dirinya sendiri. Pujian yang dia katakan tadi, sangat ingin perempuan itu tarik. Tetapi, gaun yang Eric berikan memang benar-benar bagus.

Beberapa hari kemudian, tiba-tiba saja Eric datang ke tempat kerja Uri dengan beberapa orang pria di sisinya. Saat mereka datang, semua tatapan tertuju pada mereka. Namun sayang, Eric dan pria-pria berpakaian rapi itu langsung memasuki sebuah ruangan khusus.

Uri yang memperhatikan Eric dari kejauhan sedikit keheranan dengan kedatangan pria tersebut padahal beberapa hari ini dia tidak pernah datang lagi ke tempat Uri bekerja.

"Hei, kenapa ngelamun!" kejut salah satu teman kerja Uri yang bernama Dea.

Gelas yang sebelumnya Uri lap kini kembali dia taruh di atas meja dan menatap heran ke arah Dea yang tiba-tiba mendatanginya.

"Kenapa, De? Kamu pasti kesini karena ada urusan kan?" tanya Uri yang membuat Dea melipat kedua tangannya di depan dada.

Tingkah tengil Dea sedikit membuat Uri muak. Namun, dia tetap berusaha untuk tenang karena tau Dea adalah seniornya.

"Iya, aku mau nyampein pesen Mamih, kamu disuruh layanin ruang nomor satu."

Mendengar ucapan Dea, tatapan Uri beralih pada ruangan yang tadi Eric masuki. Ada sedikit keraguan di benaknya untuk melakukan apa yang bosnya perintahkan.

"Hei, kok ngelamun lagi sih!"

Untuk kedua kalinya, Dea harus menyadarkan Uri karena tiba-tiba perempuan itu menjadi tidak fokus dan terus memikirkan hal buruk.

"Maaf, maaf. Iya nanti aku ke sana."

"Sekarang, jangan nanti!" tegas Dea sebelum meninggalkan Uri yang masih ragu untuk bergerak dari tempatnya.

Cukup lama Uri terdiam, memikirkan cara yang tepat untuk dia lakukan. Karena tak kunjung mendapat jawaban, Uri memutuskan untuk langsung pergi menuju ruang satu dan menerima apapun yang terjadi nantinya.

Sebelum masuk, Uri mengetuk pintu ruangan tersebut beberapa kali dan setelahnya masuk tanpa menunggu balasan dari dalam.

Pintu ruangan itu perlahan terbuka dan Uri dapat melihat sosok Eric yang tengah duduk di ujung ruangan bersama dengan para pria yang malah berdiri di sisinya.

Dengan perintah jentikan jari, pria-pria di sisi Eric kemudian bergerak pergi meninggalkan mereka berdua. Hanya berdua.

"Mas mau apa lagi sih?" tanya Uri tanpa aba, dia sudah muak dengan sikap Eric yang begitu membingungkan dan tak dapat dia prediksi arahnya.

"Saya cuman mau kamu kok," jawab Eric singkat sebelum berdiri dari duduknya. Langkah panjang pria itu membuatnya dengan cepat sampai di hadapan Uri. Tangan kekar milik Eric kini mengusap bagian kiri wajah Uri dengan lembut. "Apa yang membuatmu ragu?"

Dahi Uri mengerut saat mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Eric. "Ragu?"

"Iya, apa tawaran saya kurang? Itu hanya sebagian kecil jika kamu mau bersama saya."

Untuk kedua kalinya, Uri dibuat terkejut dengan ucapan Eric. Dia tidak bisa memahami segala ucapan Eric yang begitu membingungkan.

"Bersama? Saya tau, Mas sudah berkeluarga. Saya nggak mau jadi selingkuhan, Mas!" tolak Uri dengan cepat. Perempuan itu kemudian membalik tubuhnya dan pergi menuju pintu masuk. Saat tangannya mencoba untuk membuka pintu ruangan tersebut, Uri menyadari bahwa dia kini tengah dijebak. "Kenapa pintunya dikunci!"

Uri meluapkan emosinya setelah berhasil membalik tubuhnya dengan sempurna dan menatap Eric yang kini berjalan pelan ke arahnya. "Saya tau, kamu pasti akan kabur dari saya. Tapi sayang, saya tidak akan membuat kamu pergi untuk kedua kalinya."

Tangan Uri langsung ditarik paksa oleh Eric sehingga tubuh rampingnya berbenturan dengan tubuh kekar milik Eric. Wajah perempuan itu kemudian terangkat, menatap wajah Eric yang jauh lebih tinggi darinya.

"Kamu tau? Saya tertarik padamu sejak pertama kali kita bertemu."

Bukannya bangga mendengar pernyataan dari Eric, Uri malah berdecih pelan seakan tidak mempercayai apa yang pria itu katakan.

"Kamu nggak percaya?"

"Untuk apa saya percaya pada seorang pria yang sudah berumah tangga!"

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro