1 - SONG

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kamu terlalu sibuk mengejar pelangi yang hadir setelah hujan. Sampai-sampai kau tak sadar bahwa ada yang berjuang lebih untukmu. Yaitu hujan yang turun sebelum pelangi muncul. -sisterhood-

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Maaa! Seragam aku mana yaa?" hanya dengan menggunakan tanktop hitam dan rok abu-abu sedikit diatas lutut, kaki mulusnya—yang terbalut kaus kaki panjang—menuruni tangga secepat kilat. Tersirat sedikit kepanikan di wajahnya.

"Loh semalem kamu taruh dimana, sayang? Kan Mama suruh beresin." Jawab Mama yang menghampiri anak gadis nya tepat di depan tangga. Luna hanya menggeleng. Ia benar-benar lupa dimana tempatnya menaruh seragam tersebut.

"Nih, Kak!" Satu lagi. Seorang gadis yang terlihat hanya berbeda dua tahun lebih muda darinya melempar senyum sembari menyodorkan seragam putih tangan pendek kearahnya.

"Wah! Jangan ngambil-ngambil baju orang dong!"

"Lah enak aja! Semalem ini ada di sofa. Jadi orang rapi sedikit makanya!" Jelas nya. Wajahnya merah menahan kesal terhadap Sang Kakak. Senyumnya juga agak memudar.

Luna hanya bisa cengar-cengir menatap Mama yang geleng-geleng karena kelakuan kedua putrinya.

"Udah. Cepet siap-siap, Lun. Sofia, kamu langsung ke mobil ya, Papa udah nunggu!" Perintah Mama.

Luna dan adiknya, Sofia bersekolah di sekolah yang sama. SMA Duta Harapan. Sofi baru menginjak kelas X-IPA-B. Sedangkan Luna sudah menduduki kelas XII-IPA-A. Luna lahir dua tahun sebelum Sofi lahir. Dulu, saat mereka masih kecil, Mama sering sekali membelikan Luna dan Sofi baju-baju yang sama. Jadi seperti anak kembar. Apa-apa harus sama. Sampai-sampai nama tengah mereka juga sama.

Aluna Zee Allison. Sofia Zee Callista.

Namun, remaja ini Aluna dan Sofia menjadi lebih sering berdebat. Why? Karena sekarang mereka terlihat telah menemukan jati diri mereka masing-masing, yaitu Luna yang lebih berbakat di bidang musik sedangkan adiknya berbakat di bidang seni peran. Mereka juga telah menemukan kesukaan mereka masing-masing seperti hobi yang berbeda. Luna lebih suka membuat cerita sedangkan adiknya lebih gemar untuk membaca cerita. Jadi, Mama sudah tak lagi dapat menyama-nyamakan kedua anak perempuannya. Terlebih lagi karena sifat mereka berbanding terbalik sekarang.

Yah, mungkiiin masalah lain boleh beda. Tapi apakah nanti mereka akan menemukan pangeran masing-masing dalam kisah percintaannya? Ataukah saling berebut posisi menjadi yang pertama di hati seorang pangeran kelak?.

***

"Whey, Pagi Lun!" Seorang cowok datang dari arah gerbang sekolah dan langsung menepuk pundak Luna dari belakang.

"Eh Calum!" Ucap Luna kepada cowok yang diketahui bernama asli Rascal itu.

"Ga dulu ya." Lalu langsung menggoloyor pergi mendahului langkah Luna.

Sementara gadis itu cuma bisa dibuat gregetan dengan tingkah sahabatnya.

Uhuy! Sepertinya kalian udah tau ya? Luna dan Rascal itu sahabatan banget dari kecil. Mereka kenal semenjak Rascal yang masih berumur 3 tahun pindah ke rumah yang berada persis di depan rumah Luna. Yah, rumah mereka satu komplek. Rascal Aleandaputra Pradipta namanya. Cowok berperawakan tinggi dan putih itu adalah seorang kapten basket di SMA mereka. Rascal itu sebenarnya seorang mantan badboy, lho. Pernah menyabet jabatan sebagai seorang badboy ternama seantero sekolah selama satu setengah tahun, sebelum akhirnya ada suatu kejadian yang memutarbalikkan hidupnya. Menjadi seorang cowok cool, dan istimewa di mata orang lain—walaupun 'skill' berantem yang dulu sering dijadikan jurus andalannya masih suka keluar walaupun jarang banget. Sifatnya sekarang terkadang emang gak jelas, udah gitu kalau lagi belajar suka banget pake kacamata kodok. Jadi bikin wajahnya keliatan culun parah. Tapi dimata Luna, Rascal itu baik banget. Justru ke gak jelasan-nya yang suka bikin Luna merasa lucu. Dan satu hal, Luna gak pernah mandang Rascal dari sisi negatif nya. Dia selalu suka apa aja yang Rascal lakuin asal itu masih positif.

Dikelas, Luna segera menghampiri kursi tempatnya biasa duduk. Yah, Panji belum dateng. Gumamnya pelan sembari melirik kearah kursi kosong disampingnya. Lalu, menaruh tas di meja. Ia segera duduk dan langsung mengecek tas nya—memastikan bahwa dirinya membawa buku tulis fisika—karena nanti akan ada ulangan.

"Mampus gue!" Dengan cekatan, tangannya langsung mengacak-acak isi dalam tas nya. Dan menghamburkan semuanya keatas meja.

"Kenapa sih lo? Pagi-pagi ribut ae," Rascal menghampirinya dengan lipatan tangan di dada.

"Kebetulan! eh gue entar nanya ke lo dong! Plis plis plis....gue gak bawa buku Fisika... Udah gitu gue belom belajar. Lo kan pinter yaaahaha! Nanti gue beliin makanan deh di kantin!" Kata Luna. Sontak ucapannya mengagetkan Rascal.

"Ah apaan! Ogah! Lagian semalem lo ngapain? Bodo pokoknya lo harus usaha sendiri!" Balas Rascal.

"Ih gitu banget, temen tuh?"

"Emang kita temen?," Rascal langsung kabur keluar kelas meninggalkan Luna yang sedang dirundung kebingungan juga rasa kesal.

***

"Lun, balik bareng yuk!" Dengan santainya Rascal menggendong tas merah nya disebelah tangan dan langsung menarik lengan Luna. Sayangnya, sentuhan dari Rascal langsung dihempas oleh Luna ke udara.

"Lo kenapa sih? PMS?" tanya Rascal.

"Engga." Jawab Luna singkat dan langsung berlalu keluar kelas dengan mempercepat langkahnya.

"Yee baper...Luna!" Ucapnya pelan sambil menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal.

Mau tidak mau, Rascal harus mengejar langkah Luna yang makin cepat.

"Gimana tadi Fisika nya? Gampang? Hehe," Rascal langsung menyamai langkahnya dan mengalihkan pembicaraan.

Masih belum ada jawaban.

"Luna ih dengerin gue gak sih?"

"Luna!" Ia langsung menyikut 'manekin' hidup itu.

"Apaan sih?"

"Ih sori kali...gitu doang baper..."

"Yaudah. Lagian tadi Panji juga udah bantuin gue, kok. Gak kaya lo,"

Rascal terhenyak mendengar nama tersebut.

"Lo ada apaan sama Panji?"

Kini berganti, Luna menjadi bingung dan merasa aneh dengan pertanyaan dari Rascal.

"Hah?"

"Yaudah deh, Lun. Kasih tau gue gimana caranya biar lo gak baper lagi ke gue dan biar gue bisa nebus kesalahan gue yang tadi gak bantuin lo."

"Kok gak jelas sih? Lo kenapa? Lebay ah." Luna langsung mematung di tempat. Ia berbalik menghadap Rascal. Lalu tangannya bolak-balik menyentuh dahi Rascal perlahan.

Ah, dunia Rascal serasa berhenti berputar. Ditatapnya mata perempuan itu dalam. Matanya polos. Dari dalamnya, Rascal merasa berhadapan dengan sebuah titisan mentari. Yap, terpancar sebuah cahaya dan harapan dari dalam mata Luna. Namun Rascal tak tahu apa itu.

"Panas anjir! Pantes aja. Ih balik ah, ntar gua diapa-apain lagi."

Belum sempat Luna melangkah, Rascal langsung menahan tangannya.

"Gini deh, kalo lo gak mau ngasih hukuman gue buat tadi, gue aja yang nyuruh lo. Pokoknya nanti malem jam 7, dateng ke Café Palazzo yang ada disebrang jalan. Kalo lo gak dateng, gue gak bakalan jadi temen lo lagi." Ucap Rascal tanpa bernafas. Hal itu benar-benar refleks keluar dari mulutnya. Apa yang nanti akan ia lakukan?.

"Ngapain sih?," tanya Luna dengan raut kebingungan.

"Just come." Balas Rascal sambil mengelus kepala Luna. Oh, sepintas, pipi gadis putih itu langsung berubah warna menjadi rona merah.

Malamnya...

"Mau kemana, Kak?" tanya seorang gadis muda yang sedang duduk bersantai diatas sofa sambil menikmati susu dan televisi nya itu. Wajahnya menyiratkan aura penasaran.

"Kepo," balas Luna sambil sibuk memasukkan handphone miliknya kedalam tas putih pita itu. Lalu, ia langsung menyelempangkan rantai emas di tas tersebut ke bahu kanannya.

"Eits...gadis Papa mau kemana nih?"

Tiba-tiba, seorang laki-laki yang perawakannya tinggi besar menghadang dari samping.

"Ini loh, Pa...aku mau pergi ke Café Palazzo depan...diajakin si Rascal."

"Oh...pantesan kamu tumben pake baju gini...sama sepatunya? Lucu banget. Ini sepatu kapan? Kok Papa gak pernah liat? Terus ini loh, bando nya? Kok polos banget, putih gitu...kan hiasan rambut kamu banyak. Lagian ini kok kenapa kamu..." 'Ceramah pendek' Papa dimulai, namun Luna dapat mencegahnya.

"Paaa, aku harus pergi. I'm sowwy! Da Pa! Da Sof!"

Maka gadis itu, pergi keluar hanya bermodalkan sneakers adidas supercolor white. Juga, dress diatas lutut berwarna hitam dan putih. Oh iya, bando putih polos yang melekat indah di rambutnya.

***

Begitu sampai, Luna langsung menghampiri salah satu meja yang kosong. Hanya ada dua buah kursi disana. Ini si Calum kemana dah, lupa kali ya?. Pikirannya berkata yang sebenarnya tak diyakininya.

Dua buah lilin mengapung manis di dalam gelas bening berisi setengah minyak. Lilin berbentuk bunga violet itu menyala redup. Disertai dengan bunga ditengahnya.

"Lagi candle light dinner ya tema nya?," ucapnya pelan. Ia langsung memperhatikan sekeliling. Semuanya berpasangan. Salah satu hal yang dibenci Luna saat datang ke Café, ya itu. Café Palazzo memang biasanya menyediakan berbagai macam tema setiap harinya. Biasanya dari satu minggu ke minggu berikutnya, ada beberapa tema yang sama. Kalau khusus Candle Light Dinner, itu biasanya rata-rata pengunjung datang bersama pasangan. Setiap tema yang ada akan diberitahu di blackboard informasi di depan Café. Ditulis dengan kapur hijau atau merah muda.

Tiba-tiba, satu ruangan yang penuh dengan pasangan itu bertepuk riuh kearah panggung yang biasanya digunakan untuk orkes atau orang yang ingin bermusik mengisi malam di Café itu. Memancing perhatian Luna yang langsung kaget saat melihat siapa yang kini tengah duduk ditengah panggung. Memegang gitar akustiknya yang berwarna putih. Di pojok kiri bawah gitar, terukir huruf "R" yang ditulis dengan glitter coklat.

"Hah? Demi demi demi... bocah tengil bin ajaib bisa nyanyi?."

Matanya membulat. Mulutnya menganga. Menyaksikan orang yang mulai memainkan gitar tersebut. Segelintir nada dikeluarkannya. Lalu mulai bernyanyi. Suaranya asli merdu. Menerbangkan siapa saja pendengarnya. Ditambah pakaiannya yang hanya menggunakan hoodie putih bertuliskan inisial namanya. Juga rambut yang ditata sedemikian rupa. Membuat kesan sederhana namun mewah.

Ditengah-tengah lagu, ia tersenyum kepada Luna. Diikuti lambaian tangan yang sukses membuat Luna malu—namun bahagia. Dan pastinya, Luna menjadi pusat perhatian seluruh orang. Benar-benar seluruh orang yang berada di Café tersebut. Termasuk para waitress yang sedang mengantarkan pesanan para pelanggan.

Awalnya ku tak mengerti apa yang sedang kurasakan

Segalanya berubah dan rasa rindu itu pun ada

Sejak kau hadir disetiap malam di tidurku

Aku tahu, sesuatu sedang terjadi padaku

Sudah sekian lama

Kualami pedih putus cinta

Dan mulai terbiasa hidup sendiri tanpa asmara

Dan hadirmu membawa cinta sembuhkan lukaku

Kau berbeda...

Dari yang kukira...

...

Aku jatuh cinta

Kepada dirinya

Sungguh-sungguh cinta, Oh apa adanya

Tak pernah ku ragu, namun tetap selalu menunggu...

Sungguh aku...

Jatuh Cinta Kepadanya.

...

YAP!

Luna terus tersenyum. Sepanjang lagu. Disetiap bait. Setiap kata yang terus keluar. Ia tahu lagu itu. Lagu yang dulu membuatnya berangan untuk seorang yang dapat menyanyikan lagu tersebut kepadanya.

Sampai-sampai, ia tak sadar bahwa sang penyanyi telah turun dari stage nya. Rascal menghampirinya lalu menarik tangan yang halus itu. Untuk ikut berdiri diatas panggung kecil tadi. Luna benar-benar merona.

"Lun, sori ya kalo lo kaget ato aneh gitu. Gue baru amatiran nih." Bisik Rascal ke telinga Luna. Namun, Luna tetap tersenyum. Oh, mereka berdua benar-benar terlihat seperti pasangan serasi.

Coba, coba dengarkan apa yang ingin aku katakan

Yang selama ini sungguh, telah lama terpendam

Aku tak percaya membuatku tak berdaya

Tuk ungkapkan, apa yang kurasa

...

Aku jatuh cinta

Kepada dirinya

Sungguh-sungguh cinta, Oh apa adanya

Tak pernah kuragu, namun tetap selalu menunggu...

Sungguh aku

Jatuh Cinta Kepadanya.

...

Malam itu, adalah malam yang menyimpan kebisuan bersama rangkaian nada indahnya.

"Thank u Rascal. You'll always be mine."

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

ALOOO gimana yang ini? kalo masih bad mohon saran nya yaaa supaya bisa diperbaiki lagiiii!

Intinya, Jangan lupa untuk vote dan comment yaaap!

Kamsahamnida~~

JAKARTA, 20 JULI 2016

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro