Bab 4. Kekecewaan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jangan berharap pada manusia karena kamu akan lebih banyak terluka.
.
.
.

Sudah hampir 2 bulan ini Wisnu kembali dalam hidup Lily dan tidak pernah absen di setiap Sabtu malam untuk datang ke kafe. Sahabat cantiknya yang mengetahui hal ini tentu saja menunjukkan sikap sangat berlebihan seperti Ares.

Adel tidak bisa menerima jika Lily kembali dekat dengan Wisnu yang jelas-jelas dulu pernah meninggalkan Lily demi gadis lain. Adel bersikukuh jika laki-laki seperti Wisnu tidak bisa dipercaya.

Orang yang pernah berkhianat sekali sangat mungkin melakukan pengkhianatan untuk kedua kali, ketiga kali, dan seterusnya.

Itu benar, Lily pun juga berpikir seperti Adel, tapi baginya tidak menyukai bukan berarti harus membenci, kan? Lily hanya ingin memberinya kesempatan sebagai teman, tidak lebih.

"Ly, pikirin lagi deh. Sebaiknya kamu nggak kasih Wisnu kesempatan apa pun. Itu percuma karena laki-laki seperti Wisnu nggak bisa dipercaya."

Siang itu, Adel menemani Lily di kafe karena gadis itu sedang tidak ada jadwal kuliah.

"Aku kan cuma kembali berteman Del, nggak lebih. Aku juga nggak memberi dia harapan apa pun atau sejenisnya, kok."

"Tapi aku tahu seberapa kamu dulu menyukai Wisnu dan nggak menutup kemungkinan kalo perasaan itu akan kembali kan?"

"Nggak akan, Adel Sayang. Percaya sama aku."

Lily berusaha meyakinkan sahabat cantiknya itu. Memang keberadaan Wisnu sedikit mengusiknya, tetapi dia berjanji tidak ingin terlibat jauh dengan pemuda itu lagi.

Adel menatapnya lama sebelum akhirnya menghembuskan napas panjang, pasrah. "Kamu itu terlalu baik, Ly. Aku nggak bisa melarang kalo kamu udah mengambil keputusan."

Lily tersenyum, "Kamu adalah sahabat terbaik yang kumiliki, thanks, Del, udah mengerti aku selama ini."

"Iya, Ly, sama-sama. Sayang sekali aku nggak bisa kesini tiap malam Minggu, aku ada tambahan pelajaran di kampus. Kalo nggak, aku pasti akan datang untuk menghalau supaya Wisnu nggak deket-deket sama kamu."

"Dia bukan lalat yang harus kamu halau kehadirannya, Del." Gadis itu tertawa mendengar Adel yang masih cemberut tidak terima.

"Pokoknya aku nggak suka dia deket-deket sama kamu."

"Iya."

"Oke. Kuharap kamu sungguh-sungguh karena aku nggak mau kamu sakit hati lagi karena Wisnu."

"Iya, bawel."

Tawanya masih mengalun ringan melihat ekspresi Adel yang kesal dan memberengut. Hanya bersama Adel, dia bisa merasa sedikit dari bebannya menghilang meski sesaat.

***

Malam itu, Wisnu datang ke kafe lagi dengan teman-teman kampusnya. Lily sebisa mungkin menghindar darinya. Namun, Wisnu tidak menyerah. Segala cara dia lakukan, termasuk menghampirinya di counter bar.

"Ly, mau gabung sama teman-temanku sebentar?" tanyanya.

"Mmm ... maaf Wisnu, aku sibuk. Lagi pula aku sedang kerja, kamu nggak malu mengenalkan seorang karyawan kafe ke teman-teman kamu?"

"Nggak, Ly! Kenapa kamu mikir gitu, sih? Lagi pula kamu kan temanku, malah aku bangga cewek seperti kamu bisa mandiri. Udah yuk, kita ke sana bentar aja."

Wisnu meraih tangannya, lalu menggandeng Lily menuju meja di mana teman-temannya sedang berkumpul. Sebenarnya Lily tidak ingin mengikuti keinginannya dan hanya demi kesopanan serta takut Farrel melihatnya. Sekarang Farrel berada di lantai dua bersama teman-temannya.

Wisnu memperkenalkan Lily pada teman-temannya dan Lily hanya menyunggingkan senyum sopan pada mereka, karena secara tak langsung mereka adalah pelanggan kafe juga. Setelah sedikit basa-basi akhirnya gadis itu pamit untuk kembali bekerja.

Dari counter bar, Lily mengamati Wisnu yang asyik bersenda gurau dengan teman-temannya. Dia masih seperti sosok yang diingatnya dulu dengan suara tawa yang menyenangkan untuk didengar. Lily tidak bisa menyangkal bahwa sosok Wisnu masih meninggalkan jejak di sudut terkecil hatinya. Akan tetapi, dia sudah berjanji pada Adel terlebih pada dirinya sendiri untuk menjaga batasan terhadapnya agar masa lalu tidak terulang.

Manik legamnya menangkap sosok Wisnu yang beralih fokus pada ponsel di tangannya. Dia beranjak buru-buru keluar karena mendapat panggilan telepon.

Sekarang sudah hampir pukul 10 malam, Lily memutuskan untuk segera pulang. Dia sedikit ragu dan menimbang apakah dia harus menunggu Wisnu kembali untuk berpamitan atau tidak. Tepat saat itu, Pandu memintanya mengantar dua frappe choco ke meja di dekat dinding kaca. Lily melihat sekeliling, tetapi semua karyawan sedang sibuk melayani pengunjung. Akhirnya gadis itu mengantar pesanan di meja yang dimaksud oleh Pandu dan baru menyadari jika meja itu berada di dekat meja teman-teman Wisnu tadi.

"Wah, sebenernya gue agak menyayangkan, sih." Terdengar suara teman-teman Wisnu yang sedang berbincang, sepertinya mereka tidak menyadari keberadaannya karena tertutup oleh tanaman hias di samping dinding kaca.

"Iya, gue malah sempat kesel karena udah nantangin dia buat deketin tuh cewek."

"Iya, padahal pengen banget gue deketin, tapi malah diserobot Wisnu."

"Kita juga nggak tahu sebelumnya kalau ternyata mereka udah saling kenal."

"Sial banget nasib kita. Niatnya mau nyari gebetan, tapi begitu dapat yang cantik malah diserobot Wisnu. Kalah dong kita dari Wisnu."

"Yap, dan sesuai perjanjian awal, kita harus bayarin Wisnu ke kafe tiap Minggu karena kalah taruhan."

"Eh, tapi beneran itu cewek cantik, ya. Siapa tadi namanya?"

"Lily, cocok banget sama orangnya. Cantik."

Seketika Lily menoleh mendengar pembicaraan mereka barusan yang menyebut-nyebut namanya. Apa maksudnya?

Masih dengan pikiran yang penuh tanya, dia segera meninggalkan meja setelah mengantar minuman dan berjalan memutar agar teman-teman Wisnu tidak melihatnya. Lily keluar untuk mencari keberadaan Wisnu dan mendapati pemuda itu berdiri di luar kafe membelakangi pintu masuk, sepertinya dia masih menerima panggilan telepon.

Lily berjalan mendekatinya, sedikit ragu apakah dia harus menunggu di dalam saja. Rasanya tidak sopan jika dia mendengar percakapannya. Namun saat Lily membalikkan badannya untuk masuk, dia mendengar suara Wisnu.

"Jangan marah, aku nggak akan berpaling dari kamu hanya karena aku bertemu dengannya. Lagi pula aku mendekatinya hanya karena anak-anak bikin taruhan."

Walau pelan, suara itu cukup jelas didengar oleh Lily.

"Iya, aku sama anak-anak nggak sengaja ke kafe dan ketemu sama mantan aku yang namanya Lily, dia kerja di sini. Kamu tahu kan, kalau anak-anak tuh peka banget sama cewek cantik. Terus, saat mereka melihat Lily, kami taruhan. Siapa pun diantara kami yang berhasil mendekatinya akan mendapatkan makan gratis di kafe selama tiga bulan," jelas Wisnu pada lawan bicaranya di telepon.

"Ya, aku beruntung aja karena ternyata cewek itu adalah Lily. Aku sangat yakin akan menang. Karena itu, aku mendekatinya. Jadi, kamu nggak perlu khawatir dan cemburu."

Seketika Lily merasa bodoh. Gadis itu hanya berdiri diam mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Wisnu. Dia pikir kedatangan Wisnu adalah kebetulan yang mungkin bisa sedikit mengobati kekosongan dalam dirinya, tetapi ternyata dia hanya sebagai bahan taruhan. Dia tidak berharap lebih, tetapi setidaknya Wisnu tulus ingin memulai kembali pertemanan dengannya saat dia meminta maaf atas kesalahannya di masa lalu. Ternyata dia tidak setulus perkiraannya.

"Lily?" Wisnu menyadari keberadaannya saat dia berbalik hendak masuk kembali ke dalam kafe. "Kenapa kamu ada di sini, em ... sejak kapan?" tanyanya ragu.

"Sejak lima menit yang lalu. Dan aku kecewa sama kamu Wisnu."

"Kamu mendengar percakapanku? I-itu nggak seperti yang kamu pikir, Ly, jangan salah paham."

"Aku paham dengan apa yang kudengar kok, Wisnu. Ternyata kamu sudah sangat berbeda dari Wisnu yang dulu kukenal."

"Bukan begitu, dengarkan penjelasanku dulu, Ly."

"Nggak perlu Wisnu, aku pikir kamu tulus ingin memulai pertemanan denganku. Aku berpikir untuk memulai awal yang baru sebagai teman. Tapi ternyata hanya untuk sebuah pertemanan, kamu bahkan nggak tulus. Aku salah meletakkan kepercayaan sama kamu."

Lily berjalan meninggalkan Wisnu sebelum rasa kecewa yang dia tahan meledak.

"Tunggu, Ly!" Wisnu berjalan menghalanginya.

"Dengarkan penjelasanku dulu! Aku tulus minta maaf sama kamu, dan aku memang ingin berteman kembali sama kamu. Mungkin ini awal yang salah, tapi aku sama sekali nggak bermaksud menipu kamu, jadi jangan salah paham. Ini hanya kita yang berada dalam keadaan yang salah," jelas Wisnu.

"Keadaan tidak sepenuhnya salah Wisnu, karena manusia bisa membuat keputusan untuk memperbaiki keadaan atau justru memperburuk keadaan."

Lily melepaskan genggaman tangan Wisnu yang menghentikannya lalu berjalan pergi menuju tempat parkir. Ingin rasanya segera menjauh agar tak melihat wajah Wisnu lagi.

Lily mengemudikan mobilnya keluar dari kafe, secepat mungkin pergi dari tempat di mana Wisnu berada satu udara dengannya. Perasaan kecewa lagi-lagi mengisi hatinya. Dia merasa bodoh karena percaya pada Wisnu, meski dia tak mengharapkan hubungan yang istimewa dengan pemuda itu lagi, tetapi yang dilakukan Wisnu padanya membuatnya sakit hati.

Aku hanya ingin berteman, apakah itu salah?

Apakah aku benar-benar tidak layak untuk mendapatkan sedikit rasa bahagia?

Adel benar, seharusnya dia tidak memberi Wisnu kesempatan apa pun. Bahkan, kesempatan untuk bisa berteman.

Lily memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Keadaan jalan yang sudah sepi karena larut malam membuatnya leluasa melampiaskan emosi kekecewaan dan amarahnya. Dia tidak ingin segera pulang dan membuat kakaknya curiga dengan keadaannya yang kacau.

Lily berhenti di persimpangan lalu lintas. Keadaan jalanan yang sepi membuatnya memutuskan untuk melajukan mobilnya tanpa menunggu lampu hijau menyala. Saat itulah gadis itu benar-benar yakin bahwa ketidakberuntungan masih setia mengikutinya karena dari arah kiri persimpangan tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan yang tinggi tengah melaju ke arahnya.

Keterkejutan tak sempat membuatnya berpikir dan sorot lampu mobil itu begitu menyilaukannya, hanya butuh sepersekian detik sebelum mobil mereka saling hantam dengan bunyi begitu keras di malam yang sunyi itu.

Mobilnya berdecit karena rem yang diinjak paksa kemudian terguling karena kerasnya benturan. Sementara mobil lain terpelanting beberapa meter dan terseret dalam keadaan terbalik.

.
.
.

Bersambung.

Riexx1323.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro