07 - Bintang Tamu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Apa yang sedang kau lakukan?"

"Mengecat rambut," jawab Eurus tak acuh. Baru kemudian dia sadar, orang yang baru saja bertanya itu hanya muncul setengah badan dari kolong meja tempat dirinya meletakkan sebaskom krim pewarna. Hampir saja krim berwarna lumpur itu tumpah, saking terkejutnya dia.

"Lho, sayang sekali ... Kenapa?" tanyanya lagi, suaranya terdengar riang dan santai seraya mengacungkan kedua tangan yang tenggelam dalam lengan jas berwarna putih. Seandainya bertemu secara normal, Eurus akan lebih mempertanyakan mengapa seorang lelaki dewasa mengenakan pakaian dengan serampangan seperti itu.

"S-SIAPA ...???"

Orang dengan rambut putih keperakan, berombak dengan ujung-ujung mencuat dan panjangnya melewati telinga itu bergeser perlahan dari kolong meja. Gerakannya seperti meluncur agak terlihat menjijikkan, tetapi yang membuat bulu kuduk Eurus meremang pandangan dari matanya yang berwarna merah anggur.

Instingnya mengatakan Huma yang dengan santai duduk di atas kasurnya itu berbahaya.

"Warna rambutmu bagus begitu, tak usah dicat juga para lady bakal berkerumun padamu," ujarnya seraya membuka kaleng bola-bola permen yang seperti muncul begitu saja dari saku jasnya.

"YAAA! BOCAH BANYAK LAGAK. BIARKAN UBANMU TETAP DI ATAS KEPALA ATAU KAU AKAN BOTAK!" pekik suara falsetto dari boneka kain bergaun lebar. Entah bagaimana cara si boneka bisa tetap bertengger di bahu Huma itu dengan begitu banyaknya gerakan aneh yang dilakukan pemiliknya.

"Hush hush, Emily ... Tak baik mengatai bocah malang yang sudah beruban di usia muda ini," timpal Huma aneh itu dengan nada mengasihani, sembari mengunyah sebutir permen dengan suara gemeratak yang memilukan telinga. "Biarkan dia mendapatkan kembali rasa percaya dirinya".

"Aku tak mau dikatakan beruban oleh orang dengan warna rambut serupa," gerutu Eurus setelah berhasil mendapatkan ketenangannya kembali dengan beberapa kali menarik napas panjang. "Dan aku lebih suka kalau para Huma tetap pada jarak aman saja ... Terimakasih!" tambahnya lagi.

"Ooh ... Jadi kau takut?"

"S-siapa yang takut?!" bantah Eurus. Wajahnya merah padam, sayap telinganya terbuka lebar, mengancam.

"Pemuda Avian yang mengalami trauma berat akibat serangan kaum Huma ... Ck ck ck, sebaiknya dia menjalani konseling sebelum kondisinya parah, ya ... Emily?" ujar lelaki aneh itu lagi, diikuti suara tawa seram dari boneka di bahunya.

"Berisik!!!" bentak Eurus. "Memangnya kau ini siapa ... Apa yang kau inginkan dariku?!"

Dengan gerakan komikal, lelaki misterius itu berpandang-pandangan dengan boneka di bahunya, baru menjawab, "Tidak ada, tuh."

"LALU KENAPA KAU ADA DI SINI?!" Eurus mulai kehabisan kesabaran. Seandainya instingnya tak menjerit-jeritkan tanda bahaya, dia sudah menghajar tamu tak diundang di hadapannya sedari tadi.

"Ah, ya ... Tujuan kami sebetulnya tempat lain, tetapi entah kenapa Eques malah mengajak mampir ke kandang kelinci ini," jawab lelaki itu lagi memberi gestur mengacu ke kamar tidur Eurus. "Sudah beruban dini, PTSD, harus tinggal di tempat sempit dan tak ada apa-apanya pula ... Sayap-sayap di punggungmu bakal menangis."

Kalimat terakhir membuat Eurus bergegas melompat mundur ke satu-satunya senjata yang dia miliki dan menghunuskannya.

"Ah, tak perlu waspada begitu. Kami tidak akan melukai anak ayam yang belum lama menetas, kok." Lelaki itu tertawa dan melambaikan sebelah lengan jas putihnya sebelum kembali mengunyah sebutir bola permen.

"KECUALI KAU CUKUP BODOH UNTUK NYERANG DULUAN!" pekik si boneka, kembali terkekeh.

Peluh mulai membasahi kening Eurus yang masih berusaha tak berkedip untuk mengawasi makhluk tak jelas di hadapannya dengan pedang teracung di tangan. Pikirannya bekerja keras, mempertimbangkan apakah bijak menyerang lawan yang jelas-jelas jauh lebih kuat darinya walau kelihatan bertingkah aneh.

Suara ketukan di pintu kamar seketika menyita perhatian pemuda Avian itu.

"Yuno, apakah baskomnya sudah selesai kau pakai?" suara Suster dari balik pintu.

"Maaf, masih belum, Suster!"

"Ya, sudah ... Nanti kau cuci sendiri kalau sudah selesai."

"Baik, Suster!"

Kemudian terdengar langkah kaki menjauhi pintu.

"Ohoho ... Rupanya masih ada harapan untuk anak ayam ini?"

Komentar lelaki misterius itu membuat Eurus kembali menghunuskan pedang, tetapi sosoknya sudah menghilang dari atas kasur. Panik membuat mata emas Eurus mencari-cari ke segala penjuru kamar.

"Yah, pertemuan kita singkat tapi cukup menghibur."

Betapa terkejutnya Eurus ketika melihat lelaki misterius itu sedang merunduk di dalam lemari kecil dekat kasurnya.

"Kita mungkin tidak akan bertemu lagi, jadi kudoakan kau bisa melewati masa-masa traumatis ini, anak muda!" ujar lelaki misterius lagi, lalu menutup pintu lemari setelah melambaikan tangan.

Hening. Lalu Eurus buru-buru berlari ke lemari itu dan membuka pintunya. Kosong. Biarpun pemuda itu mengetuk-ngetuk segala sisi, tak ada apa-apa. Benar-benar hanya ruang mungil dari papan kayu biasa.

Samar Eurus merasakan jejak aura magis yang tak dia kenali.


***  

BINTANG TAMU CERITA KALI INI

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro