12 - Angin Timur & Angin Barat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Apakah takdir bisa diubah?"

Eurus tersentak dari lamunannya, mendengar pertanyaan itu. Yang bertanya seorang anak tak dikenal. Yang ditanya orang dewasa tak dikenal pula. Namun rasa ingin tahu yang tiba-tiba menggelitik, mengalahkan keengganan untuk berlama-lama di satu tempat, apalagi berurusan dengan orang lain.

Perlahan dia menggeser tempatnya duduk supaya dapat mendengar lebih jelas, pura-pura mengagumi ranting pohon yang dipenuhi kuntum bunga berwarna merah muda pucat. Bukan hal yang aneh, karena cukup banyak orang di sekitar situ yang sengaja datang hanya untuk mengagumi kelopak bunga yang berguguran.

Sayangnya walau sudah menunggu dengan sabar, dia tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Orang dewasa yang ditanya itu memilih menertawakan pertanyaan si anak, lalu mengalihkan perhatiannya dengan hal lain. Eurus mendengkus kecewa, merasa waktunya terbuang percuma.

Pemuda Avian itu tak tahu soal takdir, tak terlalu peduli juga. Buktinya dia yang katanya akan jadi kepala suku, malah mondar-mandir tak jelas di kota tempat para Huma berkuasa. Bekerja serabutan, sekadar untuk dapat roti penyambung hidup.

Sudah beberapa minggu berlalu sejak dia meninggalkan biara tempat para yatim-piatu demi human ditampung. Pesta perpisahan kecil-kecilan yang direncanakan oleh Suster dan Dokter, tak pernah sempat dilaksanakan. Tempat itu keburu diserang oleh gerombolan perampok.

Sebagian besar bangunannya hancur akibat peluru dan bom sihir yang sembarangan digunakan. Anak-anak yang selamat dipindahkan ke penampungan lain. Dokter sedang dipanggil ke rumah sakit pusat, ketika peristiwa itu terjadi. Namun Suster mengalami luka parah dan harus dirawat.

Eurus mengernyit dengan kepalan tangan terggenggam sangat erat, seperti ingin memindahkan rasa sakit di hatinya ketika mengingat bagaimana tubuh perempuan Huma itu tiba-tiba muncul, menamengi dirinya dari tusukan beberapa anak panah.

Pemuda itu sendiri tak menyangka dia akan semurka itu. Segenap energinya dicurahkan untuk memanggil angin dan petir. Memang tak maksimal karena luka-luka di punggungnya masih belum sembuh, tetapi cukup untuk menakut-nakuti para perampok ... dan teman-teman serumahnya.

Nia, yang berusia paling dekat dengannya bisa mematung kaku dan menjaga jarak ketika berinteraksi. Berbeda sekali dengan kelakuan gadis bertelinga lembut kecokelatan itu sebelumnya. Jangankan tepukan kasar di pundak atau tarikan yang terlalu kencang, nada bicara gadis itu bahkan jadi lebih sopan, walau terbata-bata.

Tak ada pilihan lain, dia harus memisahkan diri. Lukanya memang belum sembuh betul, dan dia masih harus menunggu Dokter kembali untuk melanjutkan perawatan, tetapi dia tak bisa mengabaikan ketakutan anak-anak demi human lain setiap kali bertemu dengannya. Sebelum orang-orang dari pusat datang untuk memilah dan memisahkan mereka, Eurus sudah pergi.

"Kau mendapat garis nasib yang lebih kacau dari badai di atas samudera," celetuk seseorang dengan suara parau ketika Eurus mencari cara untuk menumpang sebuah kapal laut.

Posturnya bungkuk dengan jemari yang sesekali menyembul dari jubah kumalnya terlihat kurus, keriput dan buku-bukunya menonjol seperti bonggol pohon. Namun saat Eurus memusatkan perhatiannya pada wajah di bawah tudung jubah, pemuda itu yakin di sana terlihat paras yang jauh lebih muda dari suara yang terdengar.

"Hanya mengoles warna lumpur pada kepalamu saja tak cukup, anak muda ... Kau harus berusaha lebih baik lagi."

Ketika Eurus mengerjap sosok misterius itu pun menghilang di tengah keramaian pelabuhan.

Mungkinkah itu peringatan sungguhan atau sekadar omong-kosong peramal tak laku, pemuda Avian itu tak tahu.

Sehelai kelopak bunga melayang di depan hidungnya. Eurus mengulurkan tangan untuk menangkapnya, tetapi kelopak itu malah terbang menjauh. Pemuda itu berdecak jengkel. Sejak dulu angin selalu mengganggunya untuk hal-hal kecil. Kertas-kertas catatan yang berhamburan hanya karena tersenggol sedikit atau tumpukan daun kering yang tak pernah bisa terkumpul rapi ketika tugas menyapu halaman sangat sering terjadi.

"Karena angin di sekitarmu terlalu kuat."

Eurus mendesah panjang. Belakangan orang-orang bicara macam-macam padanya begitu saja, tanpa memperkenalkan diri.

"Aku Zephira," ujar gadis yang baru datang, seolah membaca pikiran pemuda itu. "Kau Euros yang akan jadi mitraku untuk permohonan klien tentang Rumah Tebing, bukan?"

Eurus menatap rekan kerja barunya. Seorang gadis Avian. Sayap telinganya ramping, dengan ujung meruncing, berwarna hitam. Begitu juga dengan rambut lurusnya yang dikuncir ekor kuda.

"Dari suku Swallow?" cetus Eurus.

"Kau sendiri ... Falcon?" tanya gadis itu, melirik pada rambut dan sayap telinga Eurus yang kini berwarna cokelat.

"Seperti yang kau lihat."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro