Bagian 12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku menarik napas dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. Kutatap halaman rumah yang menampilkan deretan pohon pinus yang berjajar rapi. Sejuk. Aku melangkah menuruni tangga teras rumah. Senyum kuukir ketika melihat embun membasahi kelopak daun pada bunga yang tumbuh di halaman rumah. Tanganku tergerak untuk menyentuhnya.

Aku beranjak meninggalkan halaman untuk survei hutan pinus ini. Sudah beberapa hari aku terpenjara di rumah ini dan kini saatnya untuk melihat-lihat keindahan hutan pinus ini. Semoga aku menemukan sesuatu yang indah. Aku pun sudah membuat pesan untuk Bian jika aku ingin melihat sekitar hutan pinus ini.

Kaki ini semakin melangkah menjauhi rumah. Aku tidak boleh jauh-jauh melangkah karena takut tersesat. Lebih baik di daerah dekat rumah saja. Dan kelihatannya hutan ini aman karena terawat. Langkahku terhenti ketika mendapati pemandangan indah. Aku bergegas mendekat ke arah tempat itu. Benar-benar indah. Di dalam hutan ada sumber mata air. Bukan. Ini lebih tepatnya seperti rawa.

Perhatianku teralih ketika mendengar suara mencurigakan. Aku membalikan tubuh. Kakiku melangkah mundur. Kenapa aku tidak berpikiran sampai sini. Ada dua anjinh di depanku saat ini.

"Husshh!!" Aku mengusirnya.

Mereka menggonggong. Aku semakin mundur. Tidak mungkin aku terus mundur karena di belakangku rawa. Mereka semakin mendekat. Tak ada jalan lain selain melarikan diri daripada aku diterkam mereka. Aku berusaha melarikan diri dengan berlari menghindari kejaran anjing yang semakin menggonggong. Aku terjatuh ketika sebuah batang pohon menjegal kakiku. Aku sangat takut. Napasku naik turun.

"TOLOONG!!!" teriakku.

Ya Allah, lindungi aku. Aku takut dengan anjing-anjing itu. Tolong aku supaya mereka pergi. Tolong aku, ya Allah.

Terdengar suara seseorang. Sepertinya memanggil dua anjing itu. Aku bernapas lega ketika anjing-anjing itu menjauh dariku. Pandanganku beralih pada sosok yang mendekatiku. Aku menatap sosok yang kini tak jauh dari posisiku saat ini. Rasa takut kembali menyergap. Aku mengamati tubuhnya dari bawah, lalu naik ke atas. Aku tak tahu dia siapa. Penampilannya sedikit menakutkan.

"Apa Anda baik-baik saja?" tanyanya.

Aku mengangguk, beranjak dari tanah, lalu mengibas pakaianku yang kotor.

"Anda siapa? Saya baru melihat Anda di sini." Dia kembali bertanya.

"Saya Ana." Aku mengenalkan diri.

"Astaga! Nyonya Ana, istri Tuan Bian!" Dia terdengar kaget.

Aku mengangguk lemah.

"Maafkan saya, Nyonya, karena tidak mengenali Anda. Saya Louis." Dia mengulurkan tangan.

Aku hanya mengangguk sambil menangkupkan tangan di dada. Dia ternyata Louis. Louis pun mengangguk paham.

"Apa yang Anda lakukan di sini? Kenapa tidak bersama Tuan Bian?" Dia kembali memberikan pertanyaan.

"Aku hanya ingin melihat keadaan hutan pinus ini. Bian masih tidur di rumah." Aku membalasnya.

"Apa Anda masih ingin menikmati pemandangan hutan, atau ingin saya antar ke rumah?" Dia menawarkan.

Aku menghentikan langkah ketika anjing-anjing itu mendekati kami. "Aku masih ingin tahu tentang hutan pinus ini."

Louis mengusir anjing-anjing itu. "Mereka adalah anjing-anjing yang sengaja saya pelihara untuk menjaga kebun. Saya akan mengantar Anda dan menunjukkan beberapa tempat di hutan ini."

Aku mengangguk. "Kapan Anda pulang dari rumah anak Anda?" tanyaku.

"Tadi malam. Saya baru akan menemui tuan nanti siang."

Aku hanya mengangguk. "Apa saja yang ada di hutan pinus ini?"

Kami tiba di depan sebuah mobil. Louis membukakan pintu mobil untukku. Aku pun masuk ke dalam. Pandanganku beralih pada anjing-anjing miliknya. Mereka tidak ikut masuk.

"Banyak tempat di hutan pinus ini salah satunya penangkaran kuda." Louis mulai melajukan mobil ini.

Aku menatap ke belakang. Anjing-anjing miliknya berlarian mengejar mobil ini. "Kenapa mereka tidak ikut masuk ke dalam mobil ini?"

"Mereka sudah terbiasa seperti itu." Louis membalas santai.

Banyak pertanyaan yang kulontarkan untuknya. Dia pasti banyak tahu tentang keluarga Bian. Louis tipe orang yang cukuo menjaga rahasia. Dia tak banyak memberikan jawaban untuk semua pertanyaanku. Walaupun penampilannya cukup membuatku takut, tapi beliau cukup ramah dan sangat menghargaiku.

Aku turun dari mobil ketika Louis membukakan pintu untukku. Aku menatap bangunan yang ada di depanku saat ini. Rumah kayu sederhana. Pandanganku beralih pada sisi lain. Kulihat sebuah bangunan berjajar rapi dan tersengar suara kuda. Aku menatap ke arah lain. Kulihat pemandangan bukit di balik bangunan rumah Louis. Ini benar-benar indah.

"Mari." Louis mengajakku.

Aku melangkahkan kaki untuk mengikutinya. Dia mengenalkan rumahnya padaku. Rumah yang ia bangun hampir duapuluh tahun silam. Rumah ini masih kokoh dan terawat. Aku senang melihatnya. Louis masuk ke dalam. Aku duduk di batang pohon yang sudah ditebang. Fokusku teralih ketika mendengar suara seseorang. Sepertinya Louis tidak sendirian tinggal di rumah ini. Aku beranjak dari tempat duduk, lalu melangkahkan kaki menuju suara yang tadi kudengar. Suara kuda dan tapak kakinya terdengar jelas. Aku terpaku menatap sosok laki-laki sedang menaiki kuda. Dia terlihat lihai mengendarai kuda walaupun gerakan kuda terlihat kasar.

"Anda di sini rupanya."

Aku terkesiap, menoleh ke sumber suara, lalu menyungging senyum. Kulihat Louis membawa minuman dan makanan di tangannya. "Siapa dia?" tanyaku.

"Dia Antonio, cucuku. Saya baru menjemputnya semalam karena ayahnya akan menikah lagi." Louis mengenalkan cucunya padaku.

Aku duduk di sebuah bangku yang ada di dekatku. Pandanganku masih fokus pada Antonio yang sedang menaiki kuda.

"Antonio!" seru Louis pada cucunya.

Kulihat dia menghentikan laju kuda yang ia naiki. Dia menatap ke arah kami. Langkah kudanya pun diarahkan ke kami. Dia masih terlihat muda dan tampan. Antonio turun dari kudanya. Louis mengenalkan aku padanya. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Louis menawariku untuk naik kuda, tapi aku langsung menolak karena takut. Belum pernah aku menaiki kuda. Di sini bukan hanya ada anjing dan kuda saja, tapi ada babi, ayam, dan domba. Bukan hanya hewan saja yang mereka pelihara, tapi Louis pun memiliki kebun sayur dan buah. Aku merasa betah di sini karena tempatnya asri.

"Oh iya. Bisakah beri kabar pada Bian jika aku ada di sini? Aku khawatir jika dia akan mencariku. Lagipula dia belum tahu jika Louis sudah kembali dari kota." Aku memberi permintaan.

Louis menepuk bahu cucunya. Antonio beranjak dari tempat duduknya, melangkah pergi untuk menunaikan perintah kakeknya. Aku kembali menikmati minuman hangat buatan Louis sekaligus kembali membicarakan mengenai perkembangan tempat ini.

Tempat ini milik mendiang kakek Bian, lalu diberikan pada ayahnya, kini turun pada cucu-cucunya. Masih tak percaya jika Bian memiliki banyak kekayaan. Dan yang aku banggakan, Bian dan Cia tidak pernah meributkan akan hal warisan. Mereka biasa-biasa saja memiliki kekayaan di luar kewajaran. Mungkin karena mereka memiliki kesibukan masing-masing dan tidak tergiur dengan warisan. Mereka menikmati apa yang mereka miliki dan tidak merasa kekurangan. Berbeda dengan aku yang terlahir tanpa apa-apa kecuali rumah reyot yang sempat akan digusur. Beruntungnya Bian dan Cia hidup berkecukupan.

Aku terkesiap ketika mendengar derum mobil. Sepertinya Bian sudah tiba. Dia pasti akan marah padaku karena meninggalkan rumah tanpa memberitahunya.

"Kamu membuatku khawatir karena sudah meninggalkan rumah tanpa kabar!"

Sudah kuduga kalau Bian akan marah. Aku beranjak dari kursi. "Aku sudah menulis pesan untukmu," balasku.

"Itu tidak cukup, Ana! Kamu bisa menungguku sampai terbangun." Dia masih menunjukkan ekspresi kesalnya.

Aku hanya diam. Lebih tepatnya tak ingin membuat Louis dan Antonio bingung. Louis pun angkat suara. Aku tak mengerti apa uang dia ucapkan pada Bian. Aku kembali duduk, menikmati pemandangan yang tersaji di hadapanku. Sepertinya Louis meredakan emosi Bian. Kesalahan terjadi padanya karena lebih memilih tidur di saat matahari sudah terbit.

Aku hanya tersenyum ketika mendengar nada suara Bian sudah mereda. Dia beranjak mendekati tempat pengumbaran kuda. Sepertinya dia akan menaiki kuda. Antonio berjalan mendampinginya. Mereka terlihat sama tingginya.

"Dia memang seperti ini, mudah emosi." Louis membuka obrolan kembali.

"Ya. Aku rasa dia menuruni sifat ayahnya. Berbeda dengan ibunya yang lembut. Justru sifat ibunya menurun pada Cia." Aku membalas.

"Benar. Ibunya sangat lembut dan hangat." Louis menambahi.

Aku menatap ke arahnya. Dari nadanya, aku mendapati kesedihan. "Aku yakin jika Anda sangat mengenal baik keluarga Bian termasuk ibunya."

"Apa Nyonya mengenal baik Nyona Riana?" tebaknya.

"Lebih dari yang Anda pikirkan." Aku mengungkapkan.

"Anda tentu orang baik." Louis memujiku.

Aku hanya tersenyum. Pandanganku beralih pada Bian dan Antonio yang sedang menaiki kuda. Bian cukup lihai menaiki kuda. Dia terlihat gagah saat menaiki kuda. Aku sangat betah di sini. Ingin sekali tinggal di tempat seperti ini. Sejuk, tenang, damai, semua menyatu.

Setelah dari rumah Louis, aku dan Bian pun kembali ke vila. Dia masih saja diam padaku hanya karena masalah izin. Ya, aku akui memang aku salah karena tidak izin padanya. Tapi aku sudah minta maaf padanya.

"Kenapa kamu berbohong padaku?"

Aku langsung menatapnya. "Bohong?" tanyaku tak mengerti.

Dia meraih sesuatu dari balik saku jaketnya. Sebuah ponsel kulihat di tangannya dan itu ponsel milikku. Aku menggigit bibir bawah. Apa dia tahu jika ponselku menyala? Dia tahu pesan dari Cia? Dia tahu segalanya yang ada di dalam ponselku?

Aku meraih benda itu dari tangan Bian, tapi Bian tak memberikan. "Itu milikku," ucapku.

"Apa? Milikmu?" Bian tertawa mengejek setelah mengatakan hal itu.

Aku menatap ke arah depan. Aku mengakui salah berucap. Apa yang kumiliki memang miliknya. Wajar jika dia berkata seperti itu. Bahkan tubuhku pun sudah menjadi miliknya.

Aku bergegas turun dari mobil setelah tiba di halaman vila. Kulangkahkan kaki untuk memasuki rumah. Tak ada ucapan yang keluar setelah insiden tadi. Biarlah kita sama-sama saling intropeksi diri. Dan aku tidak akan menjelaskan apa pun mengenai semua hal yang Bian tahu melalui ponselku.

♡♡♡

Cuma bisa segini ya, Gaes ...
Semoga saja mengobati rindu kalian sama Ana dan Bian.
Ditunggu vote dan komentnya biar aku semangat nulis lagi. Thanks. ♡♡♡

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro