3. B - Pamflet

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sudah hampir sepuluh menit ekor mata Antonio melirik Djoerijah dari balik jendela. Sepersekon kemudian, Antonio melihat buku yang berada di tangan kanannya. Sebuah buku fiksi berbahasa Belanda. Dia memang sangat menggemari karya sastra, seni dan musik.

Tadinya laki-laki itu bermaksud mendengarkan musik sambil membaca, tapi rupanya babu belia berkulit sawo matang itu lebih menarik perhatiannya. Dari yang hanya senandung kecil hingga nyanyian dengan penuh semangat yang diikuti gerakan-gerakan kecil dengan tempo.

Gadis itu benar-benar tak sadar sedang diawasi. Pekerjaannya selesai bertepatan dengan berakhirnya lagu penutup. Djoerijah kembali menuju dapur untuk melaksanakan tugasnya yang kedua. Seperti biasa setelah menyapu sudut teras dan halaman kediaman utama, gadis langsing itu akan berbelanja ke pasar.

"Ini uangnya." Mbok Sarjem memberikan beberapa koin sebagai alat tukar.

Gadis itu menerima dan menyelipkannya di dalam wadah yang berasal dari karung goni yang sudah diubah sedemikan rupa menjadi tas. Djoerijah berpamitan, mencium tangan Mbok Sarjem.

"Ati-ati ya, Nduk," ucap Mbok Sarjem.

"Iya, Mbok," balasnya lalu pergi.

Setelah semua belanjaan sudah dibeli, Djoerijah hendak pulang. Sebelumnya, gadis itu memeriksa bawaannya dengan seksama, berjaga-jaga agar tidak ada yang tertinggal. Jalan yang Djoerijah lalui sama seperti pertama kali ditunjukkan Ningroem padanya. Namun, kini ada lebih banyak kendaraan yang lalu lalang. Terlihat pula beberapa polisi lapangan yang berpatroli menggunakan sepeda. Tiba-tiba Djoerijah mendengar suara pengumuman yang berasal dari mobil keliling. Mobil itu bahkan membagi-bagikan selebaran pada siapa saja yang dilewati.

Djoerijah memungut salah satu pamflet yang tersebar di sepanjang jalan raya. Dia bingung, apa itu. Selebaran yang berisi rangkaian huruf-huruf dan foto. Kemudian menyimpannya di dalam tas belanja untuk ditunjukkan pada Ningroem karena Djoerijah buta huruf.

Akhirnya sampailah Djoerijah di dapur rumah Tuan William. Gadis itu memberikan semua belajaan pada Mbok Sarjem. "Ini, Mbok."

"Terima kasih, Nduk." Mbok Sarjem mengambil barang bawaan Djoerijah pada meja tak jauh dari tempatnya berdiri.

Belum sempat Djoerijah beranjak dari tempatnya, Mbok Sarjem bertitah, "Tolong bawa teh beserta cemilan ini ke ruang baca Tuan Antonio.

Dengan hati-hati Djoerijah membawa nampan berisi secangkir teh hangat dan sepiring biskuit yang terlihat enak dan renyah. Gadis itu hanya bisa menelan ludah. Walau sering melihatnya, tetapi kudapan itu benar-benar tak pernah dia cicipi.

Djoerijah berada di depan pintu ruang baca Antonio. Gadis itu dengan sopan mengetuk pintu, tetapi tak ada jawaban. Djoerijah memberanikan diri masuk ke ruangan itu. Ruangan yang dipenuhi buku-buku yang tersusun rapi di rak. Di sudutnya ada gramephone yang biasanya hanya bisa dia lihat dari luar jendela saja.

Djoerijah meletakkan hidangan itu di atas meja kerja sang tuan. Rupanya di sana ada surat kabar yang hari ini terbit. Pada bagian depan harian itu, dia melihat foto dan gambar yang sama dengan pamflet yang dia pungut di jalan beserta rangkaian huruf-huruf kecil dan besar yang menghiasinya. Meski tak bisa membaca, tetapi Djoerijah ingat betul gambar-gambarnya.

Gadis itu semakin penasaran dengan hal itu. Dia ingin mengambil koran itu dan menunjukkannya pada Ningroem. Dia ingin gadis yang lebih tua tiga tahun itu membacakannya. Dia benar-benar ingin tahu apa arti kata-kata yang ada di sana. Namun, niatnya itu dia urungkan setelah tertangkap basah oleh Antonio yang baru saja masuk ruangan.

***

Catatan :
Contoh pamflet dan iklan koran yang dimaksud

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro