8B - Izin

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ayam jago baru saja berkokok. Hal pertama yang Mbok Sarjem lakukan adalah membangunkan Djoerijah dan Ningroem. Saat membuka bilik Djoerijah, Mbok Sarjem mengerutkan kening. Kedua alisnya bahkan hampir tertaut. Dia mendapati buntalan kain tergeletak tak jauh dari tempat gadis itu terlelap.

Mbok Sarjem memeriksa isi dari buntalan itu. Dia tampak begitu terkejut saat membukanya. Buntalan itu berisi barang-barang Djoerijah. Kini dia beralih menuju lemari gadis itu. Benar saja, tempat yang seharusnya berisi kebaya dan jarik itu kosong melompong.

Mbok Sarjem membangunkan Djoerijah dengan mengguncangkan badannya beberapa kali. "Jah, bangun!"

Djoerijah mengucak mata dan menguap. Rasa kantuk terlihat jelas di air wajahnya. Djoerijah mungkin hanya tidur tak lebih dari dua jam saja. Dia mengambil karet gelang, lalu menggulung rambut panjangnya.

"Kowe mau ke mana, Jah?" cecar Mbok Sarjem langsung pada inti.

Mendadak rasa kantuk Djoerijah lenyap tak bersisa. Gadis itu gelagapan harus memberi jawaban apa.

Mbok Sarjem seperti bisa membaca pikiran Djoerijah. "Jujur saja. Mbok ndak akan marah kalau kowe jujur." Wanita itu mendekat. "Kowe ini sebenarnya mau ke mana, Nduk?"

Djoerijah menunduk tak berani menatap Mbok Sarjem. "Mbok, maafkan aku. Aku memang hendak pergi dari sini."

"Kenapa, Nduk? Kowe sudah ndak betah di sini?"

Djoerijah seketika menatap Mbok Sarjem. "Ndak, Mbok. Bukan begitu."

"Lantas kenapa kowe malah mau pergi dari sini, Nduk?"

"Sebenarnya aku masih ingin tinggal di sini. Aku sangat berterima kasih padamu, Mbok. Pada Mbak Ningroem, Pakle, dan teman-teman babu di sini juga. Tapi ...." Djoerijah menjeda kalimatnya.

"Tapi apa?"

Gadis itu mengambil selembar kertas kusut yang dia selipkan di lipatan jarik yang dia kenakan, lalu menunjukkannya pada Mbok Sarjem.

Mbok Sarjem bingung. Sebab, wanita itu tak dapat membaca tulisan pada kertas itu itu. "Apa ini, Nduk?" tanyanya.

Djoerijah menjawab, "Itu pamflet opera, Mbok."

Simbok semakin tak mengerti. "Opera? Lalu apa hubungannya dengan rencana kepergianmu, Nduk?"

Djoerijah kemudian mengambil kartu nama yang diberikan Tuan Pierre tempo hari. "Ini kartu nama Tuan Pierre. Dia ingin aku bergabung dengan kelompok operanya itu."

Mbok Sarjem melebarkan mata dan mulutnya sedikit terbuka. Dia tak menyangka salah satu teman baik majikannya itu menawarkan kesempatan pada Djoerijah. Hatinya menghangat. Tanpa sadar bibir wanita itu sedikit menyungging. Mbok Sarjem ikut senang jika anak angkatnya itu bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

Tiba-tiba terbesit prasangka buruk di pikirannya. Mimik wajah wanita itu langsung berubah khawatir. "Apa kowe yakin dia menawarkanmu untuk ikut bermain opera?"

Mendengar perkataan barusan, keyakinan Djoerijah sedikit menggoyah. Kepala gadis itu bersadar di bahu Mbok Sarjem. Nada suaranya melirih. "Aku ndak tau, Mbok. Sebelumnya dia hanya menyuruhku bernyanyi setelah itu dia memberiku kartu nama ini. Dia bilang akan mengajakku bermain di operanya."

Mbok Sarjem mengelus kepala Djoerijah dengan lembut. "Simbok takut kowe dijadikan gundik atau malah dijual ke rumah pelacuran, Nduk. Bagaimana pun juga dia itu tetaplah londo."

"Sebenarnya aku juga takut, Mbok. Tetapi aku benar-benar ingin mencoba hal baru ini." Djoerijah menatap intens wanita itu. "Tuan Pierre adalah sahabat lama Tuan Antonio, jika hal buruk itu benar-benar terjadi, simbok dan Mbak Ningroem bisa menolongku lewat dirinya."

"Aku tak akan melupakan kebaikan kalian padaku. Aku sangat berutang budi padamu, Mbok. Aku juga akan sering berkunjung," tambahnya.

Mbok Sarjem mengembuskan napas panjang. "Baiklah, jika itu memang sudah keputusanmu."

***BERSAMBUNG*** 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro