souris!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dia menunggu dan masih menunggu.

Sudah hampir satu jam sejak ia berdiri di sana tanpa melakukan apa-apa. Hanya diam, menikmati silir angin yang membelai manja rambut hitamnya.

Jari-jarinya saling bertaut di belakang punggung sedang kakinya dibiarkan tak beralas untuk menikmati sensasi pasir yang basah. Bibirnya menggumamkan lirik lagu, seolah malu seseorang akan mendengar lantunannya. Kedua kelopak matanya tertutup, enggan untuk menampilkan iris sewarna laut itu.

"Mayu?"

Suara itu berhasil menghentikan gumamannya. Kedua mata membuka dan sang empunya langsung berbalik. Lantas, netra mengganti fokus dengan sosok bersurai kelabu. Alisnya bertaut dan sudut bibirnya turun.

"Kau telat, 'Samu!" hardiknya, walau sedetik kemudian dia melanjutkan dengan senyum tipis, "tapi, aku senang kau datang."

Pemuda itu, Osamu Miya hanya mengangguk kecil menyadari kesalahannya.

×

souris!
smile

warn : ooc, typo, etc.

×

Matanya menuntut penjelasan. Niat awal untuk bertemu diabaikan sesaat. Rasa kesal yang membuncah di dada memaksa untuk keluar.

"Jadi, kenapa terlambat?"

Osamu bungkam, walau sedikit merasa lucu saat merasa gadis di hadapan terlihat mirip dengan kapten timnya.

Berdehem kecil, pemuda itu menjawab, "Kau tahu 'Tsumu, dia mencari masalah denganku."

Mata Mayu masih memicing kepada Osamu. Alasan yang klise. Yah, walau itu bisa saja terjadi, mengingat yang dibicarakan adalah kembar Miya.

Gadis itu masih tidak mau bicara, bahkan cokelat di atas mejapun tidak diacuhkan. Tentu saja itu membuat Osamu heran.

"Uh, kau tahu? Kau tidak cocok dengan wajah murung seperti itu," ucapnya pelan, "senyuman lebih cocok untukmu."

Pernyataan Osamu membuat gadis itu cukup terkejut. Tak lama, ekspresi wajahnya melunak. "Pft, ayolah. Kau seperti bukan 'Samu saja," kikihnya, "tapi, aku tidak murung. Ini wajah asliku, asal kau tahu."

Tangannya meraih cokelat yang sebelumnya diacuhkan, lalu membuka bungkusnya perlahan. Sesaat sebelum cokelat itu dimasukkan ke dalam mulut, matanya menatap Osamu yang diam.

"Oh, iya. Aku membuat onigiri dan sushi," ucapnya sambil menahan tawa melihat ekspresi Osamu, "ambil saja di dalam keranjang itu."

Percakapan terhenti. Keduanya sibuk menikmati hidangan di tangan. Satu nasi, dan satu lagi cokelat.

Osamu yang menyadari tatapan Mayu, segera menyodorkan sushi dengan sumpit. "Buka mulutmu," titahnya.

Tanpa protes, gadis itu menurut dan memakan sushi yang disodorkan. Osamu menarik kembali tangannya dan menyuapkan sushi untuk dirinya sendiri.

"Kau harus lebih banyak mengonsumsi nasi, Mayu. Kau sangat kurus, tidak berisi," omel Osamu sambil memperhatikan gadis yang asyik dengan cokelat di tangannya.

Mayu berdecak dan menatap Osamu malas. "Jangan mengomeliku, kau bukan Bibi ataupun Kita-senpai," protes Mayu, seraya mengambil onigiri dari kotak bekal.

Osamu diam memperhatikan gadis yang tengah memakan onigiri itu. Mungkin karena ukuran onigiri itu cukup besar-mengingat Mayu sengaja membuatnya untuk Osamu-gadis itu sedikit kesusahan memakannya.

Tawa kecil berhasil lolos dari pemuda pecinta nasi ini. Mayu yang mendengarnya langsung menatap tajam, tidak suka sekaligus malu. "Apa yang lucu?" tanyanya.

Osamu tersenyum miring. "Tuh, kan, benar dugaanku," ucapnya tanpa berniat melanjutkan.

"Apa?"

"Kau terlihat sangat lucu jika memakan onigiri itu," sahut Osamu sambil tertawa kecil.

Sudut bibir gadis itu sedikit mengembang. "Benarkah? Terima kasih."

Dahinya mengerut bingung. Reaksi gadis itu tidak seperti apa yang dia harapkan. "Kau tidak kesal?"

Gelengan sebagai jawaban. Masih dengan senyumannya, gadis itu menjawab, "Tidak. Bukannya kau bilang senyuman lebih cocok untukku?"

"... Dasar."

"Nah, aku sudah menurutimu. Sekarang, turuti permintaanku." Kini, gadis itu yang tersenyum. Bukan senyum miring, hanya senyum tipis. Senyum tipis yang mampu membuat Osamu bungkam.

×

"Kau mau membawaku ke mana?" tanya Osamu yang kini matanya ditutupi oleh kain hitam. Hanya bermodalkan pendengaran dan tarikan oleh sang gadis, pemuda itu berjalan.

"Ikut saja."

Jawaban singkat itu membungkam Osamu. Kakinya terus melangkah, dan berhenti saat tangannya tidak ditarik lagi.

"Nah, ayo menunduk. Biar aku bukakan penutup matamu," ucap Mayu tanpa basa-basi.

Osamu mendengus kecil, sambil melepas kain itu sendiri. "Makanya, banyak makan-makanan bergizi. Jangan cokelat terus, jadinya kau pendek," sindir Osamu yang langsung dihadiahi cubitan pedas dari Mayu.

"Cokelat itu penuh gizi, tahu!" Mayu kemudian mengembuskan napas, dan menyuruh Osamu untuk duduk di sebelahnya.

"Kau tidak takut basah? Lagian itu kotor," ucap Osamu walau tetap duduk.

Mayu menggeleng pelan. "Tidak masalah. Lagipula, kita dulu sering seperti ini, kan? Sekarang kita malah sibuk dengan kegiatan masing-masing."

Kedua manik birunya menatap hamparan luas di depannya. Jernih dan indah. Sekali lagi, lengkungan manis terpasang di wajah gadis itu.

"Cantik," komentar Osamu, sambil menatap gadis di sebelahnya.

"Ya, lautnya cantik sekali."

Osamu mendengus kecil, lalu mengacak-acak surai hitam Mayu. "Lautnya memang cantik, tapi yang kumaksud itu kau," ujarnya diselingi dengan senyum tipis.

Rasa panas menjalar dari wajah sampai telinga. Kulit pucatnya semakin memperlihatkan rona merah itu. Malu, wajah pun dialihkan.

"Kau ... sudah banyak berubah, 'Samu," gumamnya, yang sayangnya dapat didengar oleh kembaran Atsumu itu. "Dan pastinya, aku suka."

Mungkin berniat balas dendam, kini wajah Osamu yang dibuat memerah-walau samar. Berdehem untuk menetralkan jantung, Osamu balas berucap.

"Menurutku, kau yang banyak berubah."

Mayu melirik Osamu dari sudut matanya, menunggu kelanjutan ucapan sang pemuda.

"Dibanding dulu, sekarang kau lebih terbuka. Kau memiliki teman baru, rekan baru, dan pengalaman baru," jelas Osamu, "dan juga ... kau jadi lebih sering tersenyum."

Pandangan Mayu beralih ke langit yang luas. Dirinya masih menantikan lanjutan, tanpa berniat menimpali.

"Tanpa sadar, kau jadi punya banyak penggemar."

"Eh?" Mayu langsung menatap Osamu bingung sekaligus tak percaya. Oh, ayolah. Dirinya yang aneh ini?

"Dan salah satunya adalah aku," sambung Osamu.

Bibir Mayu sudah membuka, kali ini hendak menimpali. Namun belum sempat sepatah kata terlontar dari mulutnya, Osamu sudah berdiri.

"Ayo kuantar pulang. Aku takut kau sakit jika terlalu lama di sini," tandasnya tanpa menatap Mayu.

"Ah, baiklah."

×

"Terima kasih atas hari ini, 'Samu," ucap Mayu, berusaha bertingkah seperti biasa.

Osamu mengangguk. "Kalau begitu, aku pulang dulu."

"Hati-hati." Mayu melambai kecil, lalu melangkah memasuki rumah. Tanpa sadar genggamannya pada keranjang mulai mengerat.

×

Osamu melemparkan dirinya ke atas kasur. Satu kata, lelah. Tidak hanya fisiknya, tapi juga hatinya.

Gawai di nakas diambil dan dinyalakan. Matanya hanya menatap datar layar itu, tanpa terasa minat sedikitpun.

Jarinya bergerak membuka aplikasi pesan. Menu ditampilkan, dan pesan tersemat langsung dibuka.

mayu 」

Samu?

Bisa bertemu di tempat biasa?

Dahi Osamu mengerut. Tidak biasanya gadis itu meminta bertemu. Lagipula ini sudah malam.

Kau yakin?

Ya

Pemuda itu langsung bangkit. Tangannya menyambar jaket, lalu berlari ke luar rumah. Dia khawatir. Saking khawatirnya, dia bahkan tidak mengacuhkan pertanyaan dari saudara kembarnya.

×

Deru napasnya tidak beraturan. Antara lelah dan khawatir, keduanya bercampur menjadi satu. Kakinya masih melangkah menyusuri pantai, mencari keberadaan sang pengirim pesan.

Osamu mendatangi gubukan yang biasa mereka jadikan tempat makan, namun nihil. Gadis itu tidak ada di sini.

"Ayolah ... tempat biasa—"

Seperti mendapat pencerahan, Osamu kembali berlari. Tampak jejak kaki yang mulai menghilang di pasir yang turut dipijaknya. Tidak salah lagi, Mayu ada di sana.

"Mayu!" panggil Osamu dari kejauhan saat netranya sudah menangkap kehadiran sosok yang membuatnya khawatir.

Gadis itu berbalik, lalu tersenyum lebar. "Kau telat, 'Samu."

Osamu menggeleng kuat, lalu menghampiri Mayu. Oh ayolah, dia sudah dibuat khawatir, dan gadis itu malah tersenyum lebar seolah tidak terjadi apa-apa?

"Astaga, Mayu ...."

Kekhawatiran Osamu direspon dengan tawa kecil dari Mayu. Gadis itu puas melihat ekspresi langka dari pemuda penyuka nasi itu.

"Kau lucu, 'Samu."

Osamu mendengkus. "Kau tidak lucu, Mayu."

Lagi, gadis itu tertawa. "Maafkan aku. Lagipula, aku tidak menyangka kau akan seperti ini," ucapnya pelan, "aku senang."

"Sikapmu yang seperti ini memang tidak berubah dari dulu."

"Iya, aku sudah berubah." Mayu tersenyum kecil. Jari telunjuknya diarahkan ke dada lawan bicara, dan lanjut berucap, "Itu semua karena salah satu penggemar senyumku ini."

"Aku sudah berubah, karena dia. Kau tahu? Aku menyukainya," ungkap Mayu, tetap dengan mempertahankan senyum lebarnya.

Osamu terperangah, tidak bisa berkata-kata saking terkejutnya. Lidahnya kelu, tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Akhirnya, sebagai alternatif ia menarik Mayu ke dalam pelukannya. Pelukan hangat untuk keduanya.

"Aku juga berubah karenamu," bisik Osamu. Pelukannya semakin erat tatkala gadis itu balik memeluk. "Jadi, tolong bertanggung jawab dengan mempertahankan senyum itu untukku."

"Hm, tentu saja."

「 finish 」

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro