SPARK - Part 22

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Wanita itu tersenyum licik saat ia mengamati sebuah video yang terputar dari ponselnya. Video dimana  titik kehancuran hubungan Aileen dengan Vhi---sosok pria yang sangat ia cintai.

"Ah, ternyata sangat mudah untuk melakukannya saat mangsa sendirilah yang memberikannya tanpa sadar," kekehnya yang spontan menatap dirinya dari pantulan cermin. "Jean … Jean …. Kau pikir, aku tidak bisa melakukannya seorang diri, hem? Kau datang dihadapanku dengan imingan untuk mengakhiri ini semua, bukanlah tipe seorang Alice Klous."

Alhasil, wanita itu menatap dirinya penuh bangga. Bahkan, kedua sudut bibirnya makin terbentang saat menemukan layar ponselnya yang menyala. Melihat nama pria yang membuatnya terus dilanda rasa cinta disetiap saat. Maniknya menatap lekat layar ponsel itu.

[Vhi]
Alice, aku tidak bisa melakukan apa yang kau inginkan. Aku akan mengurus perpisahanku dengan Aileen secepatnya.

Alice sontak tersenyum. Ini kabar yang baik, walau dirinya sempat gelisah saat otaknya malah menuntun bibirnya untuk mengatakan agar Vhi merenungi keputusannya dan mencoba berbicara dengan baik pada Aileen.

Ia sempat takut. Bagaimana jika mereka tiba-tiba saja kembali bersatu? Akan tetapi, berita yang ia dapat hari ini, menghapus kegelisahannya disaat itu juga. 

Sekarang, ia tinggal melakukan beberapa tahapan dan ia tentu akan melakukannya dengan mulus karena mengingat, Jean kini menjadi musuhnya yang kapan saja akan menyerang dititik kelemahannya.

***

Vhi merasakan pelipisnya yang agak berdenyut, mengingat bagaimana Aileen yang nyatanya benar-benar memiliki hubungan dengan teman prianya itu. Bahkan, saat mereka belum resmi bercerai. Ia sungguh tidak habis pikir dengan pola pikir Aileen yang membuatnya amat stress. Apalagi, beberapa tugasnya harus ia alihkan kepada Jimmy karena benaknya yang tidak bisa memikirkan apapun lagi dan mungkin akan berakhir menginap di perusahaan untuk kesekian kalinya.

Ia merasa tidak tenang jika tetap tinggal di rumah itu dan lebih memilih memberikannya pada Aileen walau berita yang didengar rungunya, membuat ia sangat gundah. Aileen tidak tinggal di rumah tersebut. Itu alasannya, kenapa ia memilih mencari tahu keberadaan Aileen karena ketakutannya begitu mendominasi, ditambah Alice yang menyuruhnya untuk kembali memikirkan keputusannya setelah ia menceritakan kisah hidupnya yang mendadak rumit.

Awalnya, ia mencoba untuk mengikuti nasihat Alice. Akan tetapi, sudut pandangnya saat melihat kemesraan yang tercipta, membuat dirinya seperti terjatuh menyentuh ubin. Semuanya seperti berjalan dengan cepat saja---bahkan saat ia memilih menguarkan satu keputusan dimana mereka harus benar-benar berakhir.

Dengan kilat, ia kini meremas rambutnya karena pening. Hingga secara bersamaan, rungunya dapat mendengar ketukan pintu yang membuatnya sontak menoleh. Padahal, ia telah memastikan semua karyawan telah meninggalkan perusahaan ini.

Ya, itu mungkin, tetapi Alice terkecualikan.

Alice sontak memberikan sapaan formal dan manik Vhi pun, harus mendapati sebuah kotak makanan yang Alice bawa dimana itu untuk dirinya.

"Kenapa kau merepotkan dirimu sendiri?"

Alice hanya tersenyum tipis. "Aku tidak merasa direpotkan oleh dirimu. Aku hanya khawatir saja. Apa kau sudah makan apa belum? Dan kenyataannya, kau melewatkan makan siang dan juga makan malammu setelah aku mendengar penuturan dari William. Bahkan, kau tidak mengizinkan siapapun lembur untuk hari ini," ujarnya yang membuat Vhi menghela napas tidak enak. Apalagi, saat ini sudah sangat larut dan Alice, seperti tidak takut akan terjadi sesuatu pada dirinya sendiri, karena menurut sudut pandangnya, Alice lebih takut jika ia mencoba untuk menghancurkan diri sendiri.

"Terima kasih. Kau memang teman yang terbaik. Bahkan saat kau mencoba memberiku dukungan untuk banyak hal." Pun, kalimat itu membuat rahang Alice serasa kelu. Akan tetapi, ia  mencoba untuk menjadi pribadi yang seakan-akan menjadi teman yang paling baik walau pada dasarnya, ia ingin berkoar akan gelar itu. Setidaknya, ia ingin menjadi sosok yang mendapatkan cinta dilubuk pria itu. Bukan hanya sekedar teman. Ia ingin lebih daripada itu.

“Sama-sama dan sekarang, kau  harus makan agar kau tidak sakit karena jika kau sakit, aku juga akan merasakanya,” ujarnya dengan suara dikecilkan tetapi Vhi dapat mendengarnya. Maniknya yang tajam, terus mengamati Alice yang begitu gemulai dihadapannya. Sangat cantik seperti putri didunia dongeng. Bahkan, ia tidak menyadari jika bukan Alice yang kini ia lihat, melainkan Aileen yang memberikannya senyum begitu hangat dan manis, membuatnya seketika melupakan semua perkara yang ada.

“Aileen ….” Langkah Alice seketika terhenti saat mendengar nama wanita yang tidak disukanya. Tangannya mengepal kuat dengan napas yang terasa tercekat. Ia terdiam hingga dapat ia lihat, Vhi yang menyadarkan diri dengan menyisir rambutnya dengan kasar. Serasa ia ingin melenyapkan Aileen didetik ini juga, hingga tidak ada Aileen yang didengarnya. Melainkan hanya Alice.

***

Lucy kenyataannya harus mengetahui jika Vhi kembali salah paham dengan keadaan setelah melihat Aileen yang kembali tampak aneh. Bersikap seolah-olah ia kini baik-baik saja dengan terus saja tersenyum. Untung saja, Jean menjabarkan apa yang baru saja terjadi dan itu, sontak membuatnya mengambil tindakan untuk menemui Vhi. Memberikan demontrasi dan mengeluarkan kekesalannya.

Bahkan saat ia harus melihat pria itu yang tampak tenang-tenang saja saat berkutat pada laptopnya, kala ia benar-benar memutuskan untuk menemui pria itu dikantornya setelah matahari kini berada diufuk timur.

Lucy sungguh tidak peduli jika akan menganggu pertemuan kecil itu serta tatapan penuh makna dari beberapa pekerja di ruangan ini. Tatapan dari Lucy pun, membuat Vhi memahaminya hingga ia memberikan titah pada pekerjanya untuk meninggalkannya dengan wanita itu. Akan ada pembahasan menarik yang tidak memerlukan banyak pasang telinga untuk mendengarnya.

"To the point saja! Aku begitu sibuk hari ini."

Hoh! Benar-benar memancing kekesalan Lucy dikala itu juga. "Dasar pria sok sibuk! Baiklah. Lagipula, aku juga tidak ingin berlama-lama di tempatmu ini." Penuturan itu terdengar dengan remeh, membuat Vhi menatap Lucy dengan tatapan sinis.

"Lima menit!"

Apa katanya? Ingin merusak wajah itu, bukanlah hal yang tepat kala Vhi benar-benar memasang stopwacth pengukur waktunya sehingga tidak ada pilihan lagi selain memulainya.

"Vhi, aku harap, kau kembali memikirkan keinginanmu yang ingin menceraikan Aileen. Kau salah paham dan apa yang kau lihat maupun dengar, ada penjelasan khusus yang harus dijabarkan dengan sangat baik. Tanpa melihat satu pandangan lalu mementingkan egomu."

"Aileen amat mencintaimu. Aileen memang pernah berpikiran dimana menganggap pernikahan ini sebagai kehancuran tetapi hal itu lenyap kala menjalaninya sepenuh hati. Ia bahkan sudah merelakan apapun dan lebih memilih terus bersamamu saja."

"Sungguh, Vhi! Kau lebih dewasa dari Aileen dan seharusnya, kau bisa memahami keadaan ini dengan mengambil keputusan yang tidak merugikan seperti ini. Lagi, aku tidak mengerti kenapa kau lebih mempercayai apa yang kau lihat ketimbang mencari tahu dari tutur kata istrimu sendiri."

Lucy sunguh memgeluarkan semua yang ada pada benaknya. Menghilangkan kekesalannya saat melihat Vhi yang tampak tidak peduli dengan apa  yang ia katakan. Bahkan saat ponselnya itu berdering dan menandakan, lima menit berharga telah berlalu.

Sangat menjengkelkan saat Vhi kini berdiri dan menunjuk arah pintu seraya memberikan titah pada dirinya untuk keluar dari sini.

"Lima menit untuk berkicau telah berakhir, Nona. Kau bisa keluar dari ruanganku ini karena telingaku yang malah panas mendengarmu terus berdongeng. Namun, satu hal yang harus kau ketahui adalah, jangan ikut campur dalam urusan rumah tangga seseorang. Sekalipun itu temanmu sendiri karena kau tidak punya hak untuk melakukannya."

"Aku mengerti, kau dan dia teman baik sehingga kau tentu mendukungnya. Itu sudah biasa dalam pertemanan."

Mendengarnya, membuat Lucy tersenyum kecut. Vhi benar-benar telah gelap mata saat ini. "Aku mendukungnya karena dia memang patut untuk  didukung! Tidak seperti dirimu yang menyimpan masa lalu dan berkata seolah-olah kau terjebak dengan afeksi itu. Ayolah, Dickson terhormat, buka matamu dengan lebar dan lihatlah kebenarannya."

Vhi terdiam kala mendengar Lucy yang kini meluapkan kekesalannya dengan menunjuk wajahnya yang malah memilih untuk terdiam.

"Sekalipun aku mengatakan kebenaran dimana masa lalumu dalang dimana drama ini dimulai, apa kau percaya?" 

Dengan kilat, Vhi memicingkan mata lantas terkekeh. "Omong kosong!"

Lucy sudah menduganya. Jadi, tidak ada yang bisa dijelaskannya jika salah seorang pihak tidak bisa memercayainya. Itu akan membuang waktu saja setelah semua perkataannya, dianggap omong kosong belaka oleh pria itu.

Setelah menilik semuanya, ia sudah memantapkan diri dimana Aileen dan Vhi seperti kedua kutub yang saling bertolak belakang---tidak bisa menyatu sehingga ia akan menerima keputusan Aileen yang melupakan semua kisahnya setelah mereka telah berakhir.

Lucy kini tersenyum tipis dan hendak meninggalkan tempat ini. "Baiklah, Vhi. Aku menerima semua tutur katamu untuk hari ini. Akan tetapi, aku hanya ingin berkata, segera selesaikan hubunganmu dengan Aileen  dan biarkan dia hidup tenang. Aku tidak bisa memaksamu untuk mendengar semua kata-kataku tetapi kau harus mendengar dan mengingat kata-kataku ini," jedanya untuk mengambil napas dan memberikan tatapan dingin.

"Kau akan benar-benar menyesal setelah mengetahui semuanya. Bahkan saat penyesalan telah bertamu, disaat itu juga, kau tidak bisa melakukan hal apapun lagi selain berharap waktu bisa diulang kembali."

Kini, Lucy langsung berbalik dan menuntun langkahnya dengan anggun. "Dan kenyataanya, aku malah menyetujui perbuatan Aileen untuk menyembunyikan persoalan kehamilannya dan membiarkan takdir menjawab kenapa ini semua harus terjadi."

Tbc.

Jangan lupa berikan jejak setelah membacanya, yah, baby💜

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro