6. Go Public.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dia yang minta putus, dia yang nangis-nangis sampai kebanjiran ingus. Siapa lagi kalau bukan Julia Renora Harris? Nekatnya, Julie mangkat dari kelas hari ini. Patah hati masih terasa mengoyak perasaannya. Tidak pernah terbayang sekalipun, jika ia akan memutuskan hubungan yang terjalin bersama Juna.

Kalau sudah begini, mungkinkah berarti putus menjadi kekasih sekaligus sahabat? Tapi, katanya tidak ada mantan sahabat. Masalahnya ini Juna, coy! Julie jelas-jelas membenci bagaimana cowok kampret itu mengkhianatinya.

"Memangnya aku salah apa? Apa aku kurang cantik? Apa Juna sengaja memanfaatkan tawaranku?"

Pagi hari yang ramai begini, makhluk cantik itu sedang tersedu di bangku melingkar depan gedung rektorat. Untung ada air mancur yang bergemuruh menyamarkan tangisnya. Ah, sebenarnya cowok-cowok yang melintas bisa saja memanfaatkan sikon, buat menghapus air mata bidadari lemah tak bersayap itu.

Julie sesegukan, tidak peduli seberapa sering orang-orang melirik heran. Dalam hati ia mengumpati Juna berkali-kali. Semua anggota kebun binatang mungkin sudah terlisankan sejak tadi.

"Juna, Anjing!"

Tidak mau bersikap lemah, Julie bangkit. Masa gara-gara cowok jompo kayak Juna dia harus jadi super cengeng? Cosplay cewek-cewek protagonis sinetron azab yang kerjaannya mewek terus?

"Kenapa aku bilang putus, ya? Kalau Juna setuju gimana?"

Nah, manusia satu ini memang labil. Dia yang memutuskan, dia yang tidak ikhlas.

"Nggak! Aku harus konsisten. Kalau begini, Juna pasti akan menginjak-injak harga diriku sebagai seorang cewek! Aku juga bisa dapetin cowok yang lebih ganteng dan nggak jompo kayak dia. Lebih-lebih nggak buaya."

Tekad Julie untuk move on makin membara. Hanya saja, itu omong kosong belaka. Begitu menginjakkan kaki di lantai jurusan, Julie kembali mellow.

Setiap sudut tempat ini menjadi kenangannya bersama Juna. Ya, mungkin sebelum pacaran, tetapi kan Julie selalu punya momen manis bersama cowok itu.

Mendadak Julie ingin meraung lagi. Pengin berlari menghampiri Juna dan berteriak, "Juna kamu tuh bangsat! Aku sayang sama kamu, Bego! Dasar cowok jompo!"

Ya, tetapi Julie masih punya malu untuk melakukan hal tersebut. Jangan sampai, deh, karena jadi bulol ... ia tiba-tiba kehilangan akal.

"Julie!"

"Eh, Hae. Kelas udah kelar?"

Haedar—cowok berkulit sawo matang—menghampiri Julie. Tumben tidak bareng Juna. Biasanya mereka berdua lengket banget kayak telapak kaki sama sendal.

"Kamu sama Juna tuh kenapa, sih?"

"Apa maksudnya kenapa?" Oh, jangan-jangan Haedar sudah tahu kalau Juna dan Julie berpacaran.

Oke. Tidak masalah, sih. Lagi pula, Julie juga tidak peduli lagi. Mau orang tahu atau tidak, dia, kan, sudah memutuskan Juna.

"Juna bolos kelas hari ini. Nggak tahu, tuh! Mukanya kayak nggak mood banget. Lima menit sebelum Bu Sita masuk, Juna pergi gitu aja," jelas Haedar. Ia menyipitkan mata ketika menatap mata Julie yang sembab. "Lo putus sama dia?"

"Juna yang kasih tau kalau kami pacaran ... eh, sekarang udah putus, deh."

"Nggak, sih. Aku udah curiga saat hari itu kalian ditegur Pak Topo. Oh, ternyata beneran."

Sebisa mungkin Julie mempertahankan senyum lebar sampai deret giginya yang rapi kelihatan. Terserahlah. Orang-orang bakal tahu kalau hubungannya dengan Juna sudah end.

"Jul, kasihan Juna tau. Aku nggak tahu masalahnya apa, tapi itu anak kayak nggak semangat hidup. Kayaknya dia bucin banget sama kamu."

"Halah! Kamu jangan sok bela dia, ya. Sekalinya busuk, ya, busuk aja. Cowok buaya darat kayak dia, aku nggak tahu aku ini pacar ke berapanya setelah Kak Dinar dan Alana." Julie jadi curcol. Kebetulan banget dari tadi tidak tahu mau curhat sama siapa.

Jadilah Haedar sebagai tempat menampung kekesalannya terhadap sang pacar—ralat, mantan kekasihnya.

"Nggak, kok. Itu mah Juna kerja, Jul. Merek nggak pacaran beneran. Juna bantu Kak Dinar sama Alana biar nggak diganggu cowok."

"Maksud kamu? Kerja?"

"Wah, rupanya kamu nggak tahu, ya? Kalau gitu, tanya aja sama Juna. Aku cabut dulu."

Tanpa penjelasan apa pun, Haedar melenggang meninggalkan Julie yang mematung heran. Demi membunuh rasa penasaran, Julie mengetik pesan untuk Juna. Meminta agar mereka segera bertemu. Sayangnya, WhatsApp Juna malah tidak aktif.

Juna memang hobi sekali hilang-hilangan, di saat Julie selalu butuh kabar dua kali dua puluh empat jam.

—oOo—

Demi apa pun! Julie masih tidak percaya kakinya melangkah ke tempat ini. Lihatlah, sekumpulan cowok serupa hewan liar di tengah padang rumput, kini sedang berkerumun entah sedang membicarakan apa. Julie merasa gemetaran di tempat, niatnya menjadi tarik-ulur. Mau maju, takut. Mau mundur, sayang.

Sia-sia pengorbanannya berjalan melewati beberapa ruko sampai tiba di depan indekos dengan dua lantai. Selama ini Julie tahu jika Juna tinggal di indekos. Lebih suka di sana malah, ketimbang rumahnya. Hanya saja, Julie sama sekali tidak pernah bertandang ke indekos Juna.

Baru kali ini dan kewarasannya patut dipertanyakan. Sebab, selama ini dia paling pantang mengunjungi atau mendatangi cowok duluan—dalam hal ini, pacar.

"Loh, Kak Julie?"

Julie nyaris saja mengumpat, ia menjengit mundur tatkala mendapati seorang cowok tinggi menjulang. Cowok bercelana jins pendek sebatas lutut itu menatap heran ke arahnya.

"Cari Bang Juna, ya?" tanya Juang seraya menunjuk Julie dengan kantong kresek yang ditentengnya.

"I-Iya, Ju. Tapi kayaknya lagi ramai, deh. Aku balik aja."

"Masuk aja. Itu paling anak-anak indekos aja, kok. Selow, kita kan udah kayak bestfriend."

Ya, tapi aku kan cewek! Goblok.

Juang mempersilakan Julie masuk. Walau agak canggung karena posisinya saat itu ia sendirian sebagai kaum hawa. Sisanya para kaum adam yang mungkin saja isi otaknya beragam.

Syukur-syukur Julie kenal mereka. Walau tidak semua. Sosok yang Julie cari pun terlihat di antara merekam. Mengenakan hoodie besar berwarna soft pink. Bisa-bisanya Juna tergelak saat Julie meminta putus beberapa jam lalu. Apa perkataan Haedar tadi siang hanya kebohongan belaka?

Juna yang mengatur skenario agar Julie merasa kasihan. Padahal sebenarnya Juna adalah cowok paling happy saat itu juga.

"Loh, Jul?"

Sapaan itu membuat Julie tertarik paksa dari lamunannya. Juna tahu-tahu sudah bergegas turun dari teras dan menghampirinya.

"Mau dateng kok nggak bilang-bilang?"

"Kenapa? Takut kepergok lagi disamperin cewekmu yang banyak itu?"

Juna menghela napas. "Nggak begitu, Jul. Tahu gini, aku bisa jemput kamu ke luar."

"Nggak usah sok perhatian, deh!"

Cewek itu malah lupa dengan tujuan utamanya datang mengunjungi Juna. Ia ingin memastikan kebenaran ucapan Haedar beberapa menit lalu. Sayangnya, melihat Juna yang ketawa-ketiwi seakan-akan merasa tidak sedih sedikit pun karena keputusannya, Julie pun urung.

Sudahlah. Dia mengecap Haedar memang sengaja dibujuk Juna buat bikin Julie merasa bersalah kepada Juna. Toh, buktinya Juna baik-baik saja setelah Julie minta putus.

"Jul, kita ngomong di aula aja, yuk. Nggak enak dilihatin anak-anak," kata Juna seraya meraih lengan Julie, tetapi ceweknya menolak.

"Aku mau pulang aja!"

"Ya udah, aku anterin."

Tatapan Julie langsung mencalang. "Gimana, sih?! Niat nggak kamu mau ngomong sama aku? Kalau nggak niat, bilang aja! Aku bisa pulang sendiri. Ditahan, kek. Dibujuk!"

Helaan napas Juna terdengar membuat Julie makin menunjukkan ekspresi jengkelnya.

"Oke, aku minta maaf dan aku akan menjelaskan semuanya ke kamu. Jadi, aku harus apa biar dimaafkan. Aku nggak mau putus, Jul."

Julie menatap cowok itu sesaat. "Kalau gitu, biarin orang lain tau kita pacaran. Aku nggak peduli kamu punya pacar lain atau nggak, tapi aku mau diakui juga!"

"Ya, Allah. Kamu tuh aneh, deh. Kamu yang minta kita diam-diam, tapi kamu juga yang kayak cacing kepanasan. Jul, aku nggak pacaran sama Kak Dinar ataupun Alana. Aku cuma ...."

Julie menyela, "Ya sudah! Buktikan kalau kalian nggak pacaran. Jangan asal ngomong doang. Mulai besok aku mau dijemput, diantar, ditemani ke manapun. Bisa nggak kamu?"

Syarat dari Julie membuat Juna tampak berpikir. Bagaimana, ya? Dia masih ada sisa waktu kencan dengan Alana.

"Tuh, kan mikir! Ya sudahlah, putus aja!"

Halo, onders!😁

Selamat hari Selasa, semoga sepanjang hari tetap ceria. Hihi.

Thank you buat yang sudah memberikan vote dan komen. Oh ya, di awal bab aku ada salah ketik, deh. Aku lupa kalau Yosa dan Juna itu beda fakultas, jadi Yosa aku ganti dengan Haedar.

Sori, ya^^

Sampai jumpa lagi hari Jum'at😍

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro