SPECIAL GIFT FOR YOU

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tampak seorang gadis berlari dari tempat parkir, khusus karyawan. Orang biasa menyebut mal. Celia bangun kesiangan, buru-buru ingin segera sampai di tempat meeting.

Hari masih pagi, tapi karena ada meeting khusus hari ini, karyawan semua bagian harus masuk lebih pagi.

Dia, Celia. Gadis usia 21 tahun, salah satu karyawan di mall besar ini. Sebuah gedung berlantai sebelas, memiliki fasilitas lengkap. Celia, bertugas di departemen store, lantai 3. Area khusus perlengkapan pria. Dari baju, sepatu, accesoris (seperti dasi, ikat pinggang, topi, dan lain-lain).

Celia terhitung karyawan baru, karena belum genap sebulan dia masuk. Pintu lift terbuka, Celia bergegas masuk, merapikan baju dan rambutnya. Sebisa mungkin Celia memanfaatkan waktu. Rambutnya diikat rapi dengan 'harnet'. Salah satu peraturan bagi karyawan cewek yang berambut panjang.

Lift sampai di lantai 5, tempat absen, dan loker untuk menyimpan tas, mukena, pokoknya semua perlengkapan karyawan. Celia mengunci lokernya, berkaca sebentar, dan setengah berlari turun lewat tangga ke lantai 3.

Celia sampai, tepat di saat Pak Agus membuka meeting. Senin pagi jadwal meeting di masing-masing area.
"Selamat pagi! Maaf agak macet, Pak!" ujar Celia, basa-basi.
"Jangan jadi kebiasaan dong, Cel! Untung kita baru mulai," sela Kak Ninik, koordinator area, yang terkenal judes. Mungkin belum nikah, padahal umurnya sudah lewat dari matang. Ups, maaf!!

Pak Agus seperti biasa, hanya tersenyum manis. Senyum bonus lagi dari orang sebelahnya, Kak Rei. Dia koordinator area juga. Banyak pramuniaga yang kesengsem sama dia.

"Oke, meeting hari ini kita fokuskan bahas event 'sale jumbo'. Satu bulan penuh kita maksimalkan penjualan, target kita naik bulan ini. Jadi, usahakan sebanyak mungkin kalian bisa menjual produk kita."
"Siap, Pak!!" jawab semua serentak.

Semua kembali ke counter masing-masing. Tugas Celia di bagian perlengkapan pria formal. Partnernya Maya, kebagian masuk siang. Maya lebih senior darinya. Entah berapa lama Maya bekerja di sini. Tapi dia baik dan tidak pilih-pilih teman.

***

Menjelang istirahat siang, Celia merapikan keranjang barang diskon, dan fixture yang tadi laku beberapa kemeja. Dia harus mengisi ulang stok kemeja lagi.

"Celia!" panggil seseorang.
"Siapa sih, yang manggil?" gumam Celia sambil celingukan. Namanya mall pasti banyak orang.

Dari counter olah raga pria, muncul Kak Rei. Menyusul seseorang yang belum Celia kenal. Seragamnya sama dengan koordinator area.
"Ada yang mau kenalan."
Kak Rei mendorong sebelahnya maju.
"Oh, aku Celia. Anak buahnya Kak Rei." Celia mengulurkan tangannya.
Dia menyambut uluran tangan Celia. Entah kenapa kedua matanya tidak bisa lepas dari Celia.

"Aku Sultan. Koordinator area ladies."
"Pantesan baru lihat, aku pikir koordinator area pria."
"Celia mau kemana?" tanya Kak Rei.
"Mau makan. Mau ikutan?? Aku sendirian nih," tawar Celia.
"Kita udah makan. Sultan kali mau nemenin."
Kak Sultan cuma tersenyum.
"Kan kita makan bareng tadi, Mas!"
"Oiya, lupa!"
"Ya udah, aku pamit dulu ya? Keburu habis jam istirahatnya."
Celia berlalu, meninggalkan Rei dan Sultan yang masih memandanginya, hingga lenyap disela konsumen yang terus berdatangan.

***

Aktivitas di mushola lantai 5 khusus karyawan. Jelang maghrib, biasalah pasti rame dan antri tempat wudhu. Celia baru datang, dan ikut mengantri. Dua orang lagi di depannya.

Solat jamaah sudah mulai, Celia menyusul sebelum imam membaca surat pendek. Semua serba cepat, solat juga bergantian, karena counter tidak boleh ditinggal tanpa ada yang jaga.
"Celia, mukena kamu! Makasih ya?"
"Sama-sama!"
Celia termasuk gadis yang serba simpel dan gesit. Dalam waktu singkat harnet sudah teroasang rapi di rambutnya. Make up natural flawless, beres.

Celia menuju tangga, kurang hati-hati, dia tidak melihat lantai keramik yang rusak. Kakinya tersandung, dan hampir terjatuh ke bawah. Beruntung seseorang menahannya.
"Celia! Kamu nggak apa-apa?"
Celia masih shock, nafasnya tersengal.
"Celia?? Are you oke?" tanyanya lagi.
"Oh, astaghfirullah! Kak Sultan!"
Celia tersadar dan segera melepaskan diri dari Sultan.
"Maaf, Kak!"
"Kamu nggak salah. Kamu beneran nggak pa-pa? Badan kamu gemeteran loh."
"Nggak, Kak! Cuma kaget aja!"

Sultan tidak yakin dengan kondisi Celia. Benar saja, langkah pertama Celia hampir terjatuh lagi,dan kesakitan.
"Kakimu kayaknya terkilir, Cel. Aku hubungi Rei ya? Biar kamu bisa pulang."
Celia bingung, tapi dia tidak mungkin kerja kalau kakinya tidak bisa berdiri.

Tanpa menunggu persetujuan Celia, Sultan sudah menghubungi Rei.
"Rei, kasih ijin kamu pulang. Aku akan ijin bentar, kamu nunggu di ruang karyawan."
Ini bukan tawaran tapi perintah. Celia tidak ada kesempatan menolak. Bahkan saat Sultan menggendongnya kembali ke ruang karyawan.
"Tunggu di sini!!"
Celia hanya mengangguk. Dia seperti terhipnotis dengan semua ucapan Sultan.

Mereka sudah berada di mobil, menyusuri jalanan aspal, menuju tempat kos Celia.
"Kenapa tinggal di kos, kamu bukan dari luar kota kan?" tanya Sultan memecah keheningan.
"Rumahku jauh, meski dalam kota. Jadi mending kos, biar nggak telat juga."
"Iya juga, sih! Nggak capek di jalan. Oiya, jangan lupa obatnya diminum."

Sampai depan kos, Celia mau turun. Lagi-lagi dicegah Sultan.
"Tunggu, jangan jalan sendiri. Biar aku gendong kamu ke dalam."
Duh, bisa heboh satu kosan, nih! Tapi kalau ditolak pun, Kak Sultan tidak peduli.
Celia memilih patuh, Sultan menggendong Celia sampai ke dalam kamarnya. Ditidurkan pula di kasurnya. Untung, Celia rajin. Kondisi yang tidak terduga seperti sekarang, misalnya. Dia tidak malu dengan keadaan kamar yang berantakan.

Ibu kos masuk ke kamar Celia. Tentu saja cemas, tiba-tiba ada cowok masuk ke kosan putri. Setelah melihat Celia dengan kaki dibalut, barulah dia paham.
"Maaf, Bu! Kalau saya lancang masuk ke sini. Saya nitip Celia, kakinya terkilir tadi."
"Iya...iya! Nanti biar Ibu yang rawat."
"Makasih, Bu. Nitip pacar saya, ya?"
Untuk yang ini Celia tidak mendengar. Karena Sultan berbisik pada Bu Kos.
Ibu Kos mengangguk dan senyum-senyum.

"Aku pamit ya, Cel. Jangan lupa istirahat! Kamu libur untuk tiga hari ke depan. Nanti aku yang ijin sama Rei."
Sultan sudah berlalu, sebelum Celia protes panjang.

***

Celia masih belum mengerti dengan semua perhatian Sultan padanya. Baru mengenal, belum genap sebulan, tapi separah ini perhatiannya.

Ponselnya bergetar, ada notif chat masuk. Dari Sultan.

Apa kabar, Cel?
Semoga makin membaik. Aku yakin kamu pasti bertanya-tanya tentang semua sikap dan perhatianku ke kamu.

Nggak usah bingung, kalo kamu baikan dan bisa masuk kerja lagi, aku akan cerita semua ke kamu.

Bee a good girl, ya!!

Entah ini jodoh atau apa. Celia tidak merasa terganggu sedikitpun dengan sikap Sultan. Justru dia merasa senang.

****

Celia merasa lebih baik. Dia sudah siap dengan penampilannya. Pintu diketuk.
"Siapa ya?" gumam Celia, sambil memakai sepatunya. Kali ini dia pilih heels rendah.
"Selamat pagi! Udah siap?"
Kaget juga, mendadak Sultan sudah di depan pintu kamar kosnya. Tanpa seragam?
"Aku libur hari ini. Sengaja jemput kamu."
"Ah, oke! Bentar ambil tas."
"Aku tunggu di depan."

Celia mengatur nafasnya yang mendadak tersengal. Semenjak kejadian kaki terkilir, Celia jadi sering sport jantung.

****

Hanya sebentar, beberapa menit dari tempat kos ke mall.
"Makasih, Kak! Aku nggak tahu lagi harus bilang apa. Semua perhatian Kak Sultan aku balas pake apa?"
"Gampang kok!" jawab Sultan.
"Hah?"
Sultan mengambil sesuatu dari kursi belakang. Buket bunga.
"Tolong terima ini. Mungkin ini terlalu cepat, tapi aku nggak suka menunda-nunda niat baik. Maukah kamu jadi pendampingku?"

Celia lemas tiba-tiba. Jantungnya nyaris berhenti berdetak. Telapak tangannya dingin, dia belum siap. Ini terlalu mendadak.
"Celia! Maaf, udah bikin kamu shock. Kamu nggak harus jawab sekarang."

Sultan menggenggam tangan Celia. Sultan menggosok pelan sampai tangan Celia menghangat lagi. Celia tidak berani menatap Sultan langsung.
"Jangan canggung gitu dong!"
Sultan memegang bahu Celia, hingga posisi mereka berhadapan. Sultan mengangkat dagu Celia.
"Aku mau kamu tahu, aku sayang kamu, dan aku nggak main-main. Tolong pikirin baik-baik, ya?"
Sultan bergerak maju, dan mencium mesra kening Celia.

Celia tersipu, pipinya semerah tomat kayaknya.
"Aku turun ya?"
"Aku jemput kamu nanti. See you, soon!!"

Celia segera turun dan berlalu, dengan buket bunga di tangannya.

*****

Ruang karyawan heboh, Celia dihadapkan dengan pertanyaan yang tidak terjawab. Saking banyak orang yang nanya. Celia hanya tebar senyuman. Buket bunga di simpan di loker.

"Celia, ada yang beda nih?" tegur Rei.
"Nggak ada kok, Kak! Biasa aja."
"Cel, Sultan orangnya baik, kok! Kamu nggak akan nyesel kalo nerima dia. Aku udah tahu semuanya. Dari awal kamu masuk, dia udah perhatiin kamu."
"Oya? Sejak awal aku di sini?"
"Iya. Kamu nggak ada masalah juga kan, kamu masih sendiri, Sultan juga. Ya udah tinggal klik nya aja."

Hari ini Celia lembur, dan sampai jelang tutup toko, Sultan tidak sekalipun menghubungi Celia. Dia benar-benar memberikan ruang untuk Celia berpikir.

Celia merasa ada yang kurang. Dia tidak yakin dengan dirinya sendiri, apa dia pantas jadi pendamping Sultan? Mereka baru kenal, belum banyak yang mereka tahu dari sifat masing-masing.

Keraguan itu perlahan sirna dengan perhatian Sultan. Ketulusannya tidak dibuat-buat.

Kerjaan beres, tanpa terganggu sedikitpun. Celia cukup profesional.
Celia tak pernah tahu, kejutan puncak tengah disiapkan Sultan khusus untuknya. Kejutan paling spesial, kerja sama Sultan, dan beberapa orang manajemen.

"Celia duluan ya?"
Orang terakhir sudah keluar dari ruang karyawan. Tinggal Celia sendiri.
Sudah biasa seperti itu, toh masih ada security di pintu keluar.

Lampu padam. Celia memastikan lokernya terkunci dengan benar.
"Pak, bisa tolong ke sini nggak? Lampunya mati nih!"
Celia memanggil security di depan pintu. Biasanya dia bawa senter. Satu dua menit tidak ada sahutan. Celia mencoba lagi, nihil. Sepertinya di ruangan ini tinggal dia sendirian.

Suasana jadi tak biasa. Celia di serang rasa takut. Mendadak ada sekelebat sesuatu lewat.
"Siapa tuh? Ada orangkah?" Suara Celia makin pelan. Celia terus bergerak. Ponsel? Celia mengambil ponsel di tasnya. Tapi sayang baterenya habis.
"Kenapa harus sekarang sih lowbatnya!"

Celia terus bergerak, berusaha ke arah pintu, meski lututnya sudah bergetar hebat. Karena gelap, Celia tersandung dan jatuhlah dia. Beruntung kali ini bukan di tangga. Mungkin lututnya aja lecet.

Celia sudah mau nangis rasanya. Gelap benar-benar tidak ada cahaya sama sekali. Dia sudah tidak tahu pintu keluar dimana. Dia berjongkok menutup muka dan menangis. Pasrah sudah apapun yang terjadi sekarang.

"Andai kamu di sini. Aku nggak akan setakut ini," ucap Celia lirih.
"Aku ada di sini kok!"
Tiba-tiba ada suara di samping Celia dan bertepatan dengan lampu yang menyala.
"Surprise!!"
Kak Rei, Maya, dan Kak Sultan.
Kak Rei dan Maya membawa tulisan yang dihias indah.
"Will you marry me?"
Sultan berjongkok di depan Celia. Membantunya berdiri. Celia kesal sekali.
"Kamu jahat tahu nggak? Nggak lucu ngerjain kayak gini. Aku benci kamu.!!" Celia memukuli dada Sultan berkali-kali. Sultan tidak mengelak sedikitpun. Sampai Celia lelah, dia menangis. Sultan merengkuh gadisnya ke dalam pelukan. Dicium lembut pucuk kepalanya.

"Ehem ehem, so sweet! Kita ada di sini wooy!"
Seruan Rei dan Maya, menyadarkan Sultan dan Celia. Sultan menghapus air mata Celia.
"Apa jawabannya?" tanya Sultan.
Celia menengok tulisan yang dibawa Rei dan Maya. Mereka mengangguk. Memberi tanda untuk terima saja lamarannya.

Celia memberanikan diri menatap mata Sultan. Lalu mengangguk dan tersipu.
"Alhamdulillah!!"

Rei dan Maya ikut senang, dan tanpa disengaja mereka berpelukan. Saking bahagianya.

Sultan mengeluarkan kotak warna merah dari sakunya.
"Ini special gift for you ."

Jari manis Celia tersemat cincin tanda cinta dari Sultan. Seperti sosok Celia, bentuk cincin itu simpel, dan elegan.
"Terima kasih, Kak Sultan!"

Celia memeluk pria istimewanya. Spesial hari, spesial sahabat, spesial teman hidup.
Mereka adalah special gift from God.

****
TAMAT

===============================

Tag for :
penuliskece2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro