Ksatria dan Bintang Jatuh

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mengerti emosi orang orang adalah hal yang mudah, namun entah mengapa rasanya susah sekali untuk mengungkapkan emosi milikmu sendiri.

"Alfa, apa kau mau pergi keluar?" tanya Aria sambil keluar dari kamarnya.

"Sepertinya tidak. Apa Kakak butuh sesuatu?"

Aria menggeleng.

Ia adalah Kakak Sepupuku, dengan rambut yang diikat dengan tidak rapi dia masih saja bersikeras bahwa dia itu sudah mengikatnya dengan benar, tadi pagi kami bertengkar karena itu.

Namun sepertinya dia sudah melupakan kejadian itu.

"Kita menyelinap lagi?" tanyanya antusias.

"Menyelinap? Lalu bagaimana dengan kondisimu itu?"

Aria mengibas ngibaskan tangannya.

"Sudah kubilang aku tidak apa – apa lagian aku hanya sedang sakit kepala biasa." ucap Aria.

Aku tau kalau kakak sepupuku itu sedang berbohong, dia tidak sakit kepala biasa. Kemarin saat ia pingsan kami sekeluarga membawanya menuju ke rumah sakit dan doktr mengatakan bahwa sepupuku itu menderita kanker otak yang sudah parah.

Meskipun kakak sepupuku dapat menipu keluarga besar selama 5 tahun, tapi tetap saja kebohongannya itu tidak mempengaruhiku.

Sebenarnya aku sudah mengetahuinya sejak 4 tahun belakangan, atau tepatnya setahun setelah ia menderita penyakit itu. Namun, hari itu juga dia membuatku berjanji untuk tidak memberitahu anggota keluarga lain atau orang lain.

"Tenang saja, tinggal ke dokter saraf saja, lalu dikasih obat pasti langsung hilang, aku juga sudah siap untuk kemoterapinya."

Kata – katanya waktu itu terngiang – ngiang di dalam kepalaku selama seminggu. Ia memang melaksanakan kemoterapi setelah itu, (tentu saja dia dapat melakukannya, ia memiliki tabungan yang banyak , pekerjaannya sebagai editor secara freelance benar – benar menjanjikan.) Dia selalu berpura kalau sepertinya kondisi rambutnya tidak bagus dan menggunakan rambut palsu dengan alasan untuk memantapkan diri di ajang cosplay nanti dan agar perannya di salah satu pertunjukan sekolahnya tidak buruk.

Namun walau sudah melakukan kemoterapi selama 5 tahun, tetap saja kanker itu tetap menyerang dirinya.

Aku menyayanginya, dia adalah kakakku yang sangat kuat. Di usianya yang masih tergolong remaja ia sudah bisa mengurus biaya keperluannya sendiri.

Malam harinya seberapa kerasnya aku berusaha untuk menolak, pada akhirnya Kak Aria berhasil membuatku keluar dari rumah bersamanya dan menikmati malam berbintang di sebuah bukit dekat rumah.

"Nah yang itu, adalah bintang Polaris." katanya, sejak aku berumur 5 tahun KakAria selalu mengajakku keluar malam – malam hanya untuk melihat bintang.

"Bintang jatuhnya akan datang 5 menit lagi." Ucapku sambil menatap peta bintang dan stopwatch yang ada di tanganku.

"Perhitunganmu selalu bagus, tidak salah kalau kau selalu juara di olimpiade matematika." kata Kak Aria lalu berbaring diatas rerumputan.

"Hei... Alfa, kalau sudah besar apa cita – citamu?" tanya Kak Aria.

"Aku tidak tau." jawabku jujur

"Benarkah? Bagaimana kalau menjadi seorang ksatria? Seperti di buku dongeng itu?" katanya

"Entahlah," ucapku sambil memandang langit yang dihiasi oleh bintang jatuh.

"Tahun depan kau sudah masuk SMA, Aku ngerasa kesepian deh." ucap Aria sambil mengelus kepalaku.

"Aku akan kembali jika ada liburan."

"Ya deh, aku akan disini jadi si bintang jatuh, yang akan terus menunggu ksatria datang menggandeng seorang putri."

000

Hari ini tidak ada satu pun orang dirumah, hanya ada kami berdua. Ayah, Ibu, Paman, dan Bibi pergi untuk ke kota mengurus sesuatu. Sedangkan kami para anak – anak harus diam dirumah.

"Kak Aria liat deh gambar punyaku!" ucap Felix, adik sepupuku yang lain.

Kak Aria lalu memperhatikan gambar milik felix dan memujinya.

Disini hanya ada 5 orang, dua orang laki – laki dan tiga orang perempuan. Aku, Kak Aria, Omega, Felix dan Cannis. Hanya ada kami.

"Alfa, hari ini katanya ada bintang jatuh." ucap Cannis sambil menyalakan televisi.

"Kau tidak ingin keluar?" tanyanya

"Tidak," ucapku sambil menaruh pensil, gambar sketsa untuk tugas seni rupaku baru setengah jadi dan entah mengapa dari tadi perasaanku tidak enak.

"Kakak! Liyat! Liyat! Teyang banget di luyar!" kata Omega sambil menunjuk – nunjuk kearah jendela.

Saat Aku melihat keluar lalu bunyi benda terjatuh dan teriakan orang orang memenuhi kepalaku. Dan aku baru ingat sesuatu.

Aku menyingkirkan gambar sketsa yang menutupi sebuah kertas besar dibawahnya.

"Akan ada hujan meteor, tepat disini, kita harus mengungsi." ucapku setelah melihat kertas besar yang merupakan perhitungan astronomiku.

Diluar api sudah menjalar jalar, Omega dan Fellix menangis sedangkan Cannis bergetar ketakutan.

"Kita tak bisa keluar berbahaya." ucap Kak Aria sambil menggendong Omega dan Felix yang menangis.

"Lalu bagaimana?" tanya Cannis panik

"Ada... ada satu brangkas besar." Jawab Kak Aria lalu berlari, aku dan Cannis mengikutinya.

Kami lalu tiba di kamarnya, Aria membuka sebuah brangkas yang tingginya sama seperti lemari. Tetapi lemari besi itu hanya bisa memuat tiga orang.

"Ini passwordnya, nanti telepon ibu atau ayah." ucap Kak Aria lalu memberikan secarik kertas dan menutup pintu brangkasnya.

Kak Aria lalu menarik tanganku dan kami berlari keluar rumah.

Sebuah cahaya terang menyambut kami saat kami keluar dari rumah, Aria lalu memelukku, memelukku dengan erat seakan melindungiku. Lalu semuanya gelap.

000

Aku terbangun di atas bukit, bukit tempat aku dan Kak Aria biasa melihat bintang. Kak Aria berdiri tidak jauh dariku, ia menatap kearah langit. Aku berjalan mendekatinya.

"Bintangnya indah ya," ucap Kak Aria, dia menoleh kearahku, wajahnya begitu cerah dan menenangkan.

Aku diam tidak menimpali.

"Orang – orang selalu mengatakan bahwa kau tidak mempunyai perasaan, tidak bisa tersenyum. Mereka itu selah, kau punya emosi, kau punya sebuah tekad." Kak Aria lalu mendekatiku.

"Emosimu memang tidak terlihat di ekspresi wajahmu, tapi di kedua bola matamu. Mereka harus melihat ke dalam kedua irismu untuk melihat tangismu, senyumanmu, semua emosimu.

"Kau menyayangi keluargamu lebih dari apapun. Jadi... sebelum aku pergi, aku ingin memberikanmu sesuatu."

Kak Aria memegang kedua tanganku erat.

"Kau adalah ksatria, lindungilah semua yang kau sayangi, lindungi semua orang."

Lalu semuanya bersinar dengan terang, aku merasa tubuhku mengambang keatas semakin keatas.

000

Aku lau terbangun, dan aku menyadari bahwa aku berada di rumah sakit. Cannis berdiri di samping ranjangku, dia terlihat senang saat aku membuka mata.

"Syukurlah Poker, kau selamat." ucap Cannis dia memelukku erat.

"Dimana Kak Aria?" tanyaku, jika Cannis selamat maka pastilah Omega dan Felix selamat.

Cannis menunduk dan perasaanku tidak enak.

"Kak Aria... dia pergi."

---------Tamat----------



Cattatan

Ini Spin off alias cerita sampingan alias cerita tambahan alias apapun istilahnya dari sebuah cerita kolaborasi The Knights Starr.

BTW judulnya Ksatria dan Bintang jatuh, kalau aku tambahin kata Putri judulnya bakalan sama dengan salah satu novel kak Dee Lestari yang cetar membahana itu (BTW Aku udah baca yang intelegensi embun pagi, Akar, Ksatria putri dan bintang  jatuh, tapi partikel ,petir, dan gelombang belum /aku emang suka baca novel lompat lompat kalo berseries)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro