8. Run Up 💐

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

🔱Καλή ανάγνωση🔱

Maklumat yang diumumkan Hades tersebar cepat di seluruh penjuru Underworld, menggemparkan tatanan dunia bawah yang selama ini hanya dipimpin oleh seorang raja tanpa ratu. Tak ayal, seluruh penghuni alam kematian tersebut langsung bergerak melaksanakan perintah Hades, meski masih bertanya-tanya siapa gerangan wanita yang akan menjadi ratu mereka.

Di depan gua Hypnos, Thanatos mondar-mandir dengan resah. Sayapnya yang dibiarkan setengah terbuka mengepak cepat. Thanatos tidak merisaukan sosok ratu yang akan mendampingi Hades–seperti yang sibuk dibicarakan Ker. Dewa kematian itu sedang berkemelut dengan urusan dalam kepalanya sendiri sebagai "ketua panita pelaksana" penyambutan ratu karena menang vote dari Moros.

Dari halaman istana Hades, tiga hakim dunia bawah memandang Thanatos dengan prihatin, khawatir dewa yang bertugas menjemput kematian dengan tenang tersebut kurang fokus dan salah mencabut nyawa. Namun, tidak ada pilihan lain bagi mereka. Di antara anak-anak Nyx bersaudara, hanya Thanatos yang paling "meyakinkan". Apalagi Thanatos adalah ajudan kepercayaan Hades. Setidaknya bila ada sesuatu yang salah dari acara penyambutan ratu, Hades mungkin akan berpikir dua kali untuk menaikkan suhu sungai Flegeton berapi dan menenggelamkan sang ajudan di sana.

"Thanatos! Ada apa ini!"

Tiga orang Erinyes yang baru kembali dari Tartaros menegur Thanatos sembari menatap ke sekeliling yang dipenuhi cahaya dari lentera dan suluh. Mereka adalah Alecto, Megaera, dan Tisiphone. Masing-masing mengenakan kain sari berwarna merah, kuning, dan hijau.

Dewi pembalasan berambut ular tersebut bertugas menghukum para roh yang melakukan kejahatan tertentu. Alecto sang dewi kemurkaan dapat menimpakan kegilaan pada manusia. Megaera–dewi kecemburuan, menghukum kejahatan terutama perselingkuhan. Sementara Tisiphone yang disebut penjaga Tartaros paling mengerikan menghukum orang-orang yang melakukan pembunuhan terhadap anggota keluarga.

Thanatos hanya membuang napas mendengar pertanyaan dari dewi angkara murka yang tampak kebingungan dengan perubahan yang terjadi.

"Silau!" Alecto menutup sebelah matanya yang meneteskan darah.

"Apa orang-orang sudah buta?" sambung Megaera. "Siapa yang butuh penerangan di sini?"

Tisiphone membenarkan kedua saudaranya sambil bersedekap. Ular-ular di rambutnya ikut mendesis.

"Ini perintah dari Yang Mulia Hades!" Satu di antara Ker yang duduk di bibir gua menyahut. Bola matanya bergulir ke bawah, meski tidak begitu kentara karena skleranya yang hitam tampak menyatu. "Kalian terlalu lama di Tartaros sampai ketinggalan berita."

Para Erinyes saling berpandangan. Kuriositas yang mereka tunjukkan membuat Thanatos merutuk dalam hati. Dalam wujud apapun, para wanita memang paling senang mendengar gosip.

"Dunia Bawah akan segera memiliki seorang ratu." Thanatos berdeham. "Kita bertugas untuk menyambutnya."

"Ratu?" Alecto menoleh pada Megaera.

"Pasangan Yang Mulia Hades?" Megaera menoleh pada Tisiphone yang memalingkan wajah pada Thanatos untuk meneruskan pertanyaan saudaranya.

"Siapa?"

Thanatos tidak langsung menjawab. Selama beberapa detik ia mematung, menyadari betapa mengerikan tatapan dari Tisiphone yang terus mengucurkan darah lewat mata.

"Tidak ada yang tahu," jawab Thanatos pada akhirnya. "Yang Mulia Hades masih merahasiakannya."

Tiga Erinyes di hadapan Thanatos kelihatan tidak puas, tetapi Ker kembali mengajak mereka bergunjing dan menebak-nebak wanita pilihan Hades.

"Aku rasa seorang dewi. Nimfa tidak mungkin menjadi seorang ratu." Salah-satu Ker bersuara.

"Apa mungkin Aphrodite? Orang-orang bilang dia sangat cantik." Ker lain menimpali sambil berbisik. "Ya, walau menurut kami dia menjemukan."

"Kurasa tidak. Yang Mulia Hades tidak pernah terpikat pada kecantikan. Lagipula, Aphrodite sudah punya banyak pasangan." Megaera yang membenci perselingkuhan menggeleng tegas, menanggapi pendapat Ker. "Setelah berselingkuh dari Hephaestus dan tidur dengan Ares, dewi itu ingin menjadi ratu di dunia bawah? Jangan harap!"

"Megaera benar. Aphrodite terlalu angkuh untuk tinggal di Underworld. Apa mungkin ... Artemis?" tukas Alecto berusaha mengalihkan rasa kesal Megaera.

"Tidak mungkin! Artemis senang berburu di alam bebas. Dewi itu tidak akan senang tinggal di sini. Dia tidak mungkin memanah Cerberos." Ker kembali mencetuskan argumen. "Pendamping hidup Yang Mulia Hades pasti seorang dewi yang kuat dan pemberani. Kemungkinan besar itu Athena."

Kali ini giliran Tisiphone yang menunjukkan wajah tidak senang. Athena sang dewi kebijaksanaan seringkali menggagalkan hukuman yang dijatuhkan Erinyes kepada manusia. Terakhir, mereka harus merelakan seorang manusia yang membunuh ibunya dengan alasan lelaki tersebut membalaskan dendam ayahnya yang mati ditangan sang ibu.

"Menurutku bukan." Tisiphone berkacak pinggang. "Dan kuharap bukan."

Melihat adu pendapat antara Ker dan Erinyes yang tidak kunjung menemukan titik terang, Thanatos memutuskan untuk melerai. Bisa gawat bila pergunjingan tersebut sampai di telinga Hades. Apa kata sang raja bila para bawahannya sibuk bergosip tentang calon ratu mereka sendiri?

"Siapapun yang akan menjadi ratu Dunia Bawah bukan hal yang perlu dipermasalahkan. Bila Yang Mulia Hades telah menetapkan, tidak ada yang bisa membantah." Thanatos menengahi sambil memandang Ker dan Erinyes bergantian. "Daripada membuang waktu dengan menduga perkara yang belum pasti, apa di antara kalian ada yang bisa menyumbangkan ide untuk acara penyambutan ratu? Kita perlu mendekorasi domain ini."

Ker dan Erinyes sama-sama bungkam. Mereka membenarkan ucapan Thanatos dalam hati, meski sama-sama enggan menyuarakan. Setelahnya, para Ker tampak berembuk, sementara Alecto, Megaera, dan Tisiphone masing-masing berkutat dengan pikirannya sendiri.

"Aku punya usul!" Alecto menjentikkan jari. "Bagaimana bila kita mempersiapkan singgasana mewah dari tengkorak manusia untuk sang ratu?"

"Ide bagus!" dukung Ker serempak. "Dan kita bisa menghasi pelataran istana dengan rumput berduri serta tanaman yang mengeluarkan racun!"

Megaera dan Tisiphone mengangguk kompak. "Jangan lupa menjenuhkan ruangan dengan aroma darah manusia yang menyegarkan!"

"Wangi darah ...." para Ker menghidu udara dalam-dalam. "Asyik!"

Thanatos menyimak saran yang diberikan dengan serius. Sejurus kemudian, dewa kematian tersebut mengangguk yakin dan mengulang dalam hati.

Singgasana dari tengkorak manusia. Rumput berduri. Tanaman beracun. Darah manusia. Seulas senyum terbit di wajah Thanatos. Perpaduan yang sangat sempurna untuk menyambut ratu dunia bawah!

💐💐💐

Untuk kesekian kali di pagi ini, Persephone menguap lebar. Semalaman ia tidak tidur sebab meramu nektar spesial sebagai hadiah untuk Artemis. Persephone sudah putus harapan untuk berkunjung ke Olympus sebagai tamu terhormat di perayaan kuil Artemis. Maka sebagai permintaan maaf, Persephone ingin menghadiahkan sesuatu yang istimewa untuknya.

"Persephone, kami berhasil membuat pitanya."

Seorang nimfa duduk di sebelah Persephone, membantunya merangkai bunga iris berwarna ungu yang akan dikirim bersama dengan nektar. Bunga iris yang beragam warna merupakan representatif dari dewi Iris sebagai personifikasi pelangi yang menghubungkan langit dan bumi. Iris ungu melambangkan rasa kekaguman dan kebijaksanaan. Persephone menyertakan buket tersebut sesuai harapannya untuk Artemis.

Bibir Persephone membentuk simpul saat menyelipkan memo kecil di antara untaian bunga. Paketnya telah jadi dan siap diantarkan ke gunung Olympus oleh Hermes Express, gagasan baru Hermes untuk pengiriman paket super kilat.

"Selesai!"

Persephone menyeka peluh dan bangun untuk meregangkan badan. Akan tetapi, tanah yang tiba-tiba berguncang disusul suara gaung yang menggetarkan udara membuat tubuhnya oleng dan tersungkur.

"Suara apa itu?" Persephone menutup telinga. Para nimfa yang ketakutan berlari tunggang-langgang dan kembali ke wujud alaminya masing-masing, meninggalkan Persephone sendirian di tengah padang bunga yang terbuka.

Netra Persephone melebar saat menyaksikan awan hitam membumbung tinggi di langit, disertai dengan lontaran debu dan kerikil yang mencemari udara. Akan tetapi, yang jauh lebih mengerikan adalah makhluk yang menampakkan diri di balik kepulan asap tebal tersebut. Sesosok raksasa berbadan setengah manusia setengah monster.

Persephone menatap gamang pada raksasa yang meliukkan badan dan keluar dari dalam gunung. Di lengannya terdapat sekumpulan naga yang menyemburkan api, sementara di bagian kakinya terdapat ular dengan cairan pekat berbisa. Sekujur tubuh Persephone gemetar hebat. Batinnya berteriak untuk lari dan bersembunyi di dalam kastil, tetapi kakinya mati rasa, bahkan untuk memulai satu langkah saja.

Sementara itu, raksasa Typhon yang berhasil meruntuhkan penjaranya mendengking. Setelah terkekang sekian ribu tahun, monster tersebut meraup udara luar dengan rakus, menukarnya dengan uap panas yang memantik udara menjadi kobaran bola api. Dipandanginya wilayah Sisilia tempatnya bertarung melawan Zeus di waktu lampau. Dendam yang belum tuntas terbersit di matanya yang mengilat marah. Typhon bersumpah akan menghabisi Zeus dan menggulingkan kekuasan Olympia yang merebut pemerintahan Titan atas dunia.

Iris sewarna jelaga membara milik Thypon begulir mengamati satu kawasan di Sisilia yang hijau dan subur, berkebalikan dengan lokasi di sekitar gunung Etna. Labium yang membagi wajahnya menjadi dua belahan asimetris tertarik hingga mencapai sisi kepala begitu matanya menangkap seorang gadis meringkuk di tengah padang bunga. Typhon jelas mengenali dewi dan nimfa. Gadis kecil tersebut tidak berubah wujud menjadi apa pun yang mewakili perwujudan alam, besar kemungkinan dirinya adalah seorang dewi.

Tawa Typhon menggelegar ketika membaca gerak bibir dewi kecil yang menyebut nama Zeus berulang kali. Typhon merungus, membebaskan gas berair di permukaan hidungnya. Entah keturunan langsung dari raja para dewa itu atau bukan, bagi Typhon sama saja. Dewa dan dewi saat ini tunduk dan patuh kepada Zeus dan jajarannya. Melahap gadis mungil tersebut memang tidak bisa menuntaskan rasa laparnya, tetapi cukup untuk menjadi peringatan bagi mereka yang menghambakan diri pada kekuasaan Olympia.

"Ayahanda Zeus, tolong aku ...." Persephone memaksa kakinya bergerak ketika sang raksasa mengarahkan tatapan padanya. "Mama ... datanglah! Ada monster di Sisilia!"

Melihat mangsanya berniat kabur, Typhon segera merentangkan sayap. Raksasa tersebut mengarahkan sebelah tangannya yang panjang ke tanah, tetapi ditahan oleh sulur tanaman yang tahu-tahu membelit.

Persephone yang melindungi diri dengan mengangkat tangan di atas kepala lantas membuka mata, menyaksikan serumpun rumput teki tumbuh tinggi membentuk perisai untuknya. Dewi Musim Semi tersebut menenguk sebentar, mengumpulkan keberanian diri untuk berlari sekuat tenaga.

"Dewi alam rupanya." Typhon semakin tertarik. Sekumpulan naga di bawah lengannya dikerahkan untuk turun mengonyak tanaman tersebut hingga habis tercabik.

"Sedikit lagi!" Persephone menyemangati diri begitu pekarangan kastil mulai terlihat. Akan tetapi, harapannya pupus seketika ketika ekor naga yang dipenuhi sisik keras dan duri-duri tajam menghantam kastilnya hingga hancur dalam sekejap. Gelombang energi dari benturan kuat tersebut membuat tubuhnya terhempas.

Persephone merasakan nyeri menjalar di punggungnya. Belum sempat bangkit, lima naga dengan mulut menganga yang menampakkan taring runcing mengepung dari seluruh penjuru.

Menyaksikan Persephone terdesak, para nimfa segera bertindak. Mereka mengerahkan kekuatan untuk menggerakkan pepohonan demi menyelamatkan sang dewi. Kelahiran Persephone adalah berkat untuk bumi. Apa pun akan mereka lakukan untuk menjaganya tetap hidup, meski harus kehilangan tempat tinggal dan lenyap dari dunia.

Persephone menitikkan air mata ketika melihat pohon-pohon saling berangkulan, membentuk benteng yang melindunginya dari terjangan naga walau harus remuk dilahap api. Hawa panas yang menerpa wajah Persephone semakin terasa ketika satu per satu batang pohon rebah.

Para nimfa yang keluar dari pohon beramai-ramai memeluk Persephone, melindungi sang dewi untuk terakhir kali. Bila abu kayu telah habis terbakar, mereka akan mati dan tidak bisa lagi bernyanyi bersama.

Persephone terisak. Rasa sesak di dadanya semakin menjadi ketika para naga tertawa terbahak-bahak. Seandainya saja ia bisa membuat kutukan dan menyerang, atau paling tidak memiliki kekuatan untuk mengubah diri, hal seperti ini tidak akan terjadi. Para nimfa tidak perlu mengorbankan diri dan mati sia-sia.

Di saat Persephone pasrah dan kehilangan harapan, derap kereta kuda terdengar, bersamaan dengan sebuah dwisula yang melayang di angkasa. Tongkat tersebut diliputi cahaya putih berkilau, menghujam tepat menembus jantung para naga.

Persephone baru akan memundurkan badan untuk menghindari badan naga yang ambruk, ketika sebuah sayap hitam besar terbentang melindunginya. Mata Persephone mengerjap cepat ketika pemilik sayap itu berbalik dan berlutut padanya dengan penuh hormat.

Ketika sayap tersebut mengatup perlahan, tampaklah sesosok lelaki berbadan tegap yang mengenakan baju zirah di hadapannya. Dialah sang pemilik dwisula yang menentang raksasa dengan berani.

"Jangan coba-coba menyentuh ratuku!"

Persephone berusaha bangkit. Dipandanginya punggung lelaki yang berdiri tak jauh darinya itu lekat-lekat. Persephone yakin mengenali suara berat penuh penekanan tersebut.

"Dia ...."

Butiran bening kembali melintasi pipi Persephone saat sang lelaki berbalik dan menampakkan senyum dari balik tudung besi yang menutupi kepalanya.

"Aidēs ...!"

🔱🔱🔱

TBC

Thankyou for reading. Yang Mulia Hades akan bertarung melawan Typhon sebentar lagi. Ikuti terus ceritanya dan  jangan lupa follow sebelum membaca

Fully love, Kireiskye
💐💐💐

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro