💐Prolog 💐

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

🔱Καλή ανάγνωση🔱

Semerbak wangi bunga menguar di udara begitu seorang gadis berlari keluar kastil sambil bersenandung riang. Kaki jenjangnya menapak ringan, menggemburkan tanah. Tiap jejaknya meninggalkan bunga Baby Breath warna-warni yang membentuk pelangi di sepanjang jalan.

Pohon-pohon serta-merta merunduk, menyambut sang dewi dengan ranting yang menekuk gemulai. Rerumputan yang semua menyampir malas pun seketika tegak berdiri, menari mengikuti desir angin yang menyertai dewi berhias kembang mahkota tersebut.

Dialah Persephone, dewi musim semi. Putri kesayangan Demeter, dewi pertanian yang memberkati bumi dan segenap isinya.

Persephone menengadah dan tersenyum kecil, menikmati pemandangan langit biru berhias kilau keemasan di angkasa. Pagi baru saja dimulai, waktu yang tepat untuk menumbuhkan bunga-bunga.

Netra shapire milik Persephone yang memantulkan bias cahaya mentari berbinar laksana intan, berpadu dengan rambut cokelat gelap yang kontras dengan kulit putih dan semburat merah di pipinya. Kembali bersenandung, ia mengitari pekarangan kemudian menuju bukit di belakang kastil. Tujuannya hari ini adalah lemba Nisya di sisi timur pulau Sisilia.

Persephone memelankan langkah dan berjinjit kecil begitu melewati sekelompok jamur madu yang sedang terlelap. Tidak seperti kebanyakan tumbuhan, talus yang menerangi pekarangannya di malam hari itu berisitirahat dari pagi hingga petang menjelang. Mereka terjaga setelah matahari terbenam dan memancarkan pendar serupa lampion di sekitar kastil.

Seekor kelinci yang muncul dari balik semak meloncat kegirangan, membuat Persephone terkekeh tanpa suara dan menempelkan telunjuk di bibir. Ia memetikkan jari pada pohon Kwinsi yang langsung mengulurkan dahan dan membagi padanya buah kuning matang.

"Buah manis untuk yang paling manis." Persephone menyerahkan buah Kwinsi pada kelinci yang menanti penuh harap. Kelinci kecil tersebut menoleh kanan-kiri terlebih dahulu baru kemudian mengambil buah Kwinsi di tangan Persephone dengan malu-malu.

Persephone mengulas senyum simpul saat kelinci di hadapannya berjalan mundur sebagai penghormatan. Sambil memiringkan kepala, Persephone menekuk sebelah kaki dan menarik ujung dress berbalut kembang warna-warni yang ia kenakan.

Melanjutkan langkah yang tertunda, Persephone selanjutnya menapaki bukit. Rumput-rumput di sana terlihat gersang bila dibanding padang yang lain. Mata bulat Persephone membentuk selukis lengkungan disertai gurat samar di dahi. Di puncak bukit tampak beringin tua yang berdiri rapuh dan kesepian.

Persephone mempercepat langkah menuju pohon beringin malang tersebut. Kulit kayunya mulai lapuk dan terbawa angin. Beberapa cabangnya bahkan sudah hancur dan mati. Sungguh sedih menyaksikannya menua seorang diri.

Prihatin dengan nasib beringin purba yang mungkin telah berdiri sejak pertama kali Sisilia dihamparkan, Persephone mengelus permukaan batang pohon tersebut, mengalirkan energi yang membuat serat-serat pembuluhnya beregenerasi dan kembali memadat. Pohon tua yang hampir rebah itu kembali menjadi kokoh seketika.

"Masih ada yang kurang," celetuk Persephone menatap sekelilingnya yang tandus. Sudut bibirnya tertarik. Ia tahu harus merekonstruksi bukit tersebut agar lebih hidup.

Persephone menuruni bukit sambil menari. Seraya memutar badan, kedua tangannya direntangkan, merasakan segenap elemen alami di bukit tersebut. Ia mengembuskan napas perlahan lalu mengangkat tangan tinggi-tinggi. Bersamaan dengan itu, serabut-serabut akar mulai muncul dari permukaan tanah. Batang perdunya menjalar cepat dan tumbuh tinggi, saling menyatu menjadi labirin hijau yang melingkupi segenap badan gunung. Sebagai sentuhan akhir, Persephone menyapukan tangannya membentuk lekukan semu di udara. Daun-daun yang berada di puncak tanaman tersebut saling meliuk dan bertatut membentuk atap labirin.

"Sempurna!" Persephone bersedekap puas lalu beranjak keluar dari istana labirinnya yang telah jadi. Dengan begini, pohon beringin tua di puncak gunung tadi tidak lagi kesepian.

"Persephone!"

Sebuah seruan membuat Persephone menoleh. Di pinggir danau tampak para nimfa yang melambai-lambai menunggunya. Peri alam tersebut menyaksikan labirin yang dibuat Persephone dengan penuh takjub.

Naiad, nimfa air tawar yang menjaga danau serempak melakukan paduan suara, menghaturkan pujian pada Persephone. Sementara Napaea sebagai peri penjaga padang rumput menyambut kedatangan Persephone dengan berbaris membentuk pagar ayu. Sebagai roh dari alam, para nimfa tidak dapat bertahan hidup bila habitatnya rusak. Sebab itu mereka sangat menghormati Persephone dan dewa-dewi lain yang menjaga alam.

Persephone mengulum bibir dan melenggang ke pinggir danau. Nimfa adalah teman yang menemani hari-harinya di Sisilia, terutama bila Demeter atau saudara-saudaranya yang lain sibuk dengan tugas dewata mereka.

"Bernyanyilah, Persephone," pinta para nimfa siap untuk menari.

"Dengan senang hati." Persephone duduk di atas selongsong kayu yang langsung ditumbuhi hamparan lumut tebal bak permadani. Ia menghirup udara dalam-dalam kemudian memulai lagunya dengan suka cinta.

Summer in the hills
Those hazy days I do remember
We were running still
Had the whole world at our feet

Bangkit dari duduknya, Persephone ikut menari bersama para nimfa. Satu keinginan terbesar Persephone yang ia tuangkan dalam bait lagunya adalah bisa keluar melihat dunia. Sisilia memang menyimpan keindahan yang luar biasa, tetapi mendengar cerita Hermes serta petualangan heroik Apollo dan Artemis, hati Persephone tergelitik untuk menyaksikan hal-hal baru di luar padang bunga tempat tinggalnya.

Watching season change
Our roads were line with adventure
Montain in the way
Couln't keep us from the sea

Persephone merentangkan tangan. Matanya terpejam sejenak, membayangkan seluruh wilayah Sisilia yang asri dan terjaga. Persephone tahu harus meredam harapannya. Sebagai dewi minor, Sisilia adalah satu-satunya tempat yang bebas dari ancaman. Sisilia adalah pulau yang diberkati oleh Zeus. Tidak ada seorang pun yang bisa menyakitinya. Setidaknya, begitu yang Demeter tekankan pada Persephone.

Pemandangan kastil yang dikelilingi kebun bunga berganti menjadi lansekap bukit hijau kala Persephone membuka mata dan melanjutkan nyanyiannya.

Here we stand open arms
This is home where we are
Ever strong in the world that we made
I still hear you in the breeze
See your shadows in the trees
Holding on, memories never change

Persephone bernyanyi menghabiskan hari. Harmoni yang mengalun dari suaranya yang merdu menggetarkan udara. Kelopak-kelopak bunga merekah. Pohon-pohon berbuah. Benih biji dan serbuk sari beterbangan terbawa angin untuk kemudian membentuk satu kehidupan baru. Demikianlah, kehidupan di bumi akan terus terjaga oleh nyanyian dan tarian sang dewi bunga.

Akan tetapi, satu hal yang luput dari perhatian Persephone kala itu adalah sepasang mata yang mengamatinya sedari tadi. Seorang pria berpakaian serba hitam yang menggenggam dwisula.

Pria dengan netra obsidian tersebut menunduk, mendapati sulur Mandevilla yang merambat di tanah. Dadanya berdebar kencang menyaksikan bunga tersebut mekar. Untuk kali pertama seumur hidup, setelah ribuan tahun berlalu, hatinya menginginkan musim semi.

🔱🔱🔱
TBC

📜Author Note 📜

Terima kasih telah membaca bagian prolog ini. Sudah tahu dong siapa pria yang mengintip Persephone? Hihi

Setiap akhir cerita akan kusisipkan story info bila memungkinkan. Karena mitologi Yunani ada banyak versi, Spring for Hades punya karakteristik worl building sendiri. Beberapa kurangkum dari internet, ensiklopedia, dan novel. Bagi yang berminat dengan ebook (English ver) silakan chat, nanti kukirimkan via telegram.

Fully love, Kireiskye
💐💐💐

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro