ARC SPESIAL

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[Hadiah Biasa?]

<Author POV]

Seorang gadis kecil bersurai hitam yang mengenakan pakaian belang - belang horizontal bewarna hitam dan putih tengah fokus dengan aktivitasnya sekarang yaitu memasak.

Tiba - tiba sebuah tangan yang menyentuh pundak kanan gadis itu, gadis itu sempat berteriak tapi setelah mengetahui siapa yang menyentuh pundaknya gadis itu kembali tenang.

"A - Al - nii.." serunya.

"Hahahah.... Maaf Karoko apa aku membuatmu terkejut?" tanya laki - laki berambut putih kehitaman pendek yang ada di depan gadis bernama Karoko.

"S - Sedikit..." jawab Karoko gugup.

"Jadi.... Al - nii, nii mau makan apa? Aku sudah membuatkan omelet dan vla vanila untuk nii.." kata Karoko semangat seraya mengangkat dua piring putih yang memilki dua makanan berbeda.

Piring yang ada di kanan ada omelet kuning yang baru saja dibuat, terlihat dari asap putih yang mengumpul disana sedangkan di piring sebelah kiri ada vla vanila, bentuknya hampir sama seperti omelet tapi lebih besar dan panjang serta warna putih susu yang menghiasi bagian atas makanan itu.

"Apa pun yang kau buat akan aku makan.." balas Alfharizy dengan senyuman khasnya.

<Karoko POV>

Aku dan Al - nii sekarang berada di meja makan, menyantap sarapan pagi. Suasana sangat hening, aku lirik Al -.nii dia tengah sibuk melahap sarapan pagi buatanku dengan sangat lahap. Al - nii makan sambil tersenyum tapi baru satu minggu lalu dia mengalami hal yang sangat membuat hatinya sakit tapi..... Kenapa Al - nii tersenyum begitu?

"Ada apa, Karoko? Apa ada masalah dengan cara makanku?" tanya Al - nii tiba - tiba.

"T - Tidak. Tidak ada apa - apa..." jawabku sambil menggelengkan kepalaku dan mengayunkan kedua tanganku ke depan.

"Lalu apa yang membuatmu seperti itu?"

Al - nii bertanya. Sepertinya dia tahu aku sedang memikirkan sesuatu tapi pada saat bersamaan juga Al - nii tidak tahu apa yang aku pikiran.

"B - Begini Al - nii..... Apa Al - nii baik - baik saja?" tanyaku malu.

"Maksudnya??"

"I - Ini soal satu minggu yang lalu pada saat Al - nii ----"

"----Aku baik - baik saja kok, Karoko, kau tidak usah khawatir!" kata Al - nii memotong perkataanku.

"Jujur saja sih. Aku sedikit sakit hati pada saat Nauta meninggalkanku.." lanjut Al - nii sembari memasang ekspresi kecewa.

"I - Ini bukan soal Kak Nauta.."

"Lalu?"

Aku terdiam. Aku tidak berani melanjutkan kalimatku. Aku takut Al-nii marah padaku.

"B - Bukan apa - apa.." lanjutku lirih.

Aku melanjutkan sarapan pagiku, setelah selesai aku bangkit dari kursi dan menuju pintu keluar kamar.

"Karoko, kau mau kemana?" tanya Al-nii.

"A - Aku mau cari udara segar dulu.." jawabku dengan senyuman di paksakan.

Aku menutup pintu kamar setelah mengucapkan itu. Aku berjalan menelusuri setiap lorong yang ada di benteng ini, jujur saja pada saat pertama kali aku datang ke sini, aku benar - benar takjub dengan benteng besar yang di penuhi oleh Pengguna Kekuatan.

Aku berhenti di sebuah aula, aula ini sangat lebar dan juga memilik tinggi yang cukup untuk melompat. Aula ini seperti arena latihan saja.

Aula ini sangat sepi, padahal satu minggu yang lalu banyak orang - orang berkumpul disini, mereka tertawa dan bercanda bersama - sama tapi semua itu hilang setelah satu minggu kemudian.

Seorang laki - laki berambut hitam pergi dari benteng. Kepergiannya membuat semua orang menjadi sedih tapi apa daya mereka tidak bisa mengembalikan ataupun menghentikan laki - laki berambut hitam itu. Mereka hanya bisa diam di tempat, mengutuk diri mereka sendiri yang tidak berguna, tidak bisa membantu satu orang saja. Sementara laki - laki yang pergi dari benteng hanya tersenyum lebar, senyuman yang membuat siapa saja yang melihatnya menjadi tenang.

Aku bersandar di salah satu tiang aula yang berwarna putih dan memiliki motif buah belimbing di kakinya, wajahku aku angkat ke atas langit - langit aula sambil merenungkan sesuatu yang tidak akan pernah terjadi.

"Aku sangat rindu denganmu, Kak Riza..."

<Alfharizy POV>

Aku serahkan semuanya padamu, Al!

Aku menghela nafas panjang setelah mengingat kalimat tadi. Sekarang aku berada di lantai keenam dari benteng ini, benteng ini memiliki tujuh lantai besar dan juga ruangan. Lantai yang aku tempati sekarang adalah lantai keenam atau ruang kami semua latihan. Di sudut ruangan ada sebuah jendela yang terbuat alami tanpa kaca pembatas tapi ada pagar pembatas yang terbuat dari beton.

"Tidak ada gunanya memikirkan hal itu sekarang, Alfharizy..."

Aku memutar kepalaku ke belakang dan mendapati laki - laki berambut hitam dengan mantel putih dan pedang putihnya.

"Ternyata kau, Igo.."

"Biar aku tebak..... Kau pasti memikirkan kejadian yang terjadi satu minggu lalu.." kata Igo.

Aku hanya diam, Igo menutup kedua matanya tandanya dia sudah selesai. Igo mendekat ke tempatku dan ikut memandang di luar lewat jendela beton ini.

"Sekeras apa pun kau memikirkannya, dia tidak akan pernah kembali..."

"Aku tahu. Hanya saja aku...... Aku tidak bisa menerima semua ini dengan mudahnya. Aku----"

"------Hadapilah Alfharizy. Riza sudah pergi dan kita tidak bisa menghentikannya!" bentak Igo dengan nada pelan yang memotong kata - kataku.

".........."

".........."

Aku maupun Igo tidak lagi bicara setelah itu, maksudku tidak ada yang harus kami bicarkan.

"Aku rasa..."

"Hmm??" dehem Igo mendengarku menghentikan kata - kataku.

"..... Aku rasa yang selanjutnya adalah aku!" lanjutku.

"Kenapa kau berpikir seperti itu?"

"Coba kau pikiran, semuanya di mulai dari yang kuat dan aku yang ketiga di timku. Yang pertama adalah Pembimbing Cry dan yang kedua adalah giliran Riza pergi, kurasa berikutnya adalah aku..." jelasku.

Igo hanya diam menatapku malas. Jujur saja itu membuatku seperti di kacangi.

"Hei Alfharizy, bagaimana keadaan Rena? Apa dia bisa menerima kepergian Riza?" tanya Igo tiba - tiba.

Aku tidak menjawab pertanyaan Igo, sekali lagi Igo menutup kedua matanya dan kembali memandang ke luar benteng.

"Komandan Igo!!" panggil seseorang yang baru datang.

"Ada apa?" tanya Igo sembari membenarkan cara berdirinya.

"Semuanya sudah siap untuk pengintaian, tinggal menunggu perintah dari anda, Komandan. Komandan Alfharizy selamat pagi!!" katanya memberi hormat kepada kami.

Igo membalikkan badannya lalu menyentuh pundak kananku.

"Biar aku sarankan untuk tidak terlalu memikirkannya dan juga...... Bukan kau saja yang sedih melihat kepergian Riza.." setelah membisikkan itu Igo membalikkan badannya dan berjalan menuju lantai bawah.

"Sial. Seharusnya aku mengerti! Memangnya apa yang aku lakukan selama 3tahun ini. Bodohnya aku mengira hanya aku saja yang merasa bersalah atas kepergian Riza, sial!"

[Sudahlah Tuan. Tidak ada gunanya mengutuk dirimu lebih baik kita cari gadis aja, heheheh]

(Hei Pure, kau melakuan candaan di waktu yang salah!)

[Namanya cuma bercanda (-_-)]

"RIZY!!!" panggil seseorang dari pintu masuk lantai.

Orang itu berlari ke arahku seperti baru saja melihat hantu.

"Apa ada masalah, Deni?" tanyaku bingung.

"Ini bahaya. H - H - H----"

"-----APA?!!!" potongku.

"Hadiahnya hilang!!!!"

"APA?!!!!!"

<Karoko POV>

"Hadiah? Untuk siapa?" batinku bertanya setelah menguping pembicaraan Al - nii dengan Deni - san.

"Kenapa bisa hilang?" tanya Al - nii dengan raut sangat terkejut.

"Itu karena gerobak yang mengirim hadiah itu di bajak oleh sekelompok bandit yang ada divperbatasan bagian timur Porean..." jawab Deni - san masih dengan ekspresi yang sama dengan Al - nii.

"Siapa yang berani membajak hadiah milik Karoko!"

"Eh? Untukku?"

<Author POV>

Alfharizy dan Deni berlari kecil keluar benteng dan ingin pergi ke Porean. Di depan benteng sudah menunggu Karoko dan dua orang lagi.

"Karoko, apa yang kau lakukan di depan sini dan juga kenapa dia juga ada di sini?" tanya Alfharizy dengan raut wajah malas sambil menunjuk seorang laki - laki berambut hitam yang ada di samping kiri Nauta.

"A - Apa kau masih membenciku?" tanyanya.

"Tidak. Hanya saja aku masih tidak terima bila Nauta lebih memilihmu ketimbang aku..." jawab Alfharizy malas.

"Hei Rizy, kita tidak memiliki banyak waktu lagi kita harus segera pergi!!" cetus Deni.

"Aku ikut.."

"Hah?!!!" pekik Alfharizy mendengar Karoko mengucapkan itu.

"Itu untukku'kan.." lanjutnya.

Aku hanya menghela nafas melihat kebulatan tekad Karoko. Tapi darimana dia mengetahui itu untuknya?

"Cepatlah Rizy, kita tidak memiliki banyak waktu lagi.." kata Deni yang membuyarkan lamunan Alfharizy.

"Ah! Ayo cepat nanti keburu di buka oleh tangan yang salah!" cetus Alfharizy terkejut.

"Tenang saja Rizy, aku sudah menyiapkannya kok.." kata Nauta sambil mengedipkan satu matanya kepadaku.

"Hah?"

"Maaf membuat kalian menunggu..."

Pada waktu bersamaan seorang gadis bertudung kucing datang dari belakang Nauta.

"Bisa kita mulai sekarang?" tanyanya.

"Syukurlah kau ada Laras.." kata Alfharizy lega.

<Alfharizy POV>

Cahaya merah muda yang sangat terang menyilaukan pandanganku, pada saat aku membuka mataku aku.... Kami sudah berada di atas bukit.

"Cepat sekali sampainya?"

"Rizy, itu meraka.." kata Deni yang menunjuk sekelompok pria yang tengah berpesta.

Mereka mengenakkan koas merah dengan jaket kulit berwarna hitam, di lengan kirinya mereka ada tali merah yang mengikat.

"Pain ya..." seru laki - laki yang ada di dekat Nauta.

"Hei Hyaku, aku ada tugas untukmu. Aku ingin kau dan lainnya melawan anak buah mereka sedangkan aku.... Aku akan melawan bos mereka!"

Semuanya menggangguk kecil.

"Berpencar!!!!"

<Author POV>

Api hitam tiba - tiba jatuh dari langit di atas tempat api unggun yang menyala. Nyala api unggun hitam itu membuat semua anggota Pain yang ada di sana terkejut.

"Siapa yang melakukan?" tanya pria yang merupakan pimpinan disana.

Pada waktu bersamaan cahaya hitam berlapis kuning gelap keluar dari tanah dan meledak atau terpecah menjadi butiran - butiran cahaya hitam yang berlapis kuning gelap. Semua butiran itu menghujani semua anggota Pain yang ada di dekatnya.

"Siapa kau?" tanya pemimpin itu.

"Namaku Alfharizy dari Divisi Dua Pasukan Pemberontak dan dia adikku Karoko..." jawab Alfharizy yang muncul di depan pemimpin Pain bersama Karoko.

"Panggil saja Max..." kata pemimpin bandit itu.

<Deni & Laras POV>

Deni dan Laras menyerang di sisi kanan camp, serangan mereka terhenti setelah batu keras terbang dan menghentikan irama serangan.

"Tidak akan aku biarkan kalian lebih dari ini..." kata pria berkepala plontos.

"Hei Laras, ada apa dengan wajahmu itu?" tanya Deni melihat ekspresi Laras kepada pria botak yang ada dihadapan mereka.

"Aku benci pria yang botak.." jawab Laras seraya memasang ekspresi jijik.

"APA KAU BILANG?!" teriak pria botak itu sambil melompat ke depan Deni dan Laras.

"AKU BENCI PRIA BOTAK!!!!" bersamaan dengan itu muncul palu hitam raksasa di atas pria botak itu dan menghantamnya.

Cahaya merah bercampur orange keluar dari ujung telapak tangan kiri Deni. Cahaya itu terbang mengelilingi cahaya botak itu dan melilitnya.

<Hyaku & Nauta POV>

Hyaku maju bersama Nauta menyerang beberapa anggota Pain yang ada di depan mereka. Hyaku menciptakan tebasan hijau dan Nauta hanya melancarkan serangan biasa tapi mematikan.

Sebuah pasak es terbang di belakang Nauta, Hyaku bergerak dengan sangat cepat menghancurkan pasak es itu dengan pedang hitamnya.

"Terimakasih Hyak----" perkataan Nauta terhenti setelah melihat Hyaku menatap tajam sang pemilik pasak es.

"H - Hei Hyaku, aku baik - baik saj---" perkataan Nauta kembali terhenti setelah melihat Hyaku tiba - tiba saja menerjang ke arah sang pemilik pasak es.

Hyaku menciptakan tebasan hijau super besar dan mementalkan sang pemilik pasak es itu, Nauta yang melihat itu hanya bisa tersenyum kecut.

"Aku rasa sifat buruknya belum hilang sepenuhnya..."

<Alfharizy & Nauta POV>

Alfharizy menciptakan perisai hitam di depannya menahan pasak petir yang terbang ke arahnya.

"Karoko..." panggil Alfharizy.

Pada saat bersamaan Karoko menghilang di belakang Alfharizy. Max melompat ke belakang pada waktu bersamaan kaos kuningnya robek habis tertebas. Max menciptakan pasak petir diatasnya dan memerintahkan semua pasak petir itu jatuh. Sekarang Max di kelilingi petir yang menari - nari di tubuhnya.

"Karoko, kau baik - baik saja?" tanya Alfharizy.

"Aku baik - baik saja kok, Al - nii. Tuan Pure menyelamatkanku.." jawab Karoko sambil melirik pria berambut putih panjang yang mengenakan pakaian putih dan celana putih.

"Sudah menjadi tugas saya melayani anda dan juga Tuan, Nona Karoko.." kata Pure sopan.

"Baiklah kalau begitu, saatnya mengakhiri ini segera..." seru Alfharizy dengan nada serius.

"Seharusnya aku yang mengatakan itu!"

Tzzzzzz....

Seketika itu juga percikan petir kuning yang ada di sekujur tubuh Max menjerit kuat.

Max mengangkat kedua tangannya ke depan dan membuka telapaknya, bersamaan dengan itu tercipta pasak petir kuning yang sangat lebar.

Atzzzssz.....

Petir hitam dan putih tiba - tiba keluar di kedua tangan Al dan menari di sana.

Petir Kegelapan Putih

Alfharizy mengayunkan kedua tangannya ke depan, seketika itu juga petir hitam dan putih itu menyambar ganas ke depan beradj kuat dengan pasak petir Max.

Al mengangkat tangan kanannya ke depan dan membuat petir hitam dan putih menjerit disana.

Petir Dewa Pemusnah

Atzzzssz....

Blaaaaar.....

Ledakan yang sangat hebat terjadi di depan Alfharizy dan Karoko. Kedua petir itu berhasil mengenai Max dengan sangat telak.

Tzzzzzz....

Pasak petir kuning tiba - tiba tercipta di atas Alfharizy dalam ukuran sedang tapi sangat dekat.

"Apa??!" pekik Alfharizy yang terkejut melihat pasak petir itu sementara Max tersenyum penuh kemenangan.

"MATI KA---"

Duag...

Perkataan Max terhenti setelah Karoko tiba - tiba menendangnya dari belakang dan membuatnya pingsan, pada waktu bersamaan pasak petir yang ada di atas Alfharizy menghilang.

<Author POV>

Alfharizy dan lainnya telah kembali ke benteng atau markas besar Pasukan Pemberontak, mereka semua kembali dengan membawa sebuah kotak kecil berwarna hitam dengan garis putih menyilang dan pita hitam yang mengikatnya.

"Neh Al - nii memangnya Al - nii ingin memberiku apa?" tanya Karoko tiba - tiba membuat Alfharizy berkeringat banyak.

"Kenapa t - tidak kau lihat sendiri?" saran Alfharizy seraya memberi kotak hadiah kepada Karoko dengan berkeringat banyak.

Karoko menerima hadiah pemberian Alfharizy dan membukanya.

"Pulpen????"

Semuanya terkejut dengan isi kotak itu yang ternyata adalah sebuah pulpen. Pertarungan itu hanya untuk pulpen.

"Al - nii, kenapa Al - nii memberiku ini?" tanya Karoko masih menatap pulpen yang menjadi hadiah.

"S - Soalnya aku merasakan kasihan pada saat kau kesulitan mengingat resep makanan milik Gina. J - jadinya aku membelikan itu untukmu..." jawab Alfharizy seraya menggaruk pipinya yang tidak gatal.

Semuanya terkejut melihat senyuman yang terukir di bibir Karoko, bukan itu saja terlihat setitik airmata yang jatuh.

"Walaupun hanya sebuah pulpen itu sudah cukup untukku, aku bersyukur ada orang yang mengingat hari ulangtahunku dan memberiku hadiah. Al - nii.... Terimakasih ya!" kata Karoko tersenyum.

Alfharizy ikut tersenyum lalu senyumannya menjadi lebar.

"Sama - sama, Karoko..."








Hadiah tidak dipandang dari seberapa mewahnya hadiah itu melainkan seberapa tulus kau memberikannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro