DUA BELAS

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

🏵️Happy Reading🏵️
.
.


"Tuan, Minhyuk sudah sadar tiga jam yang lalu dan meeting kita sudah usai. Apakah kita akan menjenguk Minhyuk?" Wonho yang sedang menyetir melirik Donghae melalui spion dalam mobil.

Mereka baru saja menyudahi pertemuan dengan kolega bisnis dan kini sedang terjebak macet di pusat kota. Donghae sendiri tampak sibuk dengan ponselnya dan tak menggubris Wonho yang mengajaknya berbicara.

"Tuan." Lagi Wonho mencoba untuk mengalihkan atensi Donghae.

Donghae mendengus kesal saat Wonho mengganggu fokusnya. "Berhenti mengusikku!"

"Maaf, Tuan. Bukan maksudku mengusik. Hanya saja kemana kita akan pergi setelah ini? Tidakkah lebih baik ke rumah sakit? Karena Minhyuk sudah sadar sedari tiga jam yang lalu." Dengan sabar Wonho mengulang perkataannya sembari fokus menyetir.

Mengusap wajahnya kasar, Donghae berucap, "Anak itu sungguh membuatku pusing. Kalau begitu antar aku ke rumah dan kau pergilah ke rumah sakit untuk menjemputnya." Donghae lantas kembali menatap layar ponselnya.

"Maksud, Tuan?" Wonho tak paham, apa dia ke rumah sakit sendiri sedangkan yang sedari tadi ditanyakan Minhyuk adalah Donghae.

"Jemput Changkyun, Ara dan Minhyuk. Bawa mereka pulang dan biarkan Minhyuk dirawat oleh Dokter Son." Donghae menghela napas.

"Ada apa denganmu, Wonho-ya? Mengapa kau sulit sekali menangkap maksudku? Apa yang kau pikirkan?" tanyanya tak puas dengan reaksi Wonho.

"Maafkan aku, Tuan. Tidak akan kuulangi lagi," ucap Wonho penuh sesal.

Wajar saja jika Donghae menegur Wonho. Karena pada nyatanya Wonho adalah tipe yang tidak mudah lamban dalam menanggapi maksud seseorang. Donghae yakin ada yang sedang dipikirkan oleh pria yang satu tahun lebih muda darinya itu.

***


Seperti yang diperintahkan Donghae, kini Wonho tengah mengendarai mobilnya menuju mansion. Di sebelah kanannya terdapat Changkyun yang sibuk bermain ponsel. Sedangkan di belakang kemudi terdapat Minhyuk yang tengah bersandar di bahu Ara, anak itu tertidur begitu lelap.

"Mengapa Donghae Oppa tidak datang ke rumah sakit dan malah menyuruhmu membawa Minhyuk pulang?" tanya Ara sembari mengusap kepala Minhyuk pelan agar anak itu tidak terbangun.

Wonho berdeham pelan. "Maaf Nona aku tidak tahu alasan lain Tuan Donghae selain seperti apa kukatakan sebelumnya, kau tahu sendiri jika Tuan Donghae tidak suka berurusan dengan rumah sakit," balas Wonho tanpa mengalihkan pandangan dari jalan di depannya.

"Donghae Hyung benci rumah sakit, dan hanya Dokter Son yang dia percaya." Changkyun yang semula sibuk dengan ponselnya kini angkat bicara.

"Begitukah? Mengapa aku tak tahu soal itu?" ucap Ara seolah bertanya pada diri sendiri.

"Jangankan engkau, Nona Ara. Aku saja yang sudah hidup selama dua belas tahun bersamanya saja tidak tahu." Wonho terkekeh pelan saat Ara terlihat kesal karena tidak tahu satu fakta tentang Donghae.

"Aish ... dia selalu saja begitu. Tidak mau terbuka ke semua orang, bahkan kekasihnya sendiri," ujar Ara kesal.

Wonho maupun Changkyun hanya tertawa pelan menanggapi kekesalan Ara. Suasana yang semula suram kini kembali normal saat ketiganya mulai memulai obrolan ringan sembari menghabiskan waktu untuk sampai ke tujuan.

Tak terasa mobil yang mereka kendarai telah memasuki area mansion. Changkyun lebih dahulu turun dari mobil dan berlari kecil memasuki mansion, ia lupa jika besok ada tugas yang harus dikumpulkan. Wonho keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Ara, berniat untuk menggendong Minhyuk ke kamarnya karena anak itu tampak lelap dalam tidurnya. Namun, belum sampai Wonho menyentuh lengan anak itu, Minhyuk justru membuka matanya perlahan dan mengerjap.

"A-apa sudah sampai?" tanyanya setelah membuka mata sepenuhnya.

Wajah Minhyuk yang khas orang bangun tidur membuat Ara gemas dan mengusap rambut Minhyuk pelan.

"Iya, sudah sampai. Ayo turun biarkan Wonho Oppa menggendongmu ke kamar," kata Ara lembut.

Minhyuk mengernyit kemudian menatap Wonho yang sudah berada di depan pintu mobil sembari tersenyum ramah padanya.

"Tidak mau! Aku bisa berjalan sendiri!" tolak Minhyuk saat tahu dirinya akan digendong.

"Hei ... kau sedang sakit. Dari sini menuju kamarmu cukup jauh, Minhyuk-ah," tukas Wonho saat tahu ia mendapat penolakan.

Minhyuk menggeleng tegas. "Tidak, Hyung! Aku memang sakit tapi aku tidak lumpuh, jadi aku bisa berjalan sendiri," seru anak itu bersikukuh.

Wonho dan Ara menghela napas secara bersamaan. Ternyata di antara banyaknya perbedaan Minhyuk dan Donghae, mereka memiliki satu kesamaan. Yaitu sama-sama keras kepala.

"Baiklah jika itu maumu. Berjalanlah sendiri." Wonho menyerah dan memberi jalan bagi Minhyuk untuk keluar.

Meski tak menggendong, Wonho tetap berjalan di belakang anak itu untuk berjaga-jaga jika ia tak mampu berjalan.

"Aku benci bau rumah sakit. Tapi aku juga tidak suka rumah ini," gerutu Minhyuk yang masih terdengar sampai ke telinga Wonho.

"Tak apa jika kau tak menyukainya. Tapi yakinlah aku akan selalu berada di sisimu," ucap Wonho lantas merangkul bahu Minhyuk.

Meski agak terkejut karena Wonho mendengar ucapannya, Minhyuk akhirnya tersenyum. Ia merasa beruntung bisa mengenal orang seperti Wonho, baik hati dan penuh kasih sayang. Di lain sisi ia berharap jika suatu saat Donghae bisa menyayanginya seperti Wonho. Bukankah itu lebih menyenangkan?

***

Malam dengan bulan purnama yang indah. Biasanya Minhyuk akan berdiri di depan jendela kamarnya. Karena dari sana ia dapat memandang rembulan dengan sepuas hati.

Namun, sepertinya tidak untuk hari ini. Karena dokter bermarga Son tadi sudah menancapkan jarum infus ke dalam punggung tangannya. Dan rasanya sakit sekali jika ia menggerakkan tangan itu sedikit saja. Alhasil ia hanya bisa terduduk dengan membaca komik menggunakan tangan kanan yang bebas dari jarum. Ia tak perlu belajar karena Wonho bilang jika besok dia tidak perlu masuk sekolah untuk pemulihan lukanya.

Minhyuk menghela napas dan melempar komik di tangannya ke sembarang arah.

"Astaga ... aku bosan," gerutunya saat membaca komik sudah tidak mempan untuk mengusir rasa bosannya.

Pandangannya tertuju pada jendela kamar yang kini tertutup rapat. Secara perlahan ia bangkit dari ranjangnya, berdiri kemudian berjalan ke arah jendela secara perlahan. Tak lupa ia juga menuntun tiang infus di sebelah kirinya. Tangan kanan ia gunakan untuk membuka daun jendela di depannya. Angin malam langsung menerpa wajah Minhyuk begitu jendela terbuka sepenuhnya.

"Begini lebih baik," ujarnya saat mendapati pemandangan di luar jendela benar-benar tidak mengecewakan.

Jika sudah seperti ini, Minhyuk akan betah berlama-lama berdiri di sana dan menatap ke luar jendela. Di saat seperti inilah segala hal acak mendatangi pikirannya. Akan tetapi, yang lebih sering ia pikirkan adalah sebab dari Donghae membencinya. Berulang kali Minhyuk mengingat kesalahan apa yang sudah ia perbuat, tapi nyatanya ia sendiri sudah lupa bagaimana kehidupan masa kecilnya. Hanya beberapa saja yang mampu ia ingat. Ingatan paling banyak adalah ketika ia tinggal bersama keluarga Kihyun.

"Sudah malam, mengapa belum tidur?"

Sebuah suara menyapa pendengaran Minhyuk dari belakang, membuat anak itu terlonjak karena terkejut. Ia semakin terkejut saat tahu siapa yang datang ke kamarnya.

"Do-donghae Hyung," ujar anak itu terbata.

Bagaimana tidak terkejut? Donghae datang ke kamar Minhyuk tanpa menimbulkan suara. Dan dia berpakaian serba hitam layaknya penjahat yang melukai Minhyuk siang tadi. Rasa takut pasca kejadian siang tadi baru saja hilang, namun kini muncul kembali saat melihat penampilan Donghae.

Donghae menatap heran pada Minhyuk yang nampak ketakutan.

"Ada apa denganmu? Mengapa menatapku seperti itu?" Lagi Donghae bertanya.

"A-aku takut. Ahjusshi itu berkata akan membunuhku." Minhyuk berucap dengan mata berkaca-kaca.

Donghae menatap Minhyuk dari atas sampai bawah. Tubuh anak itu bergetar hebat dengan pandangan tak fokus.

"Minhyuk-ah ...." Tangan Donghae bergerak menyentuh bahu Minhyuk, membuat anak itu refleks memundurkan langkah.

"Yak! Sadarlah!" Dengan sedikit paksaan, Donghae menggenggam lengan Minhyuk hingga anak itu menatapnya.

Minhyuk menatap Donghae dengan mata berkaca-kaca."Donghae Hyung, ternyata Donghae Hyung," ujarnya lega begitu tersadar jika yang berada di hadapannya adalah sang kakak.

Sirna sudah bayang-bayang tentang sosok menyeramkan itu, berganti dengan rasa senang karena Donghae mengunjungi kamarnya.

Donghae menghela napas lantas menarik lengan Minhyuk dan menuntunnya menuju ranjang.

"Tidurlah dan jangan memikirkan hal aneh," titahnya tegas.

Minhyuk tak membantah, anak itu segera menarik selimut hingga sebatas dada. Ia tak langsung memejamkan matanya, dia justru asik memandangi sang kakak yang kini sibuk menutup jendela kamar yang tadi terbuka. Ini adalah kali pertama Donghae memperlihatkan perhatian padanya. Oh ... apakah ia bermimpi? Mungkin tadi Minhyuk ketiduran ketika membaca komik dan kini tengah bermimpi tentang Donghae yang memberikan perhatian padanya. Iya, dia pasti bermimpi.

Minhyuk mencubit lengannya, untuk membuktikan jika dirinya bermimpi atau tidak.

"Aw ... sakit!" Desisnya saat rasa sakit menjalar begitu lengannya ia cubit dengan keras.

"Ada apa?" Donghae yang baru saja selesai mengunci jendela. Dilihatnya Minhyuk sedang mengaduh kesakitan sembari memegang lengannya.

Minhyuk menggeleng saat tahu Donghae menangkap tingkah anehnya.

"Tak apa. Kukira aku bermimpi, ternyata semuanya nyata. Aku senang karena kau datang ke sini, Hyung," ucapnya tersenyum lebar.

Donghae tak ambil pusing dengan ucapan Minhyuk dan mendudukkan diri ke atas sofa yang ada di kamar berukuran besar tersebut.

"Apa yang kau lihat? Tutup matamu dan tidurlah," pungkas Donghae begitu tahu jika dirinya diperhatikan.

Bukannya malu karena tertangkap basah sedang memperhatikan sang kakak, Minhyuk justru tersenyum cerah dan berkata, "Aku melihatmu, Hyung. Karena Hyung tampan seperti Appa," sahutnya kemudian.

Donghae mengernyit. 'Manis sekali mulut anak ini," pikirnya.

Sembari merebahkan diri di sofa, Donghae berucap, "Jika kau tak mau tidur, maka aku akan pergi."

"Jangan! Baiklah aku akan tidur!" Dengan cepat bocah itu menyahut, ia tak mau Donghae meninggalkan kamarnya.

Momen langka semacam ini haruslah Minhyuk manfaatkan untuk mendekatkan diri dengan sang kakak. Minhyuk selalu menunggu masa di mana dirinya bisa dekat dengan Donghae dan bersikap layaknya saudara pada umumnya. Mungkin saat ini adalah awal dari masa itu.

"Bisakah kau berhenti menatapku?" ucap Donghae saat mendapati Minhyuk masih menatapnya.

Minhyuk menggeleng, "Maafkan aku, Hyung. Tapi aku tidak bisa berhenti menatapmu. Jadi biarkan aku menatapmu sebentar. Aku janji setelah ini akan tidur," ucapnya penuh kesungguhan.

"Terserah."

Tak mau ambil pusing, Donghae memutuskan untuk memejamkan mata dan menyamankan posisi berbaringnya. Malam ini ia akan tidur di kamar Minhyuk. Tak ada alasan pasti, ia hanya merindukan suasana kamar ini. Karena dulu dialah yang menjadi pemiliknya.

Di lain sisi, Minhyuk tak henti-hentinya memandangi wajah Donghae. Senyum cerah tak lepas dari wajah manisnya itu. Biarlah, dia ingin menikmati momen langka ini barang sejenak.

"Jaljayo, Hyung." Itulah kalimat yang meluncur dari bibir Minhyuk tepat sebelum anak itu menutup mata sepenuhnya.

Hai aku balik. Maaf ya lama up nya🙃

Dan aku juga gak mau ngomong banyak. Lagi males ngetik curhatan 🙃

Sekian terima kasih 🙃

Bonus picture😘

Salam

VhaVictory and porumtal
(22-12-2019)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro