01. Don't cry, Baby

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seorang gadis sedang mengusap sisa-sisa air mata yang menetes dari mata cantiknya, ia menatap jejeran buku-buku yang ada di hadapannya dengan tatapan yang sulit diartikan. Setelah itu, tatapannya beralih pada buku novel yang tadinya ia baca dan terjadi perdebatan kecil dengan seseorang yang amat sangat ia sayangi. Alhasil, ia hanya fokus menangis seorang diri tanpa memedulikan buku yang sudah tertutup.

Sang Pembuat Luka meninggalkan setelah kata-katanya berhasil menusuk luka yang belum kering di hatinya. Rasa perih dan sesak berhasil merangsek masuk ke dalam dadanya, inikah yang namanya mencintai? Gadis itu memegang dadanya yang berdenyut nyeri, tanpa sadar tangannya mengepal seolah-olah rasa sakit yang ia rasakan bisa menguap.

Nyatanya ia salah, gadis itu mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Seiring kepalan tangannya mengerat, lara itu semakin menggerogoti hatinya. Air matanya menetes dari pelupuk matanya, ia kalah lagi.  Ia menenggelamkan wajahnya di dalam lipatan tangan yang ia buat di atas meja. Gadis itu menikmati lara yang ia terima seorang diri.

"Ashila."

Panggilan seseorang membuat gadis itu menghentikan tangisnya dan mengusapnya dengan perlahan. Ia menghadapkan wajahnya ke tembok guna menghindari pertanyaan-pertanyaan yang akan ia dapatkan. Gadis bernama Ashila itu menghela nafasnya pelan dan menoleh ketika merasakan punggungnya ditepuk perlahan.

"Lo nangis?!" sergapnya.

Ashila mencoba menggeleng dan tersenyum, hanya saja hal itu tidak langsung membuat gadis di depannya  percaya. "Ayo kita balik ke kelas," kata Ashila berdiri dan menaruh kembali buku yang ia ambil di rak.

"Lo nangis kenapa? Gara-gara Genta lagi?"

Ashila hanya menghela nafasnya pelan, ia menatap sahabatnya. Sahabatnya yang tau segalanya tentangnya, tentang hubungannya dengan seseorang yang ia cintai dan tentang bagaimana dirinya sangat mencintai cowok itu- Rayya tahu semuanya.

"Ayo ke kelas."

Rayya menatap wajahnya dan mengangguk, ia bersyukur karena perpustakaan sekolah sangat sepi karena ini adalah jam pelajaran. Kelas Ashila dan Rayya sedang tidak ada guru membuat mereka bebas ke perpustakaan, ataupun ke kantin selama tidak ada guru yang memergoki mereka.

***

Matahari sudah berada di atas kepala, hanya saja seorang cowok tengah bermain bola basket di saat cuaca sedang panas. Ia tidak peduli apapun, ia seakan tengah melampiaskan sesuatu. Ia melempar bola ke ring kuat-kuat, hingga bola menabrak papan yang ada di belakang ring. Kuat lemparan bolanya membuat suara yang dihasilkan cukup keras.

"Genta! Panas woy, ntar lo item."

"Hooh, tahu tuh ntar Ashila nggak mau lagi sama lo!"

"Gue tikung kalau Genta udah item!"

Teriakan sahabat-sahabatnya yang ada di bawah pohon membuat Genta menatap mereka tajam, apalagi saat mereka membawa nama Ashila. Genta langsung melemparkan bola ke arah sahabat-sahabatnya membuat ricuh di seberang sana, gelak tawa dari sahabat-sahabatnya membuat Genta menghela nafasnya pelan dan menghampiri mereka.

Seseorang melemparkan botol mineral air dingin ke arahnya yang tentu saja langsung ditangkap dan diminum oleh cowok itu. Peluh yang menetes dari pelipisnya menambah aura ketampanan Genta, "punya siapa?"

"Ashila, tadi gue abis dari kantin dan ketemu dia."

Deg deg deg.

Jantung Genta berdetak dua kali lebih cepat mendengar nama seorang gadis yang beberapa waktu lalu ia temui, yang saat ini pun sudah menjadi kekasihnya. Genta duduk di samping sahabat-sahabatnya dan menaruh air mineral di sampingnya.

Ia mengusap peluh yang menetes dengan telapak tangannya, tatapannya tanpa sengaja mengarah ke koridor sebelah timur yang mana terdapat seorang gadis yang tengah menatapnya dengan senyuman yang menghiasi bibirnya. Tanpa sadar, dirinya tersenyum tipis. Namun, setelahnya ia mengerutkan kening saat salah satu teman gadis itu menghalangi pandangannya. Kenapa hal itu tampak sengaja?

Genta mencoba mengabaikan hal itu dan kembali meminum air mineralnya. Di sampingnya, sahabat-sahabatnya tengah bersenda gurau.

"Gue bukan Genta ya!"

Genta menatap tajam sahabatnya yang berbicara menyebut namanya, yang ditatap hanya terkekeh kecil.

"Tatapanmu mengalihkan duniaku," kata Danu.

Genta mengernyit jijik mendengar kalimat yang keluar dari bibir Danu, begitu pula dengan Gerry dan Leo. "Gue ke kelas," kata Genta dan segera beranjak dari duduknya.

***

"Rayya! Tadi gue tuh lagi liatin Danu gue, lo malah halangi pandangan gue!" ujar seorang gadis dengan rambut sebahu dengan kesal, kakinya dihentak-hentakkan ke lantai.

Rayya memutar bola matanya malas mendengar penuturan dari sahabatnya, dilihatnya Ashila yang sedang bersenandung di samping Arzia. Rayya mengatupkan bibirnya rapat-rapat, sahabatnya masih baik-baik saja meskipun berkali-kali dilukai.

"Pulang sekolah, ke toko buku kuy!" ajak Arzia.

"Boleh, boleh ... sekalian gue mau beli novel, lo ikut nggak La?" tanya Rayya menatap Ashila yang masih fokus dengan kegiatannya.

Ashila berhenti bersenandung dan menatap wajah kedua sahabatnya bergantian, ia tidak mendengarkan apa yang mereka bicarakan. "Kenapa?" tanyanya dengan polos membuat Arzia yang ada di sampingnya mencak-mencak.

"Gue ngomong nggak di dengerin, jahat lo."

Ashila menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "ya sorry,  emang mau apa?" tanya Ashila dengan kekehan kecilnya, Rayya yang mengerti perasaan gadis itu hanya tersenyum simpul.

"Ke book store," jawab Arzia.

"Nggak tahu deh, gue belum ngomong sama Genta. Emang kalian mau cari apa?" ujar Ashila membuat Arzia membulatkan matanya.

"Gitu aja harus izin?" tanya Rayya.

"Ih gitu amat, gue jadi nggak mau pacaran deh. Serem banget," sahut Arzia membuat Ashila tersenyum kecil. Ashila yang paling tahu dirinya sendiri, ia paling tahu apa yang dirinya butuhkan.  So, jangan pernah menyalahkan atau sampai menghakimi. Kamu nggak tahu apa-apa, lebih baik diam.

Ashila sangat menyayangi Genta, jauh sebelum Genta melihat keberadaan. Ia tidak peduli seberapa sakitnya untuk mendapatkan kebahagiaannya. Setidaknya, setelah bersama dengan Genta ia menjadi tahu bagaimana rasanya mengalah untuk orang yang ia sayangi. 

"Serius lo nggak ikut?"

Pertanyaan Rayya membuat dirinya tersadar dan mengangguk, "nanti gue pinjem novel lo aja," kata Ashila dengan kekehan kecilnya, Rayya hanya tersenyum kaku menanggapinya. Sepertinya Rayya tahu, jika sebenarnya Ashila ingin sekali ikut. Hanya saja terhalang oleh kekasih yang sangat dicintainya.

"Kalau ada sesuatu, cerita ya? Gue nggak mau lo kenapa-kenapa, jangan dipendam sendiri. Gue nggak mau lo sakit, apalagi gara-gara Genta!" kata Arzia dengan serius, Ashila yang mendengarnya pun mengangguk dan tersenyum tipis.

"Makasih ya," ucapnya.

Mereka bertiga terdiam mendengar bel pulang berbunyi, padahal masih jam 13.00 WIB. Ashila menatap sahabat-sahabatnya bergantian dan tersenyum, begitupun sebaliknya.

"Yashhh!! Pulang cepet!"

***

"Udah?"

Ashila mengangguk kecil, ia menoleh ke arah sahabat-sahabatnya yang masih berada di dalam dan segera melangkahkan kakinya bersama dengan seseorang yang sudah menjemput ke kelasnya. "Tumben sampe ke sini? Aku lama ya?"

"Nggak, aku ada urusan. Harus cepet."

Ashila mengikuti langkah lebar Genta yang tampak terburu-buru, merasa lelah pun ia berjalan biasa saja tidak peduli dengan Genta yang mulai menjauh. Ashila mengamati sepatunya, ia tidak mempunyai kaki sepanjang cowok di depannya.

"Capek?" tanya Genta.

Ternyata cowok itu menghampirinya kembali, Ashila menggeleng menjawab pertanyaan Genta. "Jalan kamu kecepatan, aku nggak bisa ngimbangin."

"Ya sudah, ayo."

Ashila hanya mengangguk dan berjalan seperti biasanya, Genta melirik gadis itu diam-diam. Ashila yang tengah menunduk memperhatikan kakinya, Genta tidak mengerti apa yang dipikirkan gadis itu pun menghela nafasnya pelan. Biasanya Ashila akan dengan semangat menceritakan kejadian-kejadian yang ada di kelasnya, apalagi tadi pulang cepat. Apa Ashila tidak mau tahu alasannya? Biasanya gadis itu bertanya padanya.

"Kamu tahu kenapa kita dipulangin lebih cepat?" tanyanya yang dijawab gelengan ringan oleh Ashila membuat Genta tersadar. Apa dirinya membuat kesalahan? Shit! Ia melupakan kejadian di perpustakaan siang tadi. "Maaf."

Gadis itu mendongak menatap Genta, "maaf buat apa?" tanya Ashila dengan santainya.

"Buat tadi siang, udah marah-marah. Aku minta maaf," kata Genta yang diangguki Ashila. Ashila langsung menunduk, hanya saja Genta melihat genangan air di mata gadis itu. "Maaf ya, aku kelepasan. Aku nggak bisa tahan emosi, aku belum bisa jadi pacar yang baik."

"Nggak apa-apa, selagi aku masih bisa maafin aku pasti maafin kok."

So, apa ada alasan Genta untuk mencari yang baru jika gadis yang sedang bersamanya saja sudah membuatnya bahagia?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro