29. Pengorbanan Nicholas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rahang Nicholas semakin terkatup rapat. Sesuatu yang tidak menyenangkan akan datang. Dari raut dan nada suara Megan, sudah menjelaskan lebih dari cukup. Kemajuan hubungannya dan Megan, mengalami kemunduran yang buruk.

“Kiano sudah tahu tentang siapa aku?”

Keterkejutan yang besar tercipta di wajah Nicholas. Dua hari yang lalu, Kiano nyaris mengetahui rahasia besar ini setelah memergoki pembicaraannya dan Mikail. “B-bagaimana?”

Megan menggeleng dengan gugup, tampak kelas kebingungan dan bibirnya kesulitan mencari kata-kata.

Nicholas mengulurkan tangan, menangkap tangan wanita itu. Saat itulah, tanpa sengaja tangan Mikail menyentuh sesuatu yang mengganjal di pergelangan tangan Megan.

Megan yang tak menyadari hal tersebut pun dibuat terkejut ketika Nicholas tiba-tiba menyingkap lengan blazernyya yang panjang dan membelalak menatap perban yang melilit pergelangan tangannya.

“Apa ini, Megan?” Kedua mata Nicholas membelalak, menatap Megan dengan tajam. “Apa yang dilakukan Mikail padamu?”

“Bukan apa-apa.” Megan menggeleng sambil menarik tangannya. Tetapi karena Nicholas tak membiarkannya terlepas begitu saja, membuatnya menggunakan tangannya yang lain untuk melepaskan genggaman pria itu. Yang malah memperlihatkan luka dari jarum infus yang ia tarik dengan paksa, dan meninggalkan jejak darah yang sudah mengering di punggung tangannya. Yang bahkan tak disadari keberadaannya oleh Megan sendiri.

Nicholas dengan sigap menangkap tangan lainnya begitu Megan menyadari arah pandangannya. “Ini jelas ada apa-apanya, Megan. Apa yang terjadi? Bagaimana kau mendapatkan semua luka ini? Apakah Mikail yang melakukannya?”

Megan tak menjawab, berusaha keras membebaskan kedua tangannya. “Kumohon lepaskan, Nicholas.”

“Kalau begitu katakan.”

“Aa-aku …. Aku tidak bisa kehilangan Kiano.”

Nicholas menggeram dengan marah. Tak tahu apa maksud dari kalimat Megan, tetapi apa pun jelas bukan sesuatu hal yang baik. Wanita itu mendatanginya hanya demi Kiano, dirinya sendiri tak keberatan dengan tujuan wanita itu. Dan maksud kalimat Megan baru saja jelas merujuk pada Mikail. “Jangan katakan Mikail menginginkanmu kembali, Megan.”

“Mikail memintaku pergi dari hidupnya dan aku tak bisa.”

Nicholas terdiam, mencerna kalimat Megan serta keputusasaan yang bercampur kepasrahan di kedua mata wanita itu. “Dan?”

Air mata jatuh di pelupuk mata Megan, membasahi pipinya. “Aku tak bisa hidup dengan semua penyesalan itu, Nicholas,” isaknya lirih.

“Dan kau mencoba mengakhiri hidupmu?”

Megan tak menjawab, tetapi keterdiaman wanita itu lebih dari jawaban ya bagi Nicholas.

Nicholas melepaskan genggaman tangannya dan memukulkan kepalan tangannya di meja. Menarik perhatian beberapa orang yang duduk di sekitar meja mereka.

Isakan Megan terhenti, menatap emosi yang menggenapi seluruh permukaan wajah Nicholas.

“Ini tidak bisa dibiarkan, Megan. Aku akan menemuinya.” Nicholas bangkit berdiri sambil mengeluarkan dompet dan meletakkan beberapa lembar cash, kemudian langsung melangkah pergi.

“Nicholas?” Megan mengejas Nicholas, setengah berlari ke arah pintu keluar dan ia berhasil menahan lengan Nicholas di halaman restoran. “Tunggu, Nicholas. Apa yang akan kau lakukan?”

“Mikail tidak bisa melakukan hal ini padamu, Megan. Kau ibu kandung Kiano dan dia tidak bisa menjadi egois dengan memutus hubungan darah kalian. Kiano harus tahu seberengsek apa ayahnya …”

“Aku belum selesai bicara, Nicholas,” tandas Megan memenggal kalimat Nicholas.

Nicholas membeku, sekali lagi mendalami raut wajah Megan.

“Aku tak tahu apa yang kulakukan, aku memotong pergelangan tanganku dan aku hampir kehabisan darah. Tapi … Mikail datang dan menyelamatkan nyawaku.”

Nicholas terkekeh. “Apa kau tahu apa yang lebih mengejutkanmu, Megan? Dia tidak membiarkanmu mati. Kau tahu dia begitu membencimu. Dia hidup dengan kebencian dan dendamnya terhadapmu. Kau pikir aku percaya dia menyelamatkan nyawamu.”

Megan membenarkan kata-kata Nicholas, dan itulah yang sesungguhnya terjadi. Meski cara yang digunakan oleh Mikail ternyata lebih mengejutkan dirinya dan Nicholas. “Dia melakukannya.”

Nicholas masih menyangsikan penjelasan Megan.

“Dan dia memberiku kesempatan.”

“Kesempatan?” dengus Nicholas mengejek. “Dia tak pernah sepemurah itu, Megan.”

“Ya, dia memang tak sepemurah itu. Dia tak mau mempertaruhkan kestabilan mental Kiano tentang diriku jika aku berubah pikiran untuk melarikan diri dari kehidupan mereka.”

Nicholas masih membeku, dua kali mengulang kalimat Megan tetapi tak juga memahami maksud sebenarnya kalimat wanita itu. Atau mungkin dirinya yang tak sungguh-sungguh mencari kemungkinan-kemungkinannya. “Jadi?” Satu kata yang dipenuhi tuntutan yang begitu kuat.

Megan menundukkan pandangannya, tapi Nicholas langsung menangkap dagunya. Mengembalikan seluruh perhatiannya untuk pria itu. Megan menjilat bibirnya yang basah dan penyesalan melapisi kedua bola matanya. “Dia … aku akan menikah dengannya.”

Nicholas tercengang, seluruh tubuhnya membeku. Menatap tak percaya ke wajah Megan dengan mulut yang membuka. Sebelum kemudian kemarahan menerjang dadanya. Tidak terima dengan pengakuan wanita itu.

“Kau apa?” Suara Nicholas tercekat dengan keras. “Menikah dengannya?”

Megan terdiam.            

"Kau sudah gila, Megan! Untuk apa kau menikah dengannya lagi? Itu adalah hal tergila yang pernah kudengar di hidupku."

"Aku tak punya pilihan."

"Apa kau tahu apa artinya menikah dengan Mikail lagi?"

Megan terdiam. Kubangan rasa sakit dan mimpi buruk yang jadi satu. Megan tahu itu. "Aku tak bisa hidup dengan menanggung segala rasa penyesalanku untuk Kiano, Nicholas. Aku tak pernah bisa hidup dengan baik selama ini, dan aku akan pernah menjadi baik.”

Nicholas menggeram dengan keras, gemuruh memenuhi dadanya hingga membuat napasnya tersengal dengan keras.

“Sungguh, Nicholas. Aku bahkan berharap Mikail tak pernah muncul saat aku sekarat dan menyelamatkanku.”

Mendengar itu membuat Nicholas semakin dipenuhi emosi yang membludak. Pria itu berteriak, dengan cepat mendapatkan perhatian dari orang-orang yang kebetulan melintas di sekitar keduanya.

Sedangkan Megan hanya terdiam, menyeka basah di pipi dengan punggung tangannya. Butuh beberapa saat bagi Nicholas untuk mengembalikan ketenangan emosinya. Meredakan napasnya kembali normal dan menghadap Megan yang berdiri tak berdaya di sana. Melangkah mendekat dan memegang kedua pundak wanita itu. Dengan tatapan dan sentuhan yang lebih lunak dari sebelumnya.

"Kiano juga tak akan bahagia jika memilikimu tetapi harus melihat ibunya menderita, Megan. Kebahagiaan dan kewarasanmu lebih penting dari segala hal.”

“Tidak, Nicholas.”

Nicholas menghela napasnya sekali lagi. "Apa kau masih mencintai Mikail?"

Wajah Megan membeku, tampak berpikir sejenak kemudian tatapannya turun menghindari tatapan menelisik Nicholas. 

"Setelah semua ini dan sejauh ini?"

Napas Megan tertahan. Ia sendiri tak tahu apa jawaban untuk pertanyaan itu. “Aku tak tahu, Nicholas.”

Luka dan kecewa menggores wajah Nicholas. Dalam dan mengoyak hatinya. 

“Maafkan aku, Nicholas. Aku … sekarang aku bisa merasakan ketulusanmu, itulah sebabnya aku menemuimu dan menjelaskan situasi kita saat ini. Aku tak bisa menerima kesepakatan apa pun yang perniah kita bicarakan. Aku sungguh minta maaf.”

Nicholas masih membeku. Kata-kata Megan tertangkap telinganya, tetapi dengan segera ia lepaskan lewat telinga kiri. Ia tak ingin mendengarnya.

“Hanya itu yang bisa kuberikan padamu. Aku benar-benar minta maaf,” tambah Megan benar-benar tulus dari dalam hatinya. Kemudian wanita itu memegang punggung tangan Nicholas dan menurunkan dari pundaknya. Berjalan meninggalkan Nicholas yang masih membeku dengan kekecewaan yang memucatkan wajah tampan pria itu.

Hati Nicholas hancur sehancur-hancurnya, remuk seremuk-remuknya. Setelah segala hal yang ia kerahkan untuk mendapatkan sedikit perhatian Megan, dengan kesabaran yang tiada habisnya. Yang bahkan dirinya tak pernah tahu dimilikinya. Nicholas masih tak menyerah untuk menyentuh hati Megan.

Tidak ada yang tidak ia ketahui tentang Megan. Tentang suasana hati wanita itu, tentang lubang besar yang menganga di dada wanita itu, tentang apa pun hidup Megan. Nicholas sudah mengenal Megan seperti jalanan yang setiap hari ia lewati. Bahkan hanya dengan memejamkan mata, Nicholas bisa menghafal setiap gurat senyum, sedih, ataupun kekesalan di wajah wanita itu.

Semua tentang Megan sudah seperti udara yang ia hirup. Selalu ia butuhkan. Dan saat ia berhasil satu langkah lebih maju. Ketulusannya tersampaikan pada wanita itu seperti yang diharapkannya. Hanya untuk mengalami kemunduran yang menghempaskannya begitu keras.

Entah cara apa lagi yang harus ia lakukan untuk membawa pandangan Megan kembali mengarah padanya. Tatapan nanarnya masih melekat pada punggung Megan yang melangkah menjauh. Kepala wanita itu tertunduk tak berdaya, pundaknya juga melengkung turun. Wanita itu sama tak berdayanya dengan dirinya, meski dengan alasan yang berbeda.

Haruskah ia merelakan wanita itu? Sekarangkah saat menyerah? Ribuan kali ia pernah mempertanyakan hal itu pada dirinya sendiri, hanya untuk kembali merangkak perhatian dan usaha yang lebih keras dan tekad yang besar. Apakah sekarang ia benar-benar harus menyerah?

Kaki Nicholas sudah bergerak hendak berbalik, mungkin dengan mengalihkan pandangan dari wanita itu akan sedikit membantunya untuk merelakan kepergian Megan. Akan tetapi, gerakannya tertahan oleh sebuah mobil yang melintas dengan kecepatan tinggi. Mengarah tepat ke arah Megan yang berjalan menyeberangi jalanan. Pandangan Nicholas beralih ke arah Megan, yang masih tak menyadari kedatangan mobil tersebut.

“Megan?!”

Megan terus melangkah, dadanya masih dipenuhi sesak. Yang malah semakin menjadi setelah bertemu dengan Nicholas. Sungguh, ia tak berniat menyakiti pria itu. Sama sekali tak bermaksud mengecewakan pria itu.

“Megan!!!”

Langkah Megan terhenti, teriakan Nicholas menyentakkan kesadarannya dengan keras. Wanita itu memutar kepalanya dan …

“Awas!!!”

Hanya dalam sekejap mata, Nicholas sudah menerjang ke arahnya. Mendorong tubuhnya menjauh hingga jatuh tersungkur ke jalanan dengan keras. Rasa sakit menghantam punggung dan pantat. Megan mengerang, dan sebelum kemudian suara hantaman yang lebih keras mengambil seluruh kesadaran. Menjerit melihat tubuh Nicholas yang terpelanting keras karena ditabrak bagian depan mobil yang melintas di hadapannya.

Suara decit ban bersinggungan dengan jalanan beraspal karena rem yang ditekan keras. Mobil berhenti, dan untuk sepersekian detik si sopir bersirobok dengan keterkejutan di kedua mata Megan melewati kaca spion. Kemudian melajukan mobil meninggalkan halaman restoran.

Megan masih belum sepenuhnya mencerna apa yang terjadi, ketika wajahnya berputar dan menangis histeris melihat tubuh Nicholas yang berbaring tak bergerak di tengah jalan. Dengan darah memenuhi setengah wajah pria itu. Juga di tangan, kaki, dan menggenang membasahi aspal.

“Nicholas?”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro