52. Alergi Kiano

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Megan menatap sedih ke arah ponsel di tangannya. Layarnya retak cukup parah dan ponsel itu sama sekali tak bisa menyala. Padahal ia sempat melihat ponsel itu masih menyala sebelum Mikail menginjak lebih kuat ponselnya ketimbang lantai yang dipijak pria itu.

Ia pun menarik napasnya dalam dan kuat, kemudian memasukkan ponsel rusak itu ke dalam tas dan mengingatkan dirinya sendiri untuk segera pergi memperbaiki ponsel ini. Sesegera mungkin.

Sampai di lobi, pandangan Megan segera bertemu dengan Alicia dan Kiano yang menunggu di balik pintu putar. Wanita itu segera memperbaiki raut wajahnya yang kusut. Memaksa senyuman menghiasi wajahnya dalam perjalanan menghampiri Kiano.

Kiano sendiri langsung melepaskan pegangannya di tangan Alicia dan menghampiri Megan. Tanpa menyadari sikap tersebut membuat Alicia semakin membenci Megan. Bahkan Kiano sepenuhnya mengabaikan keberadaan Alicia ketika sopir Megan membawa mereka bertiga menuju supermarket terbesar.

“Kiano suka rasa apa, Sayang?” tanya Megan pada Kiano.

“Coklat,” seru Kiano dengan suara yang lantang dan penuh semangat.

“Baiklah. Kita lihat apa yang ada di sini.” Megan mengamati macam-macam es krim yang di hadapannya.

Alicia mengamati Megan yang sibuk memilih jenis es krim dengan aneka rasa coklat. Keningnya berkerut tipis, mengikuti arah pandangan Megan yang masih belum memutuskan pilihannya.

“Coklat vanilla?” tanya Megan lagi.

Kiano menggeleng.

Alicia masih terdiam, sebelum kemudian wanita itu mengangkat tangan dan menunjuk salah satu jenis es krim.

Megan mengikuti arah yang ditunjuk oleh Alicia. Meragu sejenak, tetapi saat menyadari bahwa Alicia memang cukup mengenal makanan kesukaan Kiano. Megan pun mengambil es krim coklat almond yang ditunjuk oleh wanita itu.

‘Almond?’ kening Megan berkerut sejenak. Tetapi mengabaikan tentang dirinya.

“Apa Kiano ingin yang lainnya lagi?”

Kiano menggeleng, mengambil es krim di tangan Megan dengan tak sabaran. Yang membuat Megan tersenyum dan mengusap ujung kepala bocah mungil tersebut. Begitu bersemangat hingga Kiano memakannya bahkan sebelum mereka naik ke dalam mobil.

Pandangan Alicia tak berhenti mengamati Kiano yang sibuk melahap es krim tersebut, kemudian beralih ke arah Megan yang juga tak berhenti tersenyum melihat bagaimana lahapnya Kiano.

“Mama mau?” tawar Kiano mendekatkan mangkuk es krim tersebut ke arah Megan.

Megan langsung menolak. Ia menyukai coklat, tetapi tidak dengan kacang Almond yang menjadi topingnya karena memiliki alergi terhadap makanan yang satu ini. Setidaknya satu hal ini yang tidak menurun pada darinya.

Namun, baru saja Megan memikirkan satu hal tersebut. Tiba-tiba es krim di tangan Kiano terjatuh. Tumpah mengenai pangkuannya dan kedua tangan menyentuh mulut. Merengek memanggil namanya dan mengatakan mulutnya sakit.

Kedua mata Megan membelalak akan reaksi yang ditimbulkan. Yang begitu familiar di ingatannya. “Kiano?”

Dan napas Megan seketika terenggut dari paru-parunya, melihat wajah pucat Kiano. Anak itu terlihat kesulitan bernapas dengan mata mendelik. Tampak begitu mengerikan.

“K-kiano … !” Megan langsung membawa Kiano naik ke pangkuannya dan Alicia yang ada di sisi lain Kiano pun ikut memeriksa. Kiano memegang tenggorokannya, megap-megap dengan air mata yang mengalir di ujung matanya tetapi tidak ada isakan sama sekali.

“Ada apa?” tanya Alicia.

“Kita ke rumah sakit! Sekarang!!” Megan berteriak pada Tom, yang langsung memutar balik mobil. Dengan penuh kepanikan. Berharap dengan sungguh bahwa mereka tidak akan terlambat ke rumah sakit.

Megan benar-benar tak akan memaafkan dirinya sendiri jika sesuatu terjadi pada Kiano. Tangisnya dalam ratapan.

Begitu sampai di rumah sakit, Kiano langsung dibawa ke IGD. Mendapatkan penanganan dengan cepat. Megan tak berhenti berjalan mondar-mondir, menunggu dokter keluar dan … baru saja memikirkannya, seorang dokter wanita itu bersama dua perawat muncul. Megan bergegas menghampiri dan bertanya, “Bagaimana keadaan putra saya, Dokter?”

Dokter tersebut tersenyum, demi menenangkan kegelisahan yang menyergap Megan. “Keadaan putra Anda sudah membaik. Kami sudah memberikan obat untuk alerginya dan sekarang putra Anda sedang beristirahat. Setelah satu jam, kami akan membawa putra Anda ke ruang perawatan.”

Kelegaan menerjang Megan dengan keras, bersamaan suara langkah yang datang dari arah sampingnya.

“Apa yang terjadi dengan putraku?” tanya Mikail dengan wajah merah padam. Amarah bercampur kekhawatiran yang begitu memekati seluruh permukaan wajahnya.

Alicia yang berhasil menyusul langkah terburu Mikail, menyentuh lengan pria itu dan mengusapnya dengan pelan sambil berkata, “Tenanglah, Mikail. Kau tahu dokter di rumah sakit ini sangat hebat. Mereka akan menangani Kiano dengan baik. Percaya pada mereka. Benar, kan, Dokter?”

Dokter yang berdiri di hadapan Megan, kini beralih menghadap Mikail dan Alicia yang baru datang. Menatap penuh tanya bergantian Mikail, Alicia, lalu Megan yang kini sudah terduduk di kursi tunggu dengan tubuh lemas. “Anda?”

“Aku ayah kandungnya. Katakan apa yang terjadi dengan anakku? Dan bagaimana keadaannya sekarang?”

Dokter wanita tersebut mengangguk. Tetapi gurat amarah dan kekhawatiran di wajah Mikail sama sekali tak berkurang meski ia sudah menjelaskan bahwa keadaan Kiano sudah tertangani dengan baik.

“Apa yang bisa kau jelaskan dengan situasi ini, Megan? Bagaimana mungkin kau bisa seceroboh ini pada Kiano, hah?” desis Mikail dengan tajam. Bibir pria itu menipis dengan keras dan tatapan yang begitu menusuk. Gurat amarah menggaris dengan keras di seluruh permukaan wajah pria itu. “Apa kau ingin membunuhnya? Kenapa kau begitu tidak becus mengurusnya? Apa hanya ini yang bisa kau lakukan sebagai ibunya?” Suara Mikail menggelegar, membelah kesunyian lorong.

Megan yang tertunduk dengan wajah yang masih lembab karena tangisnya. Perlahan mengangkat wajahnya. Sudah cukup ia merasakan panik dan kegelisahan yang sejak tadi terasa mencekik lehernya. Dan seolah belum cukup semua penyiksaan itu, sekarang Mikail melemparkan semua kesalahan padanya. Padahal yang ia lakukan hanyalah mencoba memercayai Alicia seperti yang pria itu lakukan demi kesenangan Kiano.

“Apa?” Megan bangkit berdiri.

“Ya, apa kau tak cukup mendengarkannya. Apakah selain tak becus jadi ibu sekarang kau menjadi tuli? Aku tahu kau mendengarku dengan sangat baik, Megan. Jangan berpura menjadi tolol dan berdalih dengan sejuta alasanmu!”

Wajah Megan ikut merah padam. Oleh kemarahan yang lebih besar.

“Aku tak tahu kalau dia memiliki alergi, Mikail!” seru Megan tepat di depan wajah Mikail. Dengan dagu yang sedikit terangkat. Kemudian pandangan wanita itu beralih ke arah Alicia yang berdiri di belakang Mikail.

Megan pun maju ke depan, menghampiri Alicia dan mendorong dada wanita itu hingga terhuyung ke belakang. Beruntung Alicia mendapatkan keseimbangan tubuhnya dengan cepat.

“Kau tahu dia memiliki alergi dan kau membiarkannya saja, kan? Kau tahu semua ini akan terjadi, kan? Aku tak tahu apa tujuannmu melakukan ini tapi sangat keterlaluan jika kau menggunakan nyawa anakku untuk tujuanmu itu.”

Wajah Alicia tertunduk dalam- dalam. Wanita itu terisak dan memasang wajah teraniayanya seapik mungkin. “A- aku benar-benar tak tahu apa yang kau katakan, Megan. Bukankah tadi aku sudah mengatakan padamu dan melarangmu untuk memberikan makanan itu padanya?”

“Pembohong!!!” Kedua mata Megan membelalak tak percaya. Kemarahannya naik ke ubun ubun dan tangannya terangkat, akan tetapi di tangkap oleh Mikail sebelum bergerak melayang ke arah wajah Alicia.

“Hentikan, Megan,” geram Mikail, mencengkeram pergelangan tangan Megan. Membuat ketegangan di antara mereka berdua terasa semakin mencekam.

“Kau lebih memercayainya ketimbang diriku?”

“Dia yang lebih tahu apa saja tentang Kiano ketimbang kau, Megan. Kau boleh membenci fakta itu tapi tak bisa menyangkalnya. Kau tahu itu,” tandas Mikail.

Megan benar- benar kehilangan kata-katanya saking tercengangnya dengan kalimat Mikail. Mikail menyentakkan tangan Megan, kemudian membawa Alicia pergi. Meninggalkan Megan yang jatuh terduduk dan tak berdaya di kursi panjang.

Hatinya menangis meski air mata tak jatuh ke pipinya. Dadanya serasa diiris. Benar-benar tak bisa memercayai dirinya akan dibuang semudah ini oleh Mikail.

***

Mau timpuk Mikail??

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro