κεφάλαιο 11

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

{NOT EDITED}

Setelah kejadian gila di kafetaria tadi siang, aku sama sekali tidak bisa merasa tenang. Kepalaku terasa terus berputar hingga Icarus menolak untuk meninggalkanku meski hanya untuk beberapa saat saja. Sayangnya, bukan itu yang menjadi masalah. Kini aku tidak bisa menatap Icarus seperti pada biasanya. Dia menutupi kekuatannya yang lain, electricity. Katanya, kedua kekuatan yang sekarang ini dia miliki sama sekali tidak memengaruhi jika sudah dikepung, karenanya dia berusaha untuk mendapatkan kekuatan baru. Dia berhasil mendapatkannya, dari cara yang paling tidak efisien. Ketika penculikan tersebut terjadi, dia dan sang adik yang hilang sempat menjadi tikus lab, percobaan ilegal. Dengan arti lain, kekuatannya dia dapatkan secara tidak legal dan tidak tercatat.

Tau dia memiliki kekuatan ilegal dan berusaha menutupinya justru menambah kesan menyeramkan pada dirinya. Namun harus kuakui, kekuatannya itu sungguh hebat sampai berhasil mengalahkan mereka semua hanya dalam sekali serang. Hal lain yang membuat Icarus tidak mau meninggalkanku sendiri adalah fakta cahaya yang muncul ketika aku menggenggam tangan Icarus. Aku sendiri tidak tau apa itu, tapi setelahnya Icarus terlihat lebih baik. Dia berkata kekuatannya yang ilegal itu memakan cukup banyak energi, bahkan dengan kekuatannya untuk memulihkan diri, hal tersebut masih terlampau kurang. Hal tersebut mengingatkanku akan cerita Triton, bagaimana aku berhasil memulihkan kakinya dalam sekejap.

Kalau aku memang keluarga Lenore, bukankah seharusnya Icarus sudah sadar? Dia yang mengerti tentang silsilah keluarganya tidak mungkin sampai tidak tau siapa aku, kecuali jika aku memiliki nama yang berbeda. Tapi itu tidak mungkin ... kan? Jelas aku mengingat seseorang memanggilku dengan nama Aurora, jadi tidak mungkin itu sebuah kebohongan. Kecuali, ada orang lain yang mengacaukan memoriku dan memanipulasi ingatanku seperti yang bisa dilakukan oleh Triton. Jika hal tersebut terjadi, kini aku mulai meragukan, siapa sebenarnya diriku. Apakah aku itu memang aku, atau aku hanya sosok yang kehilangan diri asliku? Pertanyaan seperti itu berhasil menambah penat di kepala sehingga aku langsung merubuhkan kepala di atas meja.

“Maaf aku datang terlambat!” seru Deo yang duduk tepat di sampingku. Aku langsung mendongakkan kepala, menatapnya tajam masih dalam posisi setengah bangun. Tanganku berada di meja, dan kepalaku beberapa centi di atasnya. “Kenapa?” tanya Deo polos.

Melihat sifatnya yang seperti itu aku menggelengkan kepala dan kembali membaringkan diri. “Abaikan saja aku.”

Tanpa perlu melihat, aku bisa tau kalau Deo pasti sedang mengerucutkan bibirnya atau mengerutkan keningnya, yang pasti dia sedang menggambarkan keraguan atas ucapanku barusan. Di saat itu aku juga mendengar Icarus yang berbisik-bisik, membuatku berasumsi kalau dia sedang melarang Deo yang ingin bertanya kepadaku. Keduanya berbincang cukup lama, terkadang lupa mengecilkan suara mereka hingga sadar kalau aku masih ada bersama mereka dan mendengarkan setiap pembicaraan tersebut. Lebih menyebalkan mendengar suara bisikan tanpa tau apa yang diucapkan daripada mengerti secara langsung apa yang mereka bicarakan sehingga aku langsung menggebrak meja.

“Tolong ... kecilkan suara kalian.” Awalnya aku berusaha untuk membentak kedua orang tersebut, namun begitu menyadari ekspresi terkejut dan juga horor di wajah mereka, aku langsung mengurungkan niat tersebut. “Apa kalian ingin memesan sesuatu? Aku merasa sungguh lapar.”

“Biar aku saja!’ seru Icarus yang langsung bangkit dari kursinya.

Aku merentangkan tangan untuk menggapai kakak kelasku itu, namun Deo dengan santainya menarik tanganku turun. Tau tidak bisa melakukan apa-apa, aku kembali membaringkan kepala, kini menatap ke arah Deo dari posisiku. Dia awalnya tidak berbicara apa-apa dan fokus pada ponselnya, setiap kali dia menggulir di ponsel, dia akan memberikan tawa kecil dan juga senyuman lebar. Pastinya beberapa orang menyadari betapa ‘bersinar’nya Deo karena bisikan-bisikan di sekitar kami mulai terdengar. Padahal, Icarus sudah susah payah mencari tempat tersepi yang ada supaya tidak menarik perhatian. Dengan mudahnya Deo menghancurkan spot tersebut, meyakinkanku untuk tidak pernah mengundangnya.

Meski sudah beberapa menit berlalu, aku masih tidak melihat tanda-tanda kehadiran Icarus. Rasa panik ditinggal berdua saja dengan Deo mulai menggerogotiku. Sama sekali aku tidak bisa tenang untuk duduk bersamanya. Tapi sebelum aku bisa pergi untuk mencari Icarus, Deo langsung menggenggam lenganku, mencengkramnya dengan cukup kuat sampai aku merasa akan meninggalkan bekas, anehnya tidak terasa sakit seperti genggaman Triton. Masih mencengkram tanganku, Deo memberikan senyuman manis yang terasa berbeda dari biasanya, matanya yang membentuk eye smile seperti sedang mengancamku dan memerintahkanku untuk kembali duduk.

“Ada hal yang harus kubicarakan denganmu.” Deo masih memasang ekspresi manisnya yang justru terlihat horor di mataku. “Apa kau ... memiliki kekuatan penyembuhan?”

“Itu ....” Pertanyaannya yang tepat sasaran membuatku mengalihkan pandangan, jelas aku tidak bisa menjawab dengan kata iya semudah itu, kan? “Aku tidak tau.”

“Kau berbohong.” Sial! Selama beberapa saat aku berpikir bisa menipu Deo. Namun seketika aku teringat kalau dia memiliki kekuatan untuk membaca pikiran. “Aurora, akan lebih baik bila kau menjelaskan kepada kami semuanya. Jelas sekali kalau sekarang ... kau menutupi banyak hal dariku.”

“Memangnya salah kalau aku menutupi sesuatu? Bukankah itu hal yang normal? Aku bahkan belum mengenal kalian terlalu lama, kenapa aku harus percaya kepada kalian? Seperti ... seperti ... seperti fakta keluarga Lenore yang memulai semua kekacauan ini!” bentakku tanpa pikir panjang. “Kau bilang kalau aku seorang Cheiodis, kan? Kalau begitu kenapa Icarus tidak pernah bercerita kepadaku? Seorang Cheiodis lain akan menyadari yang lainnya, namun dia menutup mulut saat SMA!”

“Dia berusaha melindungimu,” jawab Deo tenang. Dia sama sekali tidak mau menatap mataku dan justru menundukkan kepalanya. Sekarang, siapa yang sedang berbohong? “Kau tidak perlu tau alasan Icarus melakukannya, kau hanya harus percaya kalau dia melakukan semua itu untuk melindungimu.”

“Kenapa aku harus percaya padamu? Aku bahkan tidak tau apa kau memang bisa dipercaya. Jangan permainkan aku seperti ini. Aku bukan orang yang bisa kau gunakan untuk kepentingan pribadimu.”

Sejujurnya aku tidak tau apa yang mendorong diriku untuk mengungkapkan semua hal tersebut. Aku juga merasa kalau sebagian dari ucapanku hanya omong kosong. Namun aku memang kesal dengan Deo. Seluruh hari tenang yang aku inginkan pupus begitu saja hanya dalam sekali serangan. Ketika aku bertanya kepada Icarus apakah dia bisa mendeteksi siapa yang mengirim mahkluk tersebut, dia hanya menggelengkan kepalanya. Mereka semua berusaha untuk menutupi sebuah kebenaran dariku, aku tidak akan tinggal diam saja bila itu akan mengancam kebebasanku ke depan. Meski Triton juga berkata kalau aku Cheiodis, namun omongan mereka semua tidak ada bukti sama sekali.

Sampai detik ini, aku masih tidak bisa menggunakan kekuatanku. Lagipula, bagaimana caranya seseorang menggunakan kekuatannya? Rasanya aku seperti kembali ke jaman masih kanak-kanak, seorang bayi yang belajar untuk berjalan tanpa tau bagaimana caranya berjalan. Aku juga begitu, dituntut untuk menggunakan kekuatan, tanpa tau apa kekuatanku sama sekali. Rasanya seperti seseorang sedang berusaha mempermainkanmu. Dalam kasus ini, orang-orang tersebut justru mereka yang mengaku sebagai orang yang peduli padaku. Dari semua kejadian ini, aku merasa kalau sebenarnya aku bukan Cheiodis, melainkan hanya Elementary. Kekacauan yang diciptakan Deo dulu membuatku berhasil kabur dari para peneliti tersebut.

Mungkin karena masih merasa shock, atau rasa lemas karena kejadian di kafetaria, bisa juga karena sesuatu yang dilakukan oleh Deo, kakiku menolak untuk bangun dari tempat duduk dan meninggalkan mereka. Tak lama Icarus datang membawa satu nampan penuh berisi makanan, dia juga ditemani oleh pelayan lain yang membawakan nampan penuh minuman. Begitu nampan Icarus diletakkan, keinginanku untuk pergi dari meja itu langsung mneghilang. Siapa yang tidak tergiur dengan makanan yang begitu menggoda? Rasanya akan disayangkan kalau sampai terlewat makan, terlebih gratis. Icarus memberikan senyuman kepada kami berdua dan menyuruh kami untuk mulai makan.

Aku awalnya merasa ragu untuk memakan makanan tersebut, bukankah ada maksdu tersembunyi bila aku makan? Seperti ... aku tidak boleh kabur jika makan atau hal semacamnya? Namun melihat Deo yang makan dengan lahap, sangat berbeda dengan hari itu, aku pun mulai makan dengan perlahan-lahan, memerhatikan kedua lelaki yang menatap makanan mereka masing-masing. Icarus sendiri juga mulai makan, terlihat dari gerak geriknya kalau dia merasa canggung. Mungkin dia bisa menyadari kalau aku dan Deo sedang tidak baik-baik saja dan tidak tau cara mengengahi kami. Tapi untuk sekarang, aku hanya akan memedulikan makananku saja.

“Aurora,” panggil Icarus setelah menenggak minumannya. “Apa kau tidak bisa percaya kalau kau adalah bagian dari kami? Kalau kau adalah seorang Cheiodis?”

Sebuah helaan berhasil lolos dari bibirku. “Bagaimana bisa aku percaya pada kalian kalau aku sendiri tidak percaya pada diriku sendiri?”

“Jangan berbohong,” potong Deo. Dia terlihat menundukkan kepalanya dalam-dalam, tidak mau menatap orang lain. “Ada sesuatu yang kau tutupi, karena itulah kau menolak untuk memercayainya. Ada hal yang terjadi, namun kau tidak mau memikirkannya. Apa ... yang kau usahakan untuk tutupi itu?”

Aku tidak tau apa yang dilakukan oleh Deo, atau mungkin aku yang terlalu lengah sehingga tidak sempat menutupi pemikiranku. Dengan mudahnya dia mengorek ingatanku akan ucapan Triton, aku yakin itulah yang dia maksud. Kalau Deo bisa menggali memoriku, bukankah berarti dia bisa pergi lebih dalam lagi dan mencari tau apa yang sebenarnya terjadi kepadaku? Kalau memang seperti itu, berarti Deo sedari awal memang tau jika aku memang benar seorang Cheiodis, dan bukannya seorang Elementary biasa. Alasan itu yang memaksakan diri untuk membuatku percaya.

“Aku rasa ... aku memiliki kekuatan untuk menyembuhkan,” ujarku akhirnya. Icarus memiliki ekspresi terkejut, namun tidak dengan Deo, dia terus menatapku seperti ingin berkata untuk terus melanjutkannya. “Aku tidak menyadarinya dulu, tapi Triton adalah orang pertama yang berhasil kusembuhkan. Dia juga menduga kalau ... aku adalah seorang Lenore. Sungguh, aku tidak bermaksud untuk menutupi ini atau berbohong kepada kalian! Aku sendiri ... terus ingin menyangkal tentang ini. Tidak mungkin kan aku seorang Lenore? Tidak mungkin aku memiliki kekuatan untuk menyembuhkan orang lainn? Kekuatan itu hanya dimiliki oleh segelintir dari mereka yang bermarga Lenore.”

“Hanya Lenore sejati yang memiliki kesempatan memiliki kekuatan tersebut, Aurora. Kenapa kau tidak mau menghadapinya? Kenapa kau ... tidak mau mengakui kalau kau adalah seorang Cheiodis?”

Pertanyaan Icarus membuatku sendiri merasa bingung. Apa yang harus aku jawab? Bagaimana caranya aku menjawab? Bagaimana kalau jawabanku sama sekali tidak meyakinkan mereka? Bagaimana kalau jawabanku justru terdengar seperti sebuah alasan? Aku bahkan tidak tau harus merespons dengan apa. Aku juga tidak tau mengapa aku tidak mau mempercayai kenyataan tentang Cheiodis. Apa karena aku tidak memiliki bukti yang cukup kuat? Atau karena aku tidak mau terlibat akan berbagai hal yang bisa menjerumuskanku ke dalam masalah besar?

“Itu bukan masalah untukmu, kan?” Kata-kata tersebut meluncur begitu saja lewat bibirku. “Apakah aku percaya atau tidak, kenapa itu jadi masalah kalian?”

“Karena kami merasa bertanggung jawab!” Deo menatapku tajam. Tatapan yang berhasil membuatku merasa sedikit merinding. “Aku, Icarus, dan semua keluarga Lenore merasa bersalah, oke? Kami hanya ingin menyelesaikan semuanya baik-baik, kami ... ingin menghentikan semuanya.”

“Kekuatan apa yang kalian miliki sampai berpikir bisa mengalahkan mereka?” Aku menatap kedua anak di hadapanku secara bergantian. Deo yang semula menatapku kembali menundukkan kepalanya begitu mendengar pertanyaanku. Memang benar, sekuat apa mereka sampai bisa begitu percaya akan menghentikan semuanya?

“Kita memiliki harapan. Kita semua memiliki kesempatan untuk mengakhirinya. Karena itu, kami membutuhkan tim, tim yang mendukung tindakan kami.”

Penjelasan Icarus sama sekali tidak masuk diakal bagiku. Aku tidak tau kekuatan apa yang mereka miliki hingga begitu percaya diri, dia juga tidak terlihat ingin menjelaskannya. Bagaimana orang mau memercayainya jika ada begitu banyak kebenaran yang dia tutupi? Dia tidak menjelaskan rencana, tidak memberitahu cara untuk menghentikan semuanya. Jika hanya bergantung dengan insting, pada akhirnya orang-orang akan mati karenanya. Terlalu percaya akan sesuatu tidak akan pernah berakhir baik, terlebih ketika berusaha untuk membentuk tim dari orang luar.

Sebagai balasan, aku hanya mendengus dan bangkit. Kini makanan yang ada di depanku sudah tidak terlalu menggiurkan. Perutku yang awalnya terasa begitu kosong justru terasa mual. Aku tidak memiliki kekuatan yang bisa berguna untuk mereka, kenapa mereka mengincarku? Aku bahkan tidak tau jenis kekuatanku dan tidak tau cara untuk menarik keluar yang lainnya. Bagaimana kalau justru aku membahayakan orang lain karena kecerobohanku? Apa mereka mau bertanggung jawab jika ada masalah yang lain lagi? Pastinya tidak, kan? Orang bodoh mana yang mau mempertaruhkan nyawanya pada hal yang tidak diketahui hasilnya?

“Kalau kalian ingin melakukan misi bunuh diri, jangan ajak aku. Aku tidak akan membantu kalian sama sekali, karena aku tidak akan bisa melakukannya.” Baru beberapa langkah aku meninggalkan meja, seketika tangan Icarus yang dingin menggenggam milikku.

“Bagaimana kalau aku bilang ... aku bisa menunjukkanmu apa yang kau inginkan?” Deo menatapku tajam, seperti ingin menekankan kata-kataku. “Bagaimana kalau aku bilang aku bisa memberikan apa yang selama ini kau cari? Memorimu ... dan juga kekuatanmu. Jika kau mau membantu kami, aku bersumpah akan memberikannya kepadamu. Bagaimana?”

💉🧬💉
(11/12/2021)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro