κεφάλαιο 4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Biasanya bagi manusia normal akan langsung kabur begitu mendengar apa yang dikatakan oleh Icarus dan juga Deo. Bisa dibayangkan ketika mereka berkata, selamat, kalian adalah pengendali! Namun sepertinya aku tidak masuk ke dalam kategori normal itu karena aku hanya terdiam, terpaku menatap keduanya bergantian. Setelah keheningan di antara kami, aku hanya bisa tertawa begitu keras sampai-sampai membuat Deo meletakkan telapak tangannya di keningku. Ketika aku sudah merasa lebih tenang, barulah aku berhenti tertawa dan menarik napas dalam.

“Aku hanya manusia biasa, kan? Jika aku memang memiliki kekuatan sejak lahir, lalu mengapa aku tidak bisa mengeluarkannya? Mengapa aku tidak tau apa kekuatanku sendiri?”

Deo mengerutkan kening tanda tidak suka dengan pembicaraan ini. “Karena kau tidak pernah tau. Kata Icarus, kau itu ditemukan di depan rumah Erica, kan? Kau tidak tau apa yang terjadi dan sahabatmu juga tidak tau apa pun.”

“Kenapa kau tidak mau percaya kalau kau juga memiliki kekuatan seperti kami?”

“Siapa yang bilang aku tidak mau percaya?!” sergahku cepat. Icarus terlihat terkejut atas penolakanku itu. “Boleh jelaskan apa perbedaan dari yang terlahir dan yang mendapatkan kekuatan?” Aku memilih untuk bertanya kepada Deo, akan lebih baik bila seperti ini. Icarus terlalu menyeramkan, aku tidak akan bisa memandang matanya.

Elementary, kita menyebutnya untuk semua orang yang memiliki kekuatan, terkadang juga untuk menutupi identitas bahwa mereka, kami, terlahir begitu. Icarus sudah cerita tentang kami yang diculik dulu, kan? Mereka ingin membuat manusia normal memiliki kekuatan juga, menyetarakan semua umat manusia. Jauh sebelum kami, mereka sudah melakukannya namun hanya berhasil pada beberapa saja. Kebanyakan dari mereka berubah gila.”

“Kejadian beberapa tahun lalu itu ... mengubah cukup besar. Apa kau percaya sesuatu yang bernama core?”

“Maksudmu inti dari sesuatu?”

“Ya. Setiap kejadian pasti memiliki akar, bukan? Sama seperti kekuatan, pasti ada yang memiliki core-nya. Core itu tidak terdapat pada siapa pun selama bertahun-tahun. Di setiap generasi baru, setiap seratus tahun sekali, akan ada core tersebut.”

“Jadi alasan kalian diculik ...?” Aku tidak meneruskan ucapanku karena masih tidak bisa percaya apakah ini memang benar atau tidak. Icarus sendiri memiliki ekspresi gelap setelah Deo menghentikan ucapannya, seperti dia tidak bisa menjelaskan.

“Benar, mereka berusaha untuk mencari core itu. Awal era atau generasi pasti ada namun mereka tidak bisa menemukannya, hingga era kita datang, karena itu ... kitalah yang diculik. Meski sudah berusaha, mereka tidak bisa menemukan core itu, hingga mereka melakukan sesuatu kepada kembaran Deo.”

“Dia adalah core-nya.”

Icarus dan Deo terdiam, entah karena ucapanku terlalu menyakitkan atau karena mereka tidak bisa mengiyakan kenyataan pahit. Mungkin juga karena mereka sebenarnya bermaksud untuk menutupi sesuatu dariku. Meski begitu, aku tidak mau mengorek lebih dalam lagi tentang mereka, sepertinya tidak ada hal yang baik bila aku mencoba. Ini juga menjadi urusan pribadi, lebih baik orang luar jangan ikut campur. Setelah berdebat dengan diriku sendiri selama beberapa saat, aku akhirnya menghela napas pelan.

“Lalu, kemungkinan alasan aku berada di depan rumah sahabatku sekarang karena kasus penculikan itu. Karena aku seseorang yang memiliki kekuatan dari lahir.  Jika kalian bilang elementary adalah sebutan untuk mereka yang mendapatkan kekuatan, lalu disebut apa mereka yang dari lahir.”

“Mereka, para ilmuwan brengsek, menyebut kami Cheiodis, Subjects Cheiodis.”

***

Suara ketukan meja membuatku tersadar dari lamunanku. Pulpen yang aku selipkan di antara bibir dan hidungku jatuh begitu saja. Mataku yang awalnya terpaku pada jalanan di luar cafe langsung menatap ke arah sumber suara. Aku menatap ke arah pemilik tangan yang baru saja mengetuk meja cafe. Tentu saja itu adalah Erica, namun kini dia memasang ekspresi khawatir. Dia tentu saja sudah tau bahwa secara tiba-tiba aku muncul di live milik Deo. Selain dia merasa iri, dia juga menjadi khawatir karena takut anak itu melakukan sesuatu kepadaku. Meski sudah kujelaskan berkali-kali, dia masih tidak kunjung mempercayaiku.

Kini yang aku pikirkan bukan kedua bersaudara itu tapi tentang bagaimana Icarus memanggil mereka ilmuan brengsek. Jika dia seperti itu, bahkan Deo tidak melarangnya, mereka memang orang yang tidak bisa dipercayai sama sekali. Mereka hanya ada untuk memenuhi keinginan mereka sendiri. Bisa saja aku adalah salah satu korban selamat yang tidak bisa kembali kepada keluarga. Tapi mereka juga berkata, kebanyakan dari anak-anak yang diambil adalah mereka yang anak jalanan saja karena memudahkan untuk menciptakan kebohongan saat ada pertanyaan-pertanyaan dasar. Anak-anak seperti itu juga tidak sedikit jumlahnya.

“Kau selalu melamun, ada apa?”

“Hm ... hanya memikirkan sesuatu yang sebenarnya tidak perlu dipikirkan. Kau sudah selesaikan tugasmu?” Aku berusaha untuk mengalihkan topik yang ada supaya Erica tidak bisa mengorek lebih dalam lagi. Tentu saja sahabatku itu mengerti dengan apa yang aku lakukan karenanya dia menghela napas serta menyeruput minuman.

“Sedikit lagi. Bagaimana bisa kau selalu selesai lebih dulu dari aku padahal aku memiliki nilai lebih tinggi.”

“Mungkin karena aku menjawab asal?” Aku terkekeh kecil atas apa yang baru saja aku ucapkan itu. Jika aku memang merasa malas untuk mengerjakannya, aku bisa-bisa melakukannya setengah hati. Setidaknya aku sudah lulus dari nilai yang ditentukan, tidak perlu menambah beban lagi pada diri sendiri.

Aku menunggu Erica untuk selesai sebelum membaca proposal miliknya yang akan dikirim untuk festival sekolah mendatang. Kami memiliki klub dan juga organisasi yang berbeda, meski begitu kami tetap butuh kerja sama sehingga sering kali kami bertemu untuk membahasnya bersama. Para senior juga sudah beberapa kali mempercayakan kepada kami untuk diskusi sebelum pembahasan lebih lanjut dengan mereka dan dosen yang berhubungan. Mataku menjelajahi sekitar karena merasa bosan hingga aku menatap seorang laki-laki dengan tubuh tegap.

Ekspresi wajahnya menunjukkan ketidaksukaan ketika harus mengantre di barisan, seperti dia tidak pernah melakukan ini. Pakaiannya terlihat begitu berwibawa bahkan dari caranya berdiri. Anehnya meski dia terlihat tidak sesuai dengan keadaan, tidak ada yang memperhatikannya. Bahkan dengan wajahnya yang bisa dibilang tampan. Aku melirik ke arah Erica sekilas sebelum sadar dia tidak berkutik dari pekerjaannya. Seperti ada ... mungkinkah dia mengendalikan pikiran mereka semua?

Baru saja aku mau menatap ke arah lain, aku melihat laki-laki itu menatap ke arahku.

“Eh? Triton Wang?” Nama itu meluncur dari bibirku dengan mulus. Pantas saja dia terlihat familier sekilas. Aku langsung bangkit, tidak memedulikan Erica yang masih berkutat dengan tugasnya. “Triton, apa yang kau lakukan di sini?”

Triton menatapku dengan mata yang terpicing. “Kau ... seorang Cheiodis?” Kata itu lagi. Bahkan Triton sudah tau tentang ini, bagaimana bisa? “Kau belum sadar sepenuhnya ternyata.”

“Apa maksudmu?” Pandangan Triton di sebarkan kepada semua pengunjung yang tidak melirik ke arahnya sama sekali. Matanya yang biru cerah itu menutup sebelum kembali membuka lebar ke arah kasir, membuatnya seperti terkena sebuah serangan. “Apa yang kau lakukan? Hei, jangan mengabaikanku.”

Triton memang selalu seperti ini, namun dia kali ini bersikap lebih aneh. Penjaga kasir itu memberikan Triton dua gelas kopi yang dimasukkan ke dalam plastik, tentu saja dibayar oleh pembelinya dengan benar, sebelum dia menarik tanganku keluar dari cafe tersebut. Dia sudah menyela seseorang dan tidak ada yang sadar, berarti dia memang seorang elementary! Tapi mengapa aku baru bisa menyadarinya sekarang? Apa karena aku baru melihatnya menggunakan kekuatannya itu. Tapi kalau begitu mengapa dia tidak mengatakan apa pun kepadaku dulu?

“Ada ibuku di dalam, masuk saja.” Triton langsung membuka pintu mobilnya, menunjukkan sang ibu yang dia bicarakan. “Bu, aku bawa Aurora. Tidak sengaja aku melihatnya di cafe tadi.”

“Kau ini kebiasaan! Jangan bilang kau menggunakan kekuatanmu lagi di dalam, kan? Supaya tidak ada yang memperhatikanmu! Dasar anak konyol!” Triton tidak mengucapkan apa pun atas omelan ibunya dan langsung memberikan salah satu minuman yang tadi dia beli. “Ah, Aurora, kau pasti sekarang bingung, ya?”

Aku menggelengkan kepala seperti ingin berkata kalau aku setidaknya sudah mengerti sedikit tentang apa yang mereka bicarakan. Namun dari ucapan ibu Triton membuatku yakin kalau sebenarnya mereka sudah tau bahwa aku memang memiliki kekuatan hanya saja karena aku tidak menyadari, mereka juga memilih untuk bungkam. Icarus berkata kalau para ilmuwan itu masih mencari core juga kekuatan yang kuat untuk ditransfer kepada manusia biasa. Jika aku waktu itu tau bahwa aku bukan manusia normal, mungkin saja aku sudah kembali diculik oleh mereka.

Ibu Triton mengusap kepalaku seperti aku adalah anaknya sendiri sedangkan Triton duduk diam di belakang setir, menyeruput minumannya sambil sesekali memperhatikanku dari kaca di depan. Triton dulu adalah tutorku dan juga Erica di masa SMA. Dia yang hanya satu tahun lebih tua dari Icarus merupakan penerus dari perusahaan kakeknya. Seharusnya menjadi milik ayahnya, sayang ayahnya itu meninggal beberapa bulan setelah kami bertemu. Dia adalah anak pendiam yang observant, irit bicara jika tidak perlu tapi menjadi berisik ketika tidak dibutuhkan. Sangat mudah marah atas kesalahan kecil, terlebih jika aku yang melakukannya.

“Aurora, bagaimana kau bisa menyadari kekuatanmu?”

“Uhm, sebenarnya aku tidak benar-benar tau. Aku hanya ... pernah melihat seseorang menggunakan kekuatannya di hadapanku. Beberapa hari yang lalu juga ada yang mencoba untuk menyerangku.”

“Bodoh,” bisik Triton yang berhasil mendapat pukulan di kepala dari ibunya. “Aku tidak bisa menahannya lebih lama, sahabatmu bisa menyadari kalau kau telah hilang.” Saat itu aku baru sadar kalau aku telah meninggalkan Erica di dalam sendirian tanpa menjelaskan apa-apa.

“Mari bertemu lagi. Besok aku akan menyuruh Triton menjemputmu di universitas, sekalian membantumu mengerjakan tugas. Jam berapa besok kau pulang?”

“Jam lima adalah kelas terakhirku.” Ibu Triton mengangguk seperti tanda mengerti sebelum menyuruhku untuk keluar. Keduanya langsung melaju dan meninggalkan aku di trotoar. “Apa aku ... baru saja diusir?”

***

Ketika menjelaskan kepada Erica bahwa aku bertemu dengan Triton, tidak secara mendetail, dia langsung memarahiku. Berkata seharusnya aku memanggilnya agar bisa menyapa orang yang menyelamatkan kami berdua dalam masa-masa ujian. Aku sampai harus berjanji kepadanya akan membuat kami bertemu lagi di kemudian hari, mentraktir Triton sesuatu yang dia sukai. Aku memang berkata akan bertemu lagi dengannya, tapi Erica tau kalau ibu Triton selalu menyukaiku secara personal. Erica dengan wajahnya yang menyebalkan berkata kalau aku harus bertemu dengan mertuaku.

“Ini hanya perhitungan yang mudah dan kau masih salah?! Kau ini bodoh atau apa?” Omelan Triton yang sudah kulupakan ke berapa kali berhasil membuatku bungkam. Bila tidak ada hal baik yang keluar dari bibirnya, kenapa tidak dia diam saja? “Kau dengar apa yang baru saja aku katakan?”

“Aku dengar, aku dengar,” rengekku frustasi. Aku menghapus semua jawaban yang sudah aku tuliskan dan memandang kosong ke arah laptopku.

“Benar, benar. Aku mulai meragukan kehebatanmu dan juga caramu bisa masuk universitas ini. Terlebih, untuk anak beasiswa.”

“Triton! Jaga ucapan itu! Dia ini perempuan, dia lebih muda darimu, dia tidak memiliki pengalaman sepertimu!”

“Ibu terlalu memanjakannya.”

Gerutuan Triton tidak disahuti oleh ibunya. Dia meletakkan dengan lembut gelas minuman yang dibawa di hadapanku, sedangkan dia sedikit membanting botol air untuk Triton, membuat anak itu terkejut. Belum sempat Triton mengkomplain atas apa yang dia dapatkan, ibunya sudah menatapku dan mengelus pipiku, seperti menilai apakah aku bertambah kurus atau tidak. Ibu Triton selalu berhasil membuatku dan Erica—yang kedua orangtuanya sering sibuk ke luar negri—untuk makan dengan lahap. Bukan hanya karena rasanya yang lezat, namun juga seberapa sering dia membawakan kami makanan home made.

Setelah merasa puas memandangiku, ibu Triton melepaskan tangannya dan menatap anaknya, seperti berkata untuk segera melanjutkan sesi belajarnya. Kali ini ibunya menemaniku sehingga sedikitpun Triton tidak bisa menaikkan suaranya. Membentakku akan menjadi sebuah misi yang tidak mungkin berhasil. Berkat kehadiran ibu Triton dan juga kepintaran anak itu, tugasku selesai dalam sekejap sehingga kami bisa langsung membahas yang menjadi duduk perkara. Mereka, Cheiodis. Ekspresi keduanya terlihat gelap, layaknya enggan memberitau apa yang sedang terjadi kepadaku.

“Aurora, sejauh mana kau mengetahui tentang para elementary?’

“Uhm ... aku rasa tidak banyak. Hanya bagaimana setiap era akan terjadi penculikan massal untuk mencari sang core, berharap dengan begitu bisa menyetarakan umat manusia. Kebanyakan yang berhasil berujung gila, sehingga keberadaan elementary hanya sedikit. Seorang elementary tidak akan bisa mendeteksi elementary lainnya, hanya mereka  yang disebut Cheiodis.”

“Setidaknya kau sudah belajar untuk basic. Triton atau lebih tepatnya keluarga Wang, kami seorang Cheiodis, masing-masing dari kami memiliki kekuatan. Aku melarang Triton menggunakan kekuatannya agar tidak sampai terjadi penculikan lainnya. Mereka terus mencari core yang hilang itu, juga para elementary yang kuat. Aku tidak bermaksud membangga-banggakan Triton karena dia anakku, tapi dia memang memiliki kekuatan lebih.”

“Kalau begitu, bagaimana mungkin aku tidak menyadari kalian semua ...? Kalau aku sendiri ...?”

“Kekuatanmu sudah terlalu lama terpendam, pastinya ada semacam pelatuk yang membuatmu sadar akan kekuatanmu itu. Katamu kau melihat seseorang menggunakan kekuatannya?”

“Dia sedang dalam keadaan terhimpit, sehingga dia menyembuhkan dirinya secara langsung.”

“Lenore,” ucap Triton tiba-tiba dengan datar.

Aku yang mendengar ucapannya langsung menoleh ke arah anak itu dan mengerutkan kening. “Maksudmu?”

“Keluarga Lenore. Orang itu pasti keluarga Lenore. Karena hanya keluarga Lenore sejati yang bisa menyembuhkan diri. Mereka adalah ... salah satu kaum Cheiodis yang terkuat. Sepanjang sejarah, keluarga Lenore adalah core dari kekuatan di setiap era.”

🧬💉🧬
(25/09/2021)

Bab berikutnya sudah keluar!! Gimana nih setelah baca bab yang satu ini? 👀 Adakah yang mau kenalan lebih lanjut dengan Triton? Jangan sampe kalian ketinggalan updatenya ya~ tinggalkan vomments, masukkan ke reading list, follow author agar tidak tertinggal berita2 yg ada!

See you next chapter~~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro