κεφάλαιο 7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Belum aku dan Claus bisa menyelesaikan pembicaraan yang ada, seseorang langsung memanggilnya untuk masalah bersih-bersih aula. Claus sempat memicingkan matanya ke arahku sebelum berkata untuk menemuinya akhir pekan ini. Dia bahkan tidak memberitauku waktu dan juga tempat kami bertemu. Dia langsung pergi begitu saja tanpa memandang ke arahku lagi. Jelas sekali kalau di dalam pikirannya itu sedang memiliki banyak pertanyaan. Melihatnya yang pergi begitu saja membuatku ikut kembali menuju tempat perjanjianku dengan Erica.

Perasaan tidak tenangku membuat seharian tidak bisa menikmati semua yang terjadi. Untuk fokus dengan pelajaran saja sudah mulai sulit, meninggalkanku dengan tugas-tugas sekolah yang akan menumpuk. Claus dengan mudahnya tau kalau aku seorang Cheiodis meski Triton sudah berusaha untuk menutupinya. Hanya dengan sekali menggunakan kekuatannya, dia bisa menemukan jati diriku. Mungkin dia sudah tau semenjak pertemuan pertama kami, namun tetap saja hal tersebut tidak terasa benar.

Kepanikanku membuat aku langsung menghubungi satu-satunya yang bisa kupercaya sekarang, Icarus. Meski dia terlihat sedikit gegabah dalam mengambil keputusan, namun dengan yang dia ceritakan soal core dari semua kekuatan ini membuatku yakin dia bisa lebih dipercaya daripada yang lain. Terlebih aku tidak begitu dekat dengan Deo, Icarus bisa memberitaunya jika dia mau nanti. Hal yang terpenting sekarang adalah menanyakan semua permasalahan ini kepada Icarus.

“Hm, ada apa menelepon malam-malam?” Jelas terdengar suara Icarus yang serak, sepertinya aku membangunkannya dari tidur.

“M-maaf mengganggu tidurmu!”

“Tidak apa,” ujar Icarus setelah terdiam cukup lama. “Jadi ada apa? Tidak biasanya kau meneleponku lebih dulu.”

“Ah, itu.” Begitu bertanya seperti itu, lidahku terasa kelu dan aku sama sekali tidak bisa menjawabnya. Perasaan takut memenuhi diriku, dan walau aku sudah berusaha untuk melawannya, aku masih tidak bisa menjawabnya. Aku menggaruk pipiku yang sama sekali tidak gatal dan menarik napas dalam. “Aku rasa ... aku rasa di kampus ini ada Cheiodis lain!”

“Begitu?” Jawaban Icarus terdengar sangat tenang, jauh berbeda dengan yang dia berikan pagi ini. “Lalu, apa dia melakukan sesuatu kepadamu?”

“Uhm itu .... Tunggu! Kenapa kau tidak terkejut ketika aku berkata ada Cheiodis lain?”

“Aku ... bukan, Deo, sudah merasakannya sejak dia pertama kali masuk. Dia pintar menutupi dirinya, karena itu Deo yang menemukannya. Selain dia, ada juga beberapa yang memiliki kekuatan namun terasa lemah. Karena itu mereka tidak bisa mendeteksiku dan Deo.”

Penjelasan itu membuatku menyipitkan mata. “Jadi maksudmu, kalian adalah yang terkuat dari terkuat, begitu?”

“Anggap saja begitu. Keluarga Lenore sudah memiliki sejarah. Tidak ada banyak yang bertahan seperti kami, maksudku adalah banyak keluarga yang sudah menghilang karena eksperimen. Namun keluarga Lenore terus menyambung, para ilmuwan gila itu tidak mau sampai kehilangan core-nya, kan?” Icarus menghela sebelum terdengar bunyi dirinya yang berpindah di atas kasur. “Intinya, kami berdua sudah tau siapa saja yang merupakan Cheiodis dan juga Elemental. Bisa dipastikan mereka semua tidak berbahaya. Lalu, siapa yang kau temui?”

“Ah itu, katanya dia bernama Claus Ergan Lander. Science major, umurnya 21 tahun, seumuran denganmu.”

“Claus?! Apa yang dia lakukan kepadamu?” Kini aku bisa tau kalau Icarus pasti baru saja terbangun dari kasurnya dan sedang dalam posisi duduk.

“Dia sedang melakukan trik, katanya hipnotis. Aku sama sekali tidak terpengaruh sehingga dia mengajakku berbicara berdua. Setelahnya, karena pembahasan kami belum selesai, dia mengajakku untuk bertemu akhir pekan ini.”

Lagi-lagi Icarus terdiam atas apa yang aku katakan. Mungkin saja dia sedang berpikir dengan dirinya sendiri tentang apa yang baru saja kuceritakan. Icarus juga sempat berkata kalau ada anak yang bisa menutupi keberadaannya, sama seperti Triton. Aku memang tidak menceritakan bahwa Triton membantuku untuk menutupi keberadaan dari seorang Cheiodis di dalam diriku, bisa saja Icarus menganggap bodoh karena menerima penawaran itu begitu saja tanpa meminta persetujuannya dan masih banyak lagi.

Selama menunggu Icarus membalas, dia terdiam cukup lama, aku mulai kembali mengerjakan tugasku. Tau bahwa dia ada di balik sambungan telepon itu anehnya membuatku merasa lebih tenang, meski dia juga sama sekali tidak mengucapkan apa-apa. Mengerjakan tugas tanpa ada suara yang menemani, menandakan ketenangan, justru membuatku mengantuk. Sembari menunggu, aku bisa merasakan kepalaku yang mengangguk-angguk karena menahan kantuk. Baru saja aku hampir tertidur pulas, suara Icarus yang lantang mengejutkanku.

“Temuilah. Tidak masalah jika kau bertemu dengannya. Namun bila ada yang janggal dengannya, langsung beritau aku atau Deo, mengerti?”

“Tentu saja! Jadi tidak masalah bila aku bertemunya, kan?” Icarus hanya menjawab dengan dehaman kecil, membuatku yakin kalau dia tersenyum juga. “Baiklah. Selamat malam, maaf mengganggu tidurmu.”

“Tidak masalah. Kalau ada masalah lain telepon saja aku langsung, ya? Dan juga, cepat tidur sana. Besok pagi aku akan menjemputmu. Kau tidak ada kelas, kan?”

“Eh ... bagaimana kau tau?”

“Kau tidak perlu tau itu. Selamat malam.”

Icarus mematikan sambungan telepon tersebut secara sepihak. Aku tau dia pasti sedang merasa malu karena aku bertanya seperti itu. Memang, orang-orang mengira kalau Icarus adalah orang yang brutal, tanpa mereka sadari padahal dia seseorang yang penuh perhatian. Aku baru menyadari kalau masih menggenggam ponsel pada posisi yang sama setelah merasakan nyeri sehingga aku meletakkan ponselku ke meja dan mulai menyelesaikan tugasku. Meski aku sudah merasa mengantuk, tugas ini juga sama pentingnya dengan tidur.

Pertemuanku dengan Icarus hanya dia yang memastikan kalau aku baik-baik saja, dia juga datang hanya untuk memberikanku list akan anak-anak yang merupakan seorang Cheiodis atau Elemental. Nama mereka beserta jurusan serta kekuatan apa yang mereka miliki, semua tertulis di dalam list itu. Icarus hanya bilang itu sebagai jaga-jaga, bila orang-orang itu mencoba melakukan hal yang lucu kepadaku. Mungkin untuk orang lain perlakuan seperti itu bukan apa-apa, namun bagiku ini sungguh berarti. Dia tidak mau aku merasa ketakutan lagi sehingga dia sengaja datang untuk memberikan data seperti ini.

Ketika aku masuk ke kampus, menuju ke kelas, seseorang terlihat berdiri di depan gedung dan menatap ke kanan kiri. Perasaanku yang mengatakan bahwa ini tidak akan berakhir baik berusaha untuk berputar balik dan masuk lewat pintu lainnya. Sayang aku mendapat kesialan sehingga orang tersebut memanggil namaku keras-keras. Anak-anak lain yang baru datang juga langsung menatapku karena penasaran. Suaranya yang khas itu tidak mungkin kulupakan sehingga aku membalikkan tubuh dengan memberikan senyum, berusaha menjadi semanis mungkin di hadapannya.

“Maaf kemarin aku langsung pergi begitu saja.”

“Ah, tidak apa. Bisa dimaklumi kenapa.” Claus memicingkan matanya sehingga aku kembali berbicara, “Kau sedang sibuk dan pastinya yang kemarin itu kau lakukan karena merasa terkejut. Tidak bisa merasakan ....”

“Jangan. Jangan dilanjutkan. Kita tidak tau siapa dari mereka yang mungkin bekerja ....”

“Bekerja? Mereka kan hanya manusia biasa?”

“Tidak. Temui aku di sini, pukul empat sore, oke?”

Claus tidak memberikanku waktu untuk membalas ucapanku dan langsung pergi begitu saja seperti dia tidak peduli dengan dunia. Ketika aku memasukkan tanganku ke dalam kantong jaket, aku dapat merasakan sebuah kertas yang terlipat. Aku mengeluarkannya untuk menemukan Claus yang menorehkan sebuah alamat yang sangat aku kenali, tempatku bekerja paruh waktu. Melihat ini hanya membuatku tersenyum canggung sehingga aku mengembalikan kertas itu dan masuk ke dalam gedung dengan kepala tertunduk dalam. Sedikit dari diriku merasa malu karena perhatian beberapa anak sudah tertuju kepadaku.

Hari di mana aku akan berbicara dengan Claus datang terlalu cepat dari yang kuperkirakan. Aku memang tidak menyangka hari akan berlalu lambat, namun kali ini berlangsung lebih cepat dari biasanya. Ketika aku memasuki tempat di mana aku bekerja paruh waktu, beberapa pekerja di sana menyapaku. Claus sendiri juga sudah ada di dalam sana, duduk tidak jauh dari pintu sehingga dia bisa langsung melihat siapa yang masuk. Melihatku menyapa beberapa pekerja di sana membuat ekspresi Claus terlihat kebingungan. Aku harus menahan tawaku karena wajahnya yang, well, terlihat sedikit bodoh untuk dia yang terkenal pintar.

“Kau datang lebih pagi,” komen Claus ketika aku duduk.

“Kau sendiri,” balasku yang menyampirkan jaketku di kursi sebelah.

Kami berdua terdiam selama beberapa saat sebelum Claus akhirnya angkat bicara, “Kau kenal mereka?” Pertanyaan itu kujawab dengan anggukkan kecil, menyeruput minuman yang sudah diberikan oleh salah satu rekan kerjaku. “Bagaimana bisa?”

“Aku bekerja di sini.” Mungkin jawabanku terkesan dingin, namun aku sendiri tidak tau harus menjawabnya seperti apa. Claus sendiri tidak terlihat bermasalah dan ikut mengangguk-angguk kecil. “Jadi, masalah apa yang ingin kau bicarakan?”

Sadar kalau aku ingin bicara langsung kepada poin intinya, Claus terlihat gugup. Dia berkali-kali menyuruput minumannya, meletakkannya, dan kembali mengangkatnya. Tidak pernah aku melihat Claus—sepanjang aku mengenalnya—terlihat begitu gugup. Dibandingkan saat dia menyelamatkanku hari itu, jelas sekali kalau kali ini dia terlihat begitu ketakutan. Entah apa yang kali ini dia tutupi, namun aku bisa yakin kalau ini bukan sesuatu yang mengenakkan. Kegugupannya justru membuatku ikut gugup sehingga aku menggenggam ponsel erat-erat.

“Apa kau sadar kau itu siapa?”

“Seorang Cheiodis, itulah yang dikatakan oleh salah satu teman dekatku.”

“Berapa lama ... setelah kau menyadarinya?”

“Belum lama ini. Aku menyadarinya ketika seseorang bertarung, aku seperti merasakan sesuatu yang lain ketika itu terjadi. Dan juga ketika teman dekatku itu tak sengaja bertemu kembali.”

“Apa kau sudah tau kekuatanmu?” Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh Claus justru membuatku merasa semakin tidak nyaman. Terasa aneh jika dia bertanya seperti ini, tindakannya seperti ingin mencari tau lebih dalam tentangku, karenanya aku memilih untuk tidak menjawab. “Ah, mungkin kau belajar untuk tidak memberitau orang lain kekuatanmu.”

“Bukan begitu!” seruku tiba-tiba. Melihat Claus yang menundukkan kepala justru membuatku merasa bersalah. “Hanya saja, aku sendiri tidak tau apa kekuatanku. Aku baru tau beberapa hari lalu, minggu bisa dibilang. Namun selain itu, aku tidak tau apa-apa tentangku. Aku ... ditemukan di depan rumah seseorang dengan keadaan yang mengenaskan, sehingga aku juga tidak bisa mengingat apa-apa. Namun katanya kalau memungkinkan aku adalah test subject beberapa tahun silam, benar, kan?”

“Masa yang kelam,” bisik Claus. “Kalau begitu itu mungkin saja terjadi. Kau adalah test subject yang berhasil melarikan diri saat itu dan karena semua kejadian yang traumatik, kau jadi lupa semuanya. Bahkan apa itu kekuatanmu. Dari mana kau belajar itu semua?” Sadar aku hanya diam saja membuat Claus kembali mengangguk. “Pasti keluarga Lenore, kan?”

“Bagaimana kau bisa tau mereka?”

“Deo, anak itu, pernah datang secara pribadi kepadaku dan mengancamku, berkata kalau aku tidak boleh macam-macam dengan kekuatanku. Mungkin dia merasa terkejut karena menemukan seseorang yang sungguh kuat, namun bukan berasal dari keluarga mana pun.”

Penjelasan Claus membuatku kembali terdiam. Aku sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika Deo mengancam Claus. Dari tinggi saja sudah terlihat berbeda, apa mungkin orang sepertinya bisa mengancam Claus yang menyeramkan ini? Selama berpikir seperti itu, aku kembali mengingat apa yang terjadi ketika para Lenore itu bertengkar di hadapanku, membuatku yakin meski dia terlihat manis dan masih banyak lagi, dia sebenarnya sungguh menyeramkan. Memikirkannya saja membuatku bergidik kecil, tidak ingin kembali mengingatnya.

“Jadi, apa maksudku di bawa ke sini?”

“Aku hanya ingin memberikan penjelasan umum. Sepertinya kau memang masih belum mengerti apa-apa. Kau sadar kalau kau seorang Cheiodis, hidupmu tidak akan aman? Serangan beruntun tanpa ampun, percobaan untuk membunuh, percobaan untuk mengambil tahta. Terlebih, core dari keluarga Lenore ikut hilang pada era kita. Menandakan kalau para Cheiodis lain juga terancam. Bagaimana dengan mereka para elemental? Aurora, apa menurutmu para ilmuwan itu bersalah?”

“Uhm, aku tidak bisa sepenuhnya berkata mereka salah. Mereka juga menginginkan kekuatan agar bisa kuat, kan? Namun cara yang mereka kerahkan untuk mendapatkannya salah.”

“Tapi keluarga Lenore bertanggung jawab atas semuanya.”

“Bagaimana bisa?” Ungkapan Claus sama sekali tidak masuk diakal, membuatku hanya bisa terdiam. “Mereka hanya seseorang yang mendapat kesialan, mereka korbannya!”

“Keluarga Lenore yang terpecah membentuk tim penelitian untuk menemukan mengapa mereka bisa memiliki kekuatan tersebut. Kau tau kalau semua keluarga Lenore, dan beberapa keturunan non Lenore yang masih memiliki darah dari Lenore, itu mempunyai kekuatan penyembuhan? Mereka yang terpecah ingin tau, bagaimana caranya mereka menyembuhkan orang lain. Selama ini mereka hanya bisa menyembuhkan diri sendiri, dan kekuatan ini tidak ada pada yang lain.”

“Bagaimana dengan para Elemental? Mereka kan dibuat, seharusnya ....”

“Semua percobaan yang melibatkan kekuatan inti dari Lenore selalu mati, Aurora. Orang-orang berkata kalau itu karena kutukan dari tetua Lenore sendiri. Hanya dia, hanya dia seorang yang memiliki kekuatan untuk menyembuhkan orang lain. Karenanya, keluarga Lenore selalu menjadi sorotan.”

“Dan maksudnya ...?”

“Kau itu kuat, namun kau tidak tau apa kekuatanmu, benar, kan? Kau harus segera menemukan kekuatanmu jika tidak mau dihancurkan oleh organisasi atau individu lain. Mereka semua mengincar yang lebih kuat untuk mengekstrak kekuatannya. Kau adalah mangsa yang empuk, apa kau bisa melindungi dirimu?”

Semua penjelasan Claus justru membuatku semakin ragu. Dia juga berkata kalau kekuatannya adalah manipulasi. Bagaimana kalau dia sedang memanipulasiku sekarang? Apa aku akan baik-baik saja dengan mempercayainya? Meminta pertolongan atau pendapat Icarus sudah tidak dalam list-ku. Jika memang benar para ilmuwan itu berasal dari keluarga Lenore yang terpecah, itu membuat mereka bukannya orang tidak berdosa sama sekali. Justru mereka juga bertanggung jawab atas semua kekacauan itu. Tapi kenapa mereka menutupinya dariku? Pemikiranku terputus ketika merasakan tangan seseorang yang menggenggam milikku.

“Aurora, jadilah murid di tempat aku berada. Dengan begitu, kau akan aman. Kami juga akan membantumu menemukan kekuatanmu.”

“M-maksudmu?”

“Bergabunglah bersamaku, dan hidupmu akan selalu terjamin. Bagaimana? Aku bisa memastikan, kalau keluarga Lenore sekalipun tidak akan bisa menyakitimu. Jadi ikutlah bersamaku, Aurora.”

🧬💉🧬
(16/10/2021)

Nah, nah, nah~ kira2 apa ya hubungan keluarga Lenore sama Claus? 👀
Ikut terus kisah mereka supaya tau kelanjutannya!

Jangan lupa untuk tinggalkan vomments, masukkan ke reading list kalian, follow author dan share ke temen2 kalian juga! ^^

See you next update~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro