2. Dia Mengintip!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ngapain kamu diem?"

Erland langsung tersentak mendengar pertanyaan sarkastis dari ayahnya. Rasanya hampir membuat jantung Erland copot.

Sialan emang. Untung ini Ayah gue.

Ketika Erland melihat jendela, penampakan itu sudah hilang.

Lah, ke mana dia?

Leher Erland merinding membayangkan penampakan tadi adalah hantu penghuni rumah ini.

"Ayo masuk! Ngapain bengong?" seru Wijaya keras.

Erland mendengkus kasar. Apa tidak bisa bicara baik-baik? Kenapa harus teriak-teriak?

Daripada berdebat panjang, Erland memutuskan ke dalam. Angin menyapu leher Erland ketika sampai di depan pintu. Lagi-lagi bulu kuduknya berdiri.

Perasaan gue aja kali ya?

Di ruang tamu terdapat banyak sekali makanan ringan. Di sana juga terlihat Marta yang datang membawa minuman.

Hawa di sini sangat berbeda. Dingin. Erland mengamati bangunan yang tampak tua ini. Catnya sudah memudar dimakan usia. Dindingnya terdapat beberapa foto pernikahan Marta dan suaminya.

Ruangan ini juga sangat minimalis menurut Erland. Kursi yang diduduki juga terbuat dari kayu. Padahal setahunya, Wira ini dulunya adalah seorang wirausaha yang sukses di Jakarta. Dia sengaja pindah ke sini entah apa alasannya.

Kenapa gak beli sofa aja ya?

"Gimana perjalananmu hari ini?"

"Lumayan lama, Wir."

Tentu saja lama, mereka menempuh perjalanan hampir dua jam lebih.

Sementara mereka mengobrol, Erland kembali memusatkan pandangannya ke segala arah. Melihat detail-detail kecil dari rumah ini. Sesekali juga meminum dan memakan camilan yang tersedia.

Pandangannya tak sengaja berhenti pada lorong yang langsung mengarah pada suatu ruangan. Dari celah pintu ruangan itu, ada semacam benda putih yang di tengahnya terdapat lingkaran hitam.

Sontak dahi Erland mengernyit. Ia mencoba menganalisis benda apa yang ada di sana. Sesaat Erland baru menyadari bahwa apa yang ia lihat adalah sepasang mata.

Mata itu mengarah kepadanya. Tajam. Seolah mengisyaratkan Erland untuk pergi dari rumah ini.

Erland meneguk ludahnya kasar. Tubuhnya terasa kaku, bahkan untuk bergerak saja kesulitan. Saat matanya berkedip, tiba-tiba pintu tersebut tertutup dan mata itu ... langsung hilang.

Dia masuk?

Cepet banget gila!

"Land, kamu mau Tante tunjukkin kamarmu? Kayaknya kamu kecapekan," tawar Marta yang langsung membuat Erland sadar dari lamunannya. Semua orang menanti jawaban Erland, begitu juga dengan Wijaya yang tampak geram karena lagi-lagi ia melamun. "Gimana? Mau?" lanjut Marta lagi.

"Mau, Tante."

Erland mengikuti Marta menuju sebuah ruangan. Ketika melintasi ruangan itu, seketika Erland dibuat merinding.

"Kenapa?" Seolah tahu, Marta mencoba bertanya pada Erland yang terus memandangi ruangan di sebelahnya.

"Ini ... kamar siapa, Tante?" Dengan ragu-ragu, Erland bertanya. Dia hanya ingin tahu siapa yang menempati ruangan ini. Semoga saja anaknya atau pembantu.

"Kamar ini kosong."

Deg.

Tubuh Erland mendadak kaku. Kosong? Mana mungkin! Jelas-jelas tadi ada yang mengintipnya!

Marta berjalan menuju ruangan itu. Tangannya mencoba membuka pintu namun tidak berhasil. "Ini dulunya kamar nenek."

Erland mengangga melihat bahwa kamar itu ternyata dikunci. Kalau begitu, siapa yang mengintipnya tadi?

"Tapi beliau sudah meninggal empat tahun yang lalu."

Apa?!

"Dan sekarang gak ada yang nempati lagi."

Kalau gitu, siapa yang udah ngintip gue? Nenek itu?

Lagi-lagi bulu kuduk Erland berdiri. Kali ini seperti ada yang meniup lehernya.

Di tempatnya berdiri, Erland dibuat terdiam. Sulit rasanya mencerna apa yang terjadi hari ini.

"Yuk, Tante tunjukkin kamar kamu."

Erland hanya mengikuti saja. Tidak lagi bertanya apa pun. Kejadian tadi benar-benar membuat dirinya shock.

Di sepanjang jalan, terdapat empat kamar yang saling berhadapan. Erland diajak masuk pada kamar nomor dua bagian kiri.

"Nah ini, kamarmu. Maaf ya, Tante gak bisa ngasih kamar nomor satu karena masih ada penghuninya. Kebetulan penghuninya lagi liburan dulu," jelas Marta panjang lebar. Tidak ada tanggapan dari Erland.

Krieeet...

Pertama kali kamarnya dibuka, Erland dapat mencium aroma kapur barus. Kasur yang digunakan juga sangat kecil. Di dalam kamar hanya terdapat lemari dan meja. Hanya itu.

"Nah, ini kamar kamu." Marta berbalik dan memberi senyuman tulus. "Semoga kamu betah ya tinggal di sini."

Erland mengangguk. Dan sebelum Marta benar-benar pergi, dia memberitahu di mana letak kamar mandinya.

Bugh!

Ia langsung menghempaskan tubuhnya di kasur. Otot-otot yang semula menegang langsung rileks.

Tapi Erland tidak bisa tidur dengan keadaan berkeringat seperti ini. Dia memutuskan untuk mandi. Saat hendak mengeluarkan barang-barang yang ada di tas, Erland tak sengaja melihat tulisan 'pergi' berwarna merah di jendela.

- To Be Continued -

agak panjang ya. semoga gak bosen deh. 😁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro