8. Teror

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kamu kapan pulangnya? Aku kangen!"

Erland terkekeh mendengar permintaan Vina. "Gak sabaran banget, kan aku udah bilang secepatnya, Sayang."

Di dalam panggilan suara tersebut terdapat cebikan dari bibir Vina. "Kamu gak ada niatan bilang sama ayah kamu buat pulang?"

Erland mengubah posisi tidurnya menghadap pada Vina. Dilihat dari segimanapun, Vina masih tetap cantik walaupun tanpa make up.

Bukan. Bukan berarti dia sempurna tanpa cela, Vina juga masih mempunyai bekas jerawat di area pipi dan dahi. "Udah, tapi tetep aja ditolak."

"Kok gitu sih ayah kamu!"

Erland terkekeh. Vina jika sudah merajuk seperti ini membuat dirinya seperti bayi. "Bentar lagi ya, Sayang."

Sebenarnya Erland juga sangat ingin sekali pulang. Apalagi akhir-akhir ini dia merasa tidak nyaman dengan teror yang ia dapat.

"Vina, kamu gak mau tidur?"

"Bentar lagi! Aku masih mau ngobrol sama kamu!"

"Entah kenapa aku agak ngantuk hari ini."

"Oh ya udah kalau gitu, tutup aja teleponnya terus tidur."

"Kamu gak papa?"

Vina tersenyum manis. "Enggak papa, aku tahu kamu capek habis berkebun."

Dada Erland terasa hangat mendapat perhatian seperti ini. Dia akui Vina terkadang memang galak, tapi di sisi lain dia juga sangat perhatian. Erland janji, akan membuat Vina bahagia. Dialah wanita tulus yang harus Erland cintai setelah ibunya.

"Okey, kamu juga ya."

"Iya, Erland sayang! Good night!"

Setelahnya panggilan terputus.

Erland menyimpan ponselnya di nakas. Bersiap-siap merebahkan dirinya. Malam ini semoga dia bisa tidur dengan nyenyak.

Greeek ... greeek!

Erland masih tetap bergeming. Dia masih nyaman dengan tidurnya.

Greeek! Greeek!

Suara itu semakin terdengar sangat keras. Bahkan berkali-kali juga berbunyi.

Telinga yang sudah ditutup dengan bantal masih tak mampu menghalau suaranya untuk masuk.

Greeek! Greeek!

"Siapa sih yang udah ganggu gue?!"

Erland beranjak dari tempat tidurnya dengan kesal. Berniat mengecek suara yang berasal dari luar kamar.

Tapi saat dicek, suara itu musnah. Tidak ada siapa-siapa di luar kamar. Hanya kegelapan yang menyambut Erland.

Mendadak bulu kuduk Erland berdiri. Dia sangat jelas mendengar suara garukan berasal dari luar kamar, tapi entah kenapa suara itu mendadak hilang dalam sekejap.

Saat Erland hendak maju selangkah, kakinya tidak sengaja menginjak sesuatu yang basah.

"Apa ini yang gue injek?"

Karena penasaran, dia langsung berlari ke dalam kamar guna mencari ponselnya.

Sayang sekali, nasib tidak berpihak kepadanya hari ini. Ponsel Erland mati karena lupa tidak ia charger.

Erland meraba-raba lemari. Barang kali menemukan senter kecil yang sengaja ia bawa dari rumah.

Ketemu!

Segera ia menyalakan senter dan melihat tulisan yang berada di depan pintu kamar.

Dan setelah dilihat, betapa terkejutnya Erland mengetahui tulisan itu.

"X ... 90?" Ia mengernyit. "Apaan maksudnya? Kenapa ditulis pakai spidol merah?"

Otak Erland mencoba mencari apa arti tulisan itu, tapi otaknya seakan buntu. Dan yang membuat Erland tidak habis pikir, sekeliling tulisan itu terdapat air. "Gak beres nih! Gue yakin ini teror!"

Ia yang merasa curiga langsung mendatangi orang tuanya. Sama seperti kamarnya, seluruh rumah juga gelap.

"Apa mungkin mati lampu?"

Entahlah, Erland tidak peduli.

Tok! Tok! Tok!

"Yah, Ayah!"

Berkali-kali ia mengetuk, tak kunjung direspon. Hingga akhirnya, Wijaya yang terusik dengan ketukan itu keluar dengan wajah marah.

"Kenapa kamu?!" gertaknya pelan tapi menusuk. "Gak lihat orang lagi tidur?!"

Sialan, ayahnya marah lagi.

Tapi ini bukanlah saat yang tepat untuk menanggapi ucapan Wijaya.

"Yah, aku dapet teror di depan kamar! Ayah harus lihat!"

"Ngaco! Mana ada yang neror kamu? Kamu mau bohongin Ayah?!"

"Enggak, Yah! Ayo!" Ia menarik tangan Wijaya. Persetan! Dia tidak punya pilihan lain.

Saat mereka sudah sampai, Erland langsung mengarahkan senternya pada lantai berwarna putih.

Matanya membulat, mulutnya mengganga melihat bahwa tulisan itu sudah hilang! Bahkan tidak ada bekasnya!

"Mana terornya hah?!"

"Sumpah, Yah! Tadi ada di sini! Terus tiba-tiba hilang!" Lantainya juga kering. Erland yakin, pasti ada yang menghapusnya.

"Ngaco! Gak waras! Tengah malah begini kamu nipu Ayah?!"

"Yah-"

Wijaya mendekat dan berbisik. "Bukan berarti kamu tidak betah di rumah ini, kamu langsung membuat seolah-olah diri kamu diteror! Karena mau bagaimanapun kamu menjelaskan, Ayah tidak akan percaya. Camkan itu baik-baik!"

Setelahnya Wijaya pergi, meninggalkan Erland yang mematung di tengah kegelapan.

Rahangnya mengeras. Tangannya mengepal. Erland seperti dipermainkan malam ini. "Siapa ... siapa yang udah hapus tulisan itu, Sialan?!"

- To Be Continued -

kasihan juga si Erland. tapi tulisannya bener gak ya? terus siapa yang nulis? 🤔

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro