I Hate You

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jika ditanya hal apa yang paling kubenci, mungkin aku akan menjawabnya dengan 'hubungan percintaan', jika kalian bertanya mengapa, maka akan kujawab: itu menjijikkan! Membuatku ingin muntah setiap kali mendengar dan melihatnya. Lalu hal yang kubenci selanjutnya adalah dia yang duduk di sebelahku saat ini, seorang siswi dengan gaya mencolok yang mempunyai rambut pendek berkepang dua dan kacamata bulat-tidak!

Sekali lagi, tidak! Jika kalian berpikir penampilan gadis itu norak, maka kalian salah besar! Dari apa yang kudengar dari temanku, dia termasuk dalam jajaran gadis populer karena keimutannya, setidaknya itulah yang dipikirkan oleh mereka. Aku membencinya, jadi aku tidak peduli dengan hal itu.

Kau bertanya mengapa aku membencinya? Oke, selain karena penampilannya yang super duper mencolok-oh, kalian ingin aku mendeskripsikannya lagi? Oke, aku intip dia dulu. Hari ini dia sedang memakai sweater berwarna hijau cerah. Tasnya, seperti biasa, penuh dengan gantungan kunci yang aneh, dan yang paling aneh adalah gantungan kunci lonceng yang besar dan mengkilat, dan juga berisik, anak-anak lain pasti sudah mengetahui keberadaan gadis itu hanya dengan mendengarnya dari jarak beberapa meter.

Sekarang mari kita lihat ke bawah. Coba lihat sepatunya, itu memang salah satu merk sepatu termahal yang pernah ada, tapi lihat warnanya! Perpaduan warna neon hijau dan biru, apalagi masing-masing sisi punya warna yang berbeda. Itu hal yang melanggar peraturan sekolah! Kalian seharusnya memakai sepatu hitam saat sekolah! Tunggu, jangan bilang kalian tidak melakukannya? Aku benar-benar tidak percaya!

Mari kita lihat lagi, mataku melihat sekilas tangannya. Oh, itu benda yang selalu ada pada dirinya, seakan sama pentingnya dengan hidung mungilnya, sebuah gelang yang terbuat dari kain empuk--seperti kue chiffon yang dimakannya tiap tiga hari-- tetapi juga terlihat seperti sebuah karet rambut yang tidak pernah ia gunakan sesuai dengan fungsinya.

Namun setidaknya, dibalik penampilannya yang mencolok dan sifatnya yang tidak pernah diam barang semenit pun, ia punya otak yang cerdas. Ia-dan aku-masuk ke dalam kelas unggulan. Dia juga pernah menjadi partner-ku selama olimpiade kebumian tahun lalu dan berhasil sampai di tingkat provinsi. Kalian tidak boleh meremehkannya begitu saja! Setiap orang pasti punya kelebihan dan kekurangan.

Meskipun begitu, bukan berarti fakta bahwa aku membencinya akan menghilang begitu saja.

Oke, kembali pada alasan mengapa aku membencinya. Dia, Iris Gladiolus, adalah seorang manusia yang sudah terpikat pada racun cinta dan akan melakukan apapun demi mendapatkannya. Dengan kata lain atau bahasa gaulnya, seorang budak cinta, bucin! Menjijikkan! Memikirkannya saja sudah membuatku mual.

Iris dan segala deretan film romansa yang ia lihat tiap jam istirahat, juga teriakan super nyaring dan menggelikan tiap kali melihat adegan-ehem, romantis adalah sebuah perpaduan yang sangat cocok untuk berada dalam daftar hal yang harus dimusnahkan dari atas permukaan bumi. Sebenarnya ada satu hal lagi yang paling menyebalkan dan sanggup membuat bulu kudukku merinding, yaitu saat-

"Iris, kupikir Sive sedang memperhatikanmu."

--Oh, sial, aku ketahuan!

Aku segera memalingkan wajahku dan memperhatikan gambaran batu-batu hasil sedimentasi, berpura-pura tidak pernah meilihatnya sama sekali.

"Benarkah?" aku mendengar Iris bertanya pada temannya yang mungil. Seketika itu, aku merasakan tatapan yang lebih dari sekedar tatapan tajam, sebuah tatapan dengan mata lebarnya yang berbinar, aku bisa merasakan bulu kudukku berdiri saat ini.

Jangan ke sini, jangan ke sini! Aku mengucapkannya berkali-kali dalam hatiku seperti saat aku menghafal susunan ruang kota dalam Teori Inti Ganda. Mataku yang terpejam rapat mulai bergerak saat tak mendengar suara apapun. Rasanya aneh dan mencurigakan, jadi aku mencoba untuk mendongak dan membuka mataku.

"Hai, Sive!!"

Aku berjingkat saat melihatnya bertopang dagu di mejaku dengan sapaan nyaring juga bonus senyum secerah VY Canis Majoris. Aku menggeram dalam hati dan membalasnya dengan tatapan tajam. Ia masih setia dengan senyumnya. Aku mulai menutup telingaku dengan cepat saat melihatnya menarik napas, seakan tahu apa yang ia katakan selanjutnya. "Sive, aku menyukaimu! Aku menyukaimu!"

Ugh! Aku tidak mendengarnya dan tidak mau mendengarnya. Aku terus menutup telingaku dan memalingkan wajahku.

Ya, inilah hal yang kubenci, seorang Iris yang menyebalkan dengan segala pernyataan cintanya yang ia ucapkan tanpa henti, setiap jam, setiap hari, setiap kali ia bertemu denganku. Kalimat paling tidak ingin kudengar sepanjang garis asimtot yang tidak pernah bertemu dengan titik nol.

Iris, gadis super energik ini, sudah lama menyatakan bahwa ia menyukaiku, mencintaiku-atau apalah itu, aku tidak peduli. Entah apa yang membuatnya menyukaiku, aku tidak pernah berharap untuk hal yang seperti itu, pada sebuah kata 'cinta' yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah. Jadi, aku tidak membutuhkannya. Sekalipun Iris bersujud demi balasan yang sesuai dengan impiannya, aku bersumpah tidak akan pernah melakukannya.

"Ayo kita kencan setelah pulang sekolah!"

"Tidak!"

Aku hanya ingin pagi yang tenang, batinku sedang menangis kesal. Jadi, bel sekolahku yang selalu aku dambakan, tolong berbunyilah, biarkan Mr. Oliver masuk dengan cepat dan membebaskanku dari parasit yang satu ini.

---

"Selamat pagi, Sive!! Apakah hari ini cintamu kepadaku sebesar cintaku kepadamu?"

Aku menatapnya aneh, tidak terkejut dengan kedatangannya sebab bunyi gantungan lonceng nyaringnya. Ia terlihat sama anehnya dengan kalimatnya yang berputar-putar. "Ya, Iris. Cintaku sangat besar, sebesar atom di jagat raya! Jadi, pergi dari hadapanku sekarang juga."

"Kyaa!! Kau bisa saja! Kalau begitu, sampai jumpa!" Iris pergi menjauh dengan lambaian tangan.

Senggolan di lenganku membuatku menoleh dan balas menyenggol siswa di sebelahku. "Apa?!"

Siswa itu terkikik melihatku, menatapku dengan menggoda. "Kau seharusnya menerimanya saja! Kau tidak akan menemukan gadis seperti dia!"

"Diam kau, Argia! Aku tidak butuh saranmu!" seruku kesal. Argia Stephanotis, teman dekatku, tidak pernah serius dalam memberikan saran tentang Iris dan hanya bermaksud untuk menggoda. Aku mendengarnya tertawa lebar.

"Kau seharusnya lebih terbuka. Apa salahnya sih dengan cinta?" tanya Argia.

Aku mendengus. Itu adalah pertanyaan lama yang dibacakan kembali dan aku yakin dia sudah tahu jawabannya. "Aku yang tidak mengerti. Apa bagusnya cinta? Dia sama beracunnya seperti narkoba, beberapa orang dengan bangga menyebut mereka bodoh karena cinta, menggelikan! Cinta terlalu aneh hingga tidak bisa di jelaskan dalam bahasa ilmiah dengan jelas." Argia mengangguk mendengarku, terbaca dalam wajahnya jika dia sudah tahu kalimat itu akan keluar dari mulutku. Terkadang aku bertanya mengapa dia bertanya jika tahu jawabannya.

Argia memasuki kelas dan berjalan menuju bangkunya, begitu pula denganku. Dari tempat aku melangkah, aku dapat melihat Iris tersenyum kepadaku, seakan menanti-nanti kedatanganku. Jika jarum panjang belum menyentuh angka 11, mungkin aku sudah berbalik dan berpikir kembali untuk mencari tempat yang tepat untuk mengungsi, sayangnya jarum panjang sedang tidak memihak kepadaku.

"Halo lagi, Sive!" sapanya basa-basi. Aku mengangguk tanpa melihatnya, sibuk mencari pensil yang terselip di antara buku-buku. "Hey, aku lupa memberitahumu. Kemarin aku dan Azure jalan-jalan ke pusat kota, lalu aku menemukan ini." Tangannya menjulur ke arah mejaku, meninggalkan sebuah gantungan ponsel yang berbentuk kucing hitam berkalung Semanggi. Aku menatapnya, itu lucu-maksudku, kucingnya. "Bukankah itu terlihat seperti dirimu?" aku mengernyit dan menatapnya aneh. "dia berwarna hitam, kau selalu memakai warna hitam, juga kalung semangginya."

Aku masih setia dengan tatapan anehku. Apa hubungannya diriku dengan semanggi? Entah ilmu cocoklogi apa yang dia gunakan untuk menyamakanku dengan benda aneh barunya. Aku meraih gantungan itu dan mengembalikannya, tetapi sebelum aku berhasil melakukannya, Iris menghentikanku.

"Itu untukmu, aku sengaja beli dua. Jangan mencoba untuk mengembalikannya atau aku akan membencimu seumur hidupku!" ancamnya, tentu saja itu tidak berhasil, jika memang dengan hal itu dia akan membenciku, aku tidak akan berpikir dua kali untuk mengembalikannya. Dan apa aku tidak salah dengar? Dia beli dua? Aku bersumpah, aku tidak mau mempunya barang yang sama dengannya! Aku ingin membantah, tetapi kedipan yang diberikannya kepadaku seakan mendorong kembali kalimatku sebelum sempat keluar. Lalu, aku mendengar suara bising yang menghening.

Ah, Mr. Oliver sudah datang.

---

Aku menghela napas panjang. Hari yang panjang kembali terlewati. Aku duduk sendirian di bangkuku. Kelas sudah berubah menjadi ruangan yang kosong, tetapi terasa hangat. Cahaya senja masuk menembus kaca bersama dengan semilir angin musim dingin. Kelas sepulang sekolah memang luar biasa. Tenang dan menyenangkan.

Aku suka pulang lebih lama dari siapapun, tetapi aku hanya melakukannya beberapa kali dalam sebulan, atau setidaknya pada hari-hari yang melelahkan. Aku membuatnya sebagai obat peringan stress, sedikit memberikan me time pada diriku sendiri bukanlah hal yang patut disesalkan.

Mataku terasa berat, mungkin efek samping dari angin sejuk dan tubuh lelah setelah jam olahraga tadi. Aku menurunkan kepalaku perlahan, menggunakan meja yang keras sebagai sebuah bantal. Mungkin aku akan tidur untuk beberapa menit.

Samar-samar aku mendengar suara pintu terbuka, tetapi aku tidak peduli. Mungkin itu hanya anak yang ingin mengambil barangnya yang tertinggal, lagipula aku sudah setengah tertidur. Aku sudah terbiasa seperti ini, setelah aku seratus persen sadar, biasanya aku akan susah membedakannya dengan alam mimpi.

Ugh, leherku terasa sakit. Aku mencoba membuka mataku, menggerakkan kepalaku perlahan untuk mencari posisi yang lebih enak, tetapi aku mematung. Mataku terbuka lebar saat merasakan bekas kelembutan di ujung bibirku. Aku bangkit dengan cepat, hingga terjatuh dengan keras. Tanpa mempedulikan bokongku yang sakit, aku melihat Iris dari bawah sini, sedang menutup mulutnya dengan telapak tangan. Matanya yang lebar terbuka lebih lebar. Warna senja yang kemerahan tak dapat menyembunyikan telinganya yang memerah.

Dari semua yang telah terjadi, aku berhasil menyimpulkan sesuatu. Iris Gladiolus, perempuan paling kubenci seumur hidupku, sudah menciumku.

.
.
.

to be continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro