1 - Tas yang Tertukar

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku hadir dengan cerita baru :) I'm on fire, guys.

***

Jeprat jepret kamera mengiringi langkah kaki Scarlett Davis di atas karpet merah. Gadis berambut merah terang itu menutupi matanya dengan kacamata hitam. Di sampingnya, para bodyguard berbadan kekar melindungi tubuhnya dari kerumunan wartawan yang haus akan berita. Seseorang membukakan pintu mobil untuknya dan ia segera memasuki mobil limosin mewah yang sudah menunggu kedatangannya.

Limosin itu kemudian melaju begitu Scarlett memasukinya.
Pemandangan kota New York siang itu masih sama. Padat, ramai, dan terik. Scarlett tak membencinya, hanya saja memikirkan berbaur dengan banyak manusia bersamaan panas terik di atas ubun-ubun pastilah sangat menguras energinya.

Tak ada yang tahu bahwa Scarlett Davis, sang model papan atas menyimpan rahasia besar. Ia adalah seorang vampir. Ia tak sendiri, banyak vampir yang berbaur dengan manusia di seluruh dunia. Scarlett hanya salah satunya. Jika dalam benak orang-orang bahwa vampir hidup dengan menghisap darah manusia atau tertidur saat matahari muncul, mereka salah besar. Vampir, bangsanya telah berevolusi.

Vampir tak lagi meminum darah manusia atau tidur di dalam peti saat matahari terbit dan mitos-mitos lain. Vampir yang telah berevolusi sempurna mendapatkan energi dari makanan manis. Vampir tak butuh makanan lain selain makanan manis. Jika ada vampir yang memakan makanan lain, itu berarti mereka sedang dalam situasi yang mengharuskan bertindak seperti manusia. Makanan selain makanan manis tak berpengaruh apa-apa bagi tubuh mereka.

Memikirkan makanan manis, Scarlett ingat bahwa ia belum makan sejak acara catwalk. Energinya seakan terkuras habis oleh perjalanan ke Jepang dan langsung mengikuti acara setelah sampai di New York. Ia menyuruh sopir pribadinya, Alex untuk membawanya ke toko kue. Tak lama kemudian, Alex menepikan mobil di depan toko kue bertuliskan Amour Bakery.

Ketika memasuki toko, rupanya toko itu tak sesepi kelihatannya. Scarlett tersenyum, beberapa vampir ada di toko itu. Sekilas, tak akan ada yang berbeda dari segi fisik antara vampir dan manusia. Tapi karena mereka adalah sebangsa, mudah saja bagi Scarlett mengenali kaumnya, tubuh mereka mengeluarkan aroma yang berbeda dari manusia dan hanya bangsa mereka yang bisa mengendusnya. Beberapa menyadari kedatangannya dan menatap sambil tersenyum, seolah menyapa.

Kue tar red velvet di dalam etalase toko menarik perhatiannya. Kue itu berbentuk bulat dan lumayan besar. Diameter sekitar 40 cm.

“Bisa bungkus yang ini?” katanya kepada pegawai toko. Pegawai perempuan itu tampak sedikit terkejut, “Adikku penggemar Anda, Nona.”

“Benarkah?”

Pegawai itu mengangguk, “Bolehkah saya meminta foto dan tanda tangan Anda?”

“Tentu saja, tapi setelah kue yang kumau dibungkus.”

“Baik, Nona Scarlett. Silakan menuliskan ucapan atau nama yang akan ditulis di atas kue.” Pegawai itu memberikan secarik kertas dan bolpoin.

“Oh, tidak perlu. Ini kue untukku sendiri.”

Pegawai itu sedikit keheranan, menampilkan ekspresi canggung, “Baik, Nona.”

Dia hanya manusia, batinnya sambil melirik pegawai toko yang menjauh itu. Scarlett tak peduli meskipun ditatap aneh oleh pegawai. Ia mengerti pikiran pegawai itu, mana mungkin seorang model memakan banyak kalori?.

Banyak kemungkinan pekerjaan yang bisa dijalani vampir sepertinya. Menjadi pemilik toko kue atau pegawai toko kue lebih menjanjikan karena mereka bisa dengan mudah mendapatkan makanan. Beberapa bahkan ada yang menjadi politisi dan tokoh terkenal yang tersebar di seluruh dunia. Kini, vampir dan manusia hidup berdampingan tanpa ada yang mengetahui keberadaan si makhluk legenda.

Sebenarnya, ada satu rahasia lagi yang menjadi perbedaan mencolok. Meskipun tubuh mereka sama seperti manusia, kekuatan mereka tentulah berbeda. Vampir lebih bertenaga dan stamina tubuh mereka sangat besar. Vampir tak gampang lelah dan dapat bertahan di suhu yang ekstrim.

Sang pegawai toko beberapa menit kemudian memberikan pesanan Scarlett. Ia menerima paper bag coklat dengan simbol toko di tengah-tengah tas. Kemudian memenuhi janjinya berfoto bersama dan memberikan tanda tangan. Wanita itu lalu menuju ke mobilnya. Ia membuka kue itu dan mencicipinya sedikit.

Mungkin nanti saja dihabiskan setelah sampai di apartemen.

Scarlett tak tenang jika ia tidak makan di meja makannya sendiri.

***

Mobil Scarlett sampai di depan sebuah apartemen mewah, Park Avenue. Sudah berapa lama Scarlett tak pulang ke apartemen karena pergi ke Jepang untuk urusan pekerjaan. Kurang lebih 3 bulan, kini ia ingin menikmati kasur empuknya lagi. Ketika memasuki lobi, ponselnya berdering. Nama ‘Tim Hudson’ muncul di display. Ah ... manajernya.

“Ya?”

“Kau sudah sampai di apartemen? Bagaimana acara tadi? Maafkan aku harus membiarkanmu sendirian.”

“Tak apa, Tim.”

“Baiklah, sampai nanti. Aku akan menyiapkan jadwalmu selanjutnya dan menjemputmu.”

“Oke.”

Brukk!!

Sedetik setelah menutup telepon, Scarlett terhuyung ke belakang. Seseorang menabraknya. Ia melihat seorang lelaki bermata biru, berhidung mancung, dan berambut kecoklatan. Lelaki itu pun lebih tinggi darinya.

“Maafkan saya,” ujar lelaki asing itu. Mata mereka bersipandang, lalu terputus karena lelaki itu bergerak mengambil tas yang terjatuh.

“Ini.” Lelaki itu memberikan tasnya yang terjatuh. Scarlett sampai tidak sadar bahwa tas kuenya terjatuh. “Maaf, saya terburu-buru,” imbuh lelaki itu karena Scarlett tak kunjung mengambil tasnya.

“Ah, iya.” Scarlett seakan tersadar dari lamunan. Lelaki itu kemudian mengambil tasnya sendiri yang jatuh ke lantai dan berlari pergi. Scarlett memperhatikan lelaki itu selama beberapa detik sebelum ia beranjak menuju ruangan apartemennya.

Scarlett mempercepat langkah ketika keluar dari lift. Ia ingin segera memakan tar red velvetnya. Energinya seakan terkuras habis karena tiba-tiba harus catwalk dadakan di acara temu James, desainer kenalannya.

Ia mengempaskan bokongnya di kursi kemudian membuka paper bag kue tarnya. Keningnya mengerut ketika mengambil kue itu. Kue tar yang dibelinya beberapa waktu lalu seingatnya adalah tar red velvet. Namun, yang ada di hadapannya sekarang adalah tar dengan hiasan full cokelat, krim putih, dan beberapa cherry di atasnya.

Black forest?

Pandangannya beralih ke paper bag di sampingnya. Tak ada logo toko kue. Ia memijat kening, rupanya tasnya telah tertukar dan ia tak tahu di mana pria itu pergi. Energinya sudah terkuras pula. Jika tidak segera makan, ia bisa tumbang. Vampir memang tidak butuh tidur, tapi jika energinya habis, vampir bisa tak sadarkan diri selama berbulan-bulan.

Scarlett memang tak dalam masa kritis hingga bisa ‘hibernasi’ berbulan-bulan karena energinya habis. Scarlett hanya malas harus menelepon orang lobi dan menyelesaikan masalahnya sendiri. Tim, orang yang bisa dia andalkan bahkan tidak di sini.

Apa boleh buat?

Ia mengambil pisau, mengiris roti tar itu dengan potongan segitiga lalu menggigitnya. Mulanya, ada sensasi aneh ketika pertama kali kue itu lumer dalam mulutnya. Gigitan kedua seperti ada gejolak dalam dirinya, dadanya berdebar kencang. Jika dia manusia, aliran darahnya pasti mengalir lebih cepat, sayangnya ia seorang vampir, ia tak mempunyai pembuluh darah. Namun, ada sensasi aneh seperti ada darah yang mengalir cepat dalam tubuhnya. Suapan terakhir, ia merasa staminanya bertambah dengan cepat. Energinya kembali dalam tiga suapan saja.

Tar itu berbeda dengan tar yang ia makan selama ini. Bahkan ia telah berkeliling dunia untuk mencicipi makanan manis di seluruh dunia.
Tapi ... kenapa tar ini berbeda?

Kue apa ini? Siapa lelaki itu? Apakah penghuni baru?

Ia tersenyum miring, jari dengan kuteks merahnya mengetuk-ngetuk meja.

Aku harus mendapatkan lelaki itu.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro