5 - Takdir yang Mengikat Kehidupan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aaron mengawasi Hailey yang bermain di taman dengan suster dan anak-anak lain. Namun, matanya menerawang, bayangan seorang wanita yang pernah mengisi hatinya memenuhi pikirannya. Aaron tak akan pernah bisa melupakan wajah ceria Regina. Masih ia ingat dengan jelas senyum dan segala hal tentang wanita itu. Rambut panjang Regina yang tertiup angin, tatapan matanya yang berseri, bagaimana wanita itu membuatnya bahagia hanya dengan melihatnya memakan kue buatannya.

Ah... Aaron masih ingat dengan jelas bahkan sedetail apapun tentang Regina. Rasanya, saat bersama Regina adalah saat-saat bahagianya.

“Aaron!”

Lamunan Aaron membuyar ketoka mendengar teriakan Hailey. “Ya, Hailey? Kau butuh sesuatu?”

Mulut Hailey mengerucut seperti pantat ayam, sedangkan kedua tangannya bersedekap, “Aku memanggilmu dari tadi kenapa malah melamun?”

Aaron membelai lembut lengan Hailey. “Maafkan aku. Ada yang perlu kubantu, Hailey Sayang?”

Hailey menggeleng, “Tidak ada. Aku lelah dan hanya ingin membaca buku saja di kamar.”

“Baiklah, ayo kita kembali.”

“Tapi jangan melamun lagi, oke? Kamu kan sedang cuti kerja, jadi sebelum kembali bekerja, kamu harus menemaniku sepenuhnya. Dan aku masih menagih kue black forest itu, oke?”

Aaron tersenyum hangat lalu mengangguk. Lelaki itu membantu Hailey naik ke kursi roda dan mendorongnya meninggalkan taman menuju kamar.

Sesampainya di kamar, Hailey segera meraih novel favoritnya di atas nakas dan berkutat dengan buku itu tanpa mengajak bicara Aaron lagi. Selagi menunggui Hailey, pikiran Aaron berkelana, entah kenapa tiba-tiba bayangan Scarlett muncul di dalam benaknya.

Aaron masih bisa mengingat bagaimana tubuhnya selalu merasa kaku setiap kali menatap Scarlett. Warna mata Scarlett mengingatkannya kepada Regina, wanita yang pernah mengisi hatinya. Warna mata Scarlett merah terang, meskipun ia yakin bahwa wanita itu menggunakan kontak lensa sehingga warna matanya begitu.

Namun, Aaron juga tidak dapat memungkiri bila warna mata itu memang asli seperti milik Regina. Setahu Aaron, warna mata merah terang sangatlah langka. Pemilik mata merah merupakan orang dengan kondisi tertentu karena tidak memiliki melanin dalam tubuhnya. Tentu saja hanya 1% orang yang memiliki warna mata itu di seluruh dunia.

Ia menggeleng keras, seakan ingin menghilangkan bayangan Scarlett dalam benaknya. Aaron yakin bahwa penyebab Scarletr yang tiba-tiba muncul dalam benaknya adalah karena warna matanya mengingatkan Aaron pada Regina. Tak lebih! Dia juga sangat membenci wanita cantik dan tak ingin berhubungan dengan Scarlett, tapi tampaknya wanita itu tidak akan menyerah, terbukti dengan kata-katanya kemarin.

“Aku tak peduli kau mau berteman denganku atau tidak, Tuan Aaron Rodriguez. Yang jelas, aku akan mengejarmu dan kita lihat saja ke mana  takdir akan membawa kita.”

Aaron berharap takdir akan berpihak padanya dengan tidak mempertemukan dirinya dengan Scarlett. Dia bahkan rela pindah apartemen jika bisa.

“Aaron? Apa aku boleh meminta segelas air?”

Kata-kata Hailey menyadarkan lamunan Aaron. Dia beranjak dan menuangkan air dalam gelas, lalu menyodorkannya kepada Hailey. Pandangannya tanpa sengaja menangkap pembatas buku yang digunakan Hailey. Pembatas buku itu merupakan foto Scarlett.

Aaron kemudian teringat bahwa Hailey, adiknya itu mengidolakan Scarlett. Hailey kemudian melanjutkan membaca buku.

Entah kenapa Aaron merasa tak tenang. Banyak pertanyaan bercokol di kepalanya. Apa yang membuat Hailey mengidolakan Scarlett? Apakah Hailey tahu sikap Scarlett yang sebenarnya?
Aaron mengeluarkan ponsel dan mengetikkan nama Scarlett Davis di peramban. Wanita itu ternyata memang model papan atas. Dia sudah menjadi model sejak usia muda dan  sudah berkarier di berbagai merk terkenal seperti Dior, Chanel, Victoria Secret, ataupun TVC.

Aaron jarang menonton televisi, membaca majalah fashion, atau menghadiri undangan runaway. Aaron tak pernah tertarik jika itu berhubungan dengan para model. Aaron sudah bersumpah tak akan pernah mau menjalin kerja sama dengan para model sejak hari di mana Aaron kehilangan orang yang dicintainya.

Perhatian Aaron kemudian teralihkan ketika ibunya memasuki ruangan Hailey.

“Apakah ibu lama?” tanya Victoria, ibu Aaron.

“Tidak sama sekali. Seharusnya, ibu beristirahat lebih lama. Aku yang akan menjaga Hailey.”

“Tidak, Aaron. Aku malah tidak tenang berada di rumah. Apa kau masih cuti?”

“Sebenarnya ini hari terakhir cutiku, besok aku akan ke Jepang. Ada kerja sama dengan restoran di sana.”

Veronica tersenyum lebar, “Wah, itu bagus Aaron.”

“Apa kau akan pergi lagi? Aku bahkan belum kau buatkan kue itu,” celetuk Hailey.

Aaron mendekati Hailey, mengusap lembut pucuk kepalanya, lalu tersenyum. “Aku berjanji akan membuatnya untukmu, Hailey. Setelah aku kembali, aku pasti akan memberimu kue itu.”

Bibir Hailey yang semula maju lima senti perlahan membentuk lengkungan. “Kau harus menepati janji.” Dia mengangkat jari kelingkingnya.

Aaron menatap sejenak jari kelingking adiknya itu. Ada perasaan ragu yang menyelimutinya. Aaron telah memutuskan untuk tidak membuat kue lagi. Apalagi, ada rahasia besar yang harus dia sembunyikan. Namun, Aaron tak ingin mengecewakan adiknya yang sedang berjuang melawan kanker. Perlahan, Aaron menautkan kelingkingnya pada Hailey.

Aaron kemudian meninggalkan ruangan Hailey. Dia berjalan di sepanjang lorong, kemudian berbelok menuju lobi rumah sakit. Langkahnya kemudian terhenti tiba-tiba ketika pandangannya menangkap seseorang yang selama ini ingin dihindarinya.

Scarlett?

Scarlett berdiri di depan meja resepsionis dan sedang melayani permintaan foto bersama dengan seorang pasien anak-anak dan ibunya.

Sejenak, Aaron mematung, kata-kata Scarlett tiba-tiba saja terngiang di kepalanya.

“Jika selanjutnya kita bertemu di luar apartemen tanpa sengaja, kau harus mau jadi temanku.”

Apakah artinya... pertemuan ini...

Aaron masih berperang dengan pikirannya ketika Scarlett telah menyadari keberadaannya. Wanita itu melepas kacamata hitamnya, menyipitkan mata seolah dia tak yakin bisa bertemu Aaron, lalu dengan gerakan anggun berjalan mendekati Aaron tanpa melepas pandangannya.

“Kita bertemu lagi, Tuan Tar Manis.” Scarlett melemparkan senyum mempesonanya. Namun, Aaron masih menatapnya dingin.

“Kenapa Anda bisa ada di sini, Nona Scarlett?” tanya Aaron.

“Scarlett?” suara seseorang mengalihkan pandangan Aaron dan Scarlett. Seorang lelaki paruh baya berperawakan tinggi dan memakai pakaian dokter mendekati mereka.

“Dokter James?” Aaron terhenyak ketika melihat dokter dari adiknya mendekat dan yang membuatnya semakin terkejut adalah dokter James mengenal Scarlett.

Tunggu!

Ada sesuatu yang mengganggu pikiran Aaron. Ada sesuatu yang mengganjal. Namun, Aaron tidak dapat mengingatnya.

“Mr. Aaron? Kapan Anda kembali ke New York?” tanya dokter James.

“Seminggu yang lalu, Dokter.”
Pandangan Aaron beralih ke arah Scarlett. Wanita itu masih menyunggingkan senyum yang demi Tuhan membuat Aaron sangat terganggu.

“Jadi, apa kalian saling mengenal?” James menatap Scarlett dan Aaron bergantian.

“Kami tetangga satu apartemen, Papa.”

Dada Aaron seperti tertohok sesuatu mendengar Scarlett memanggil dokter James dengan sebutan papa. Dia tak bisa menutupi keterkejutannya.
Tatapannya melekat erat ke arah Scarlett. Perlahan Aaron ingat apa yang mengganjal pikirannya sedari tadi.

James Davis. Aku baru mengingatnya. Nama belakang mereka sama.

“Aaron!”

Hailey dengan setengah berlari mendekati mereka, sedangkan Veronica berusaha mengejar Hailey di belakangnya.

“Ini, jaketmu keting- oh my God! A-apakah ini ke-kenyataan?!” Hailey tampak histeris ketika menyadari keberadaan Scarlett. “Apakah Anda Scarlett Davis, model terkenal itu?” mulutnya menganga lebar.

“Oh, Hailey. Akhirnya kau bertemu idolamu.” Dokter James menyapa Hailey dengan ramah, “Dan maafkan aku karena menyembunyikan sesuatu darimu selama ini. Scarlett adalah putriku.”

Hailey menutup mulutnya dengan kedua tangan, sedangkan matanya semakin melotot lebar.

Scarlett berpikir cepat, berniat memanfaatkan situasi, “Oh, hai, Hailey. Apa kau adalah adik Tuan Aaron? Kau sangat lucu.”

Hailey hanya mengangguk karena saking senangnya hingga tak bisa berkata-kata.

“Apakah kau adalah fansku?”

Hailey mengangguk sekali lagi, masih dengan mata melototnya. “A-apa aku bisa mengajakmu berfoto?”

“Tentu.” Scarlett tersenyum semanis madu, dia melirik ke arah Aaron yang masih membisu.

“Aku akan mengambil kamera.” Hailey berlari pergi tanpa izin, membuat Veronica tergopoh-gopoh mengejarnya.
Seorang perawat datang dan membisikkan sesuatu kepada dokter James.

“Saya harus pergi, Tuan Aaron. Scar, tunggu saja di ruanganku.” Dokter James beranjak pergi.

Scarlett menatap Aaron penuh kemenangan. Dia melangkahkan kaki mendekati Aaron.

“Takdir benar-benar membawa kita untuk bertemu lagi, kan? Kau, manusia, tak akan bisa melawan takdir, karena takdir lah yang mengikat kehidupanmu.”

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro