3rd Story : The Heart Of Shield

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hei, kau sudah menonton anime pagi ini?"

"Oh, sudah. Episode kali ini keren sekali!"

"Sudah kuduga kau akan berkata seperti itu. Menurutku juga keren!"

"Apalagi saat adegan pertarungannya. Sangat luar biasa!" Tomo merenggangkan kedua tangannya. Tersenyum lebar, memamerkan deretan giginya yang putih. Dia menoleh, mengarahkan pandangannya kepadaku. "Kalau menurutmu, bagaimana episode kali ini, Hinoto?"

Aku duduk menatap ke luar jendela sembari menopang dagu. Hanya berguman tidak jelas sebagai jawaban.

"Hee ... ada apa denganmu?" Kento--yang juga merupakan temanku--memutar kursi, menghadapku. "Biasanya kau yang paling bersemangat saat membahas anime ini."

"Hm ... aku melewatkan anime pagi," jawabku apa adanya.

Kento melotot, menatap histeris. "HAH?! Apakah ini bisa masuk keajaiban dunia nomor delapan?!"

"Dia sedang jatuh cinta, biarkan saja," Tomo menggeleng-gelengkan kepalanya sembari bersidekap tangan.

"Oh, dengan Katsuri Hikari ya?"

Aku refleks menoleh. "Bagaimana kau tahu?" Aku menatap Tomo dengan tatapan curiga.

Tomo menggeleng. "Aku tidak memberi tahu siapapun, sungguh!" sahutnya sambil menunjukan huruf V di jarinya.

"Tanpa diberi tahupun, sudah terlihat jelas," Kento bersidekap tangan. "Dasar budak cinta."

"HEI! Siapa yang kau sebut budah cinta?!"

"Siapa lagi? Ya kau."

"Guru sudah masuk, cepat duduk! Sebelum kalian terkena hukuman!" seru salah seorang anak penghuni kelas, memperingatkan kepada kami.

***

Aku menatap pantulan diriku dari layar ponsel. Kusisir rambutku menggunakan jemari, meyakinkan diri bahwa penampilanku sudah oke.

Saat ini, aku sudah berada di depan cottage Hikari. Cottage miliknya tidak terlalu besar, namun tidak juga dapat dikatakan kecil. Banyak taman hias di sekitar cottage-nya. Setahuku, ayah Hikari bekerja sebagai nelayan, sedangkan ibunya berjualan ikan di pasar. Yah, memang mayoritas penduduk di sini berprofesi sebagai nelayan.

Setelah membulatkan tekad, aku mengetuk pintu. Selang beberapa saat, pintu terbuka, menampilkan sosok Hikari yang terlihat ... imut?

Gadis itu memakai tank top biru dan celana pendek sepaha. Rambutnya dikuncir tinggi, menyisakan anak rambutnya menutupi kening. Dia juga memakai topi pantai berwarna biru dengan pita merah yang melingkarinya.

Hari ini memang sangat panas. Musim panas tidak pernah membiarkan udara sejuk berhembus barang sejenak.

"Ayo," Hikari menarik tanganku, menuju pesisir pantai.

Matahari bersinar begitu terik. Silau cahayanya membuat mataku sakit, dalam hati sedikit menyesal karena lupa membawa kacamata hitam.

Kami tiba di pesisir pantai. Hikari berjongkok, tampak mencari sesuatu. Aku hanya berdiri menunggu, tidak tahu harus melakukan apa.

Beberapa menit kemudian, Hikari mengangkat tinggi tangannya, memamerkan sebuah cangkang kerang putih. "Ketemu!"

Aku berkedip. "He? Untuk apa?"

"Panitia festival kembang api diminta membawa hiasan untuk festival. Makanya, aku akan mengajarimu membuat sebuah hiasan dari kerang," terang Hikari--begitu antusias.

"Oh, begitu," aku mengangguk mengerti. "Berapa cangkang kerang yang dibutuhkan untuk membuat hiasan?"

"Entahlah, kita kumpulkan saja dulu sebisanya." Hikari melemparkan sebuah karung kecil kepadaku. "Kumpulkan di sana, ya!"

Aku menangkap dengan sigap. "Baik!"

Hikari tersenyum.

Di bawah terik matahari ini, sama sekali tidak terasa menyengat bagiku. Seakan, senyum Hikari sudah cukup untuk menyejukkan hatiku.

Ini pertama kalinya aku maupun Hikari tidak bertengkar. Kami mengumpulkan cangkang kerang diselingo canda tawa. Menurutku, ini akan menjadi kenangan paling berharga kelak.

Setelah mengumpulkan cangkang kerang, Hikari mengajakku ke cottage-nya dan mengajariku berbagai macam kerajinan kerang.

Saat itu, aku baru tahu, kalau ternyata Hikari senang mendaur ulang sesuatu. Banyak kerajinan tangan ciptaannya yang tertata di ruangan.

Aku kagum, Hikari memang gadis yang berbeda. Ini yang membuatku semakin menyukainya.

Hari semakin larut, dan aku pamit untuk pulang. Sebelum aku benar-benar pergi, kusempatkan diriku untuk memanggil namanya, "Bakari!"

Hikari yang hendak menutup pintu mengurungkan niatnya. "Apa? Ada sesuatu yang tertinggal?"

Aku menggigit bibir bawahku, kemudian melemparkan sesuatu ke arahnya. Beruntung, Hikari berhasil menangkapnya.

Hikari tampak terkejut. "Eh ... ini?"

"Hadiah dariku!" kataku cepat. "A-Aku pergi dulu. Terima kasih sudah mengajariku!"

Aku berlari cepat, menjauh dari cottage Hikari. Wajahku terasa terbakar. Tadi, benda yang kuberikan kepada Hikari adalah sebuah kalung dengan liontin kerang yang baru saja kubuat.

Aku menoleh, menatap cottage Hikari dari kejauhan. Hikari belum masuk ke dalam, masih terpaku di ambang pintu, memandangi kalung pemberianku.

Entah ini ilusi atau nyata, dapat kulihat bibirnya melengkung.

Dan hal itupun membuatku ikut tersenyum.

Syukurlah, ternyata dia menyukainya.

***TBC***

MARATHON! MARATHON!

BESOK DEDLEN!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro