Bomb [ part 2 ]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

—–—°•°•°—–—

Bomb
[ Part 2 : Jeaile the Bomb ]

—–—°•°•°—–—

.
.
.
.
.

"Kami sudah mencarinya disetiap sudut, dan seluruh barang-barang disini. Tidak ada tanda-tanda terdeteksi bom." Lapor salah satu petugas.

"Hmmm... Ini aneh. Tidak mungkin pengebom itu menaruh bomnya sembarangan."

DUAAAAAAR

Sesaat ruangan ini sedikit bergetar. Terdengar suara ledakan lagi untuk kedua kalinya. Kami semua benar-benar terkejut. Dengan cepat, kami berlari mencari asal suara ledakan tadi berasal.

"Aika-san, itu!" Atsushi-senpai mengangkat jari telunjuknya kearah tangga, yang menuju ke basement. Terlihat asap hitam yang mengepul dari bawah sana. Kobaran api melalap seluruh tempat ini. Dan juga asap tebal yang membuatu sulit untuk bernafas. Terdapat sekitar belasan pemadam kebakaran yang sedang berusaha memadamkan api dibawah sana.

"Ini mengerikan." Atsushi-senpai bergetar, dan terlihat ketakutan. Aku menggeret lengannya, dan sedikit menjauh dari tempat ini. "Minna, ayo kita cari tempat yang aman. Biarkan para pemadam kebakaran itu melaksanakan tugasnya. Aku benar-benar tidak bisa bernafas disini." Pintaku sambil menutupi hidung dan mulutku dengan tangan. Aku berjalan meninggalkan mereka, seakan-akan mengisyaratkan mereka semua agar segera meninggalkan tempat ini.

***

"Jadi, bagaimana ini? Sudah ada dua bom yang diledakkan. Kemungkinan besar, pasti bom teakhir itu adalah bom yang dapat meledakan seluruh bandara ini." Petugas yang kelihatan paling senior itu berkacak pinggang dengan wajah yang resah.

"Bagaimana kalau bom yang dimaksud itu adalah bom kecil yang diletakkan disetiap sudut? Sehingga ketika bomnya diledakkan secara bersamaan, akan meledakkan seluruh bandara ini?" Tanya seorang petugas perempuan yang sedari tadi hanya diam mengamati, tak berbicara sepatah kata pun. Dari kami semua, hanya ada dua perempuan disini. Aku, dan dia.

"Pemikiranmu lumayan juga. Tapi, kalau bomnya diletakkan disetiap sudut ruangan, pasti alat pendeteksi itu sudah berbunyi." Aku menunjuk alat pendeteksi yang dipegang petugas perempuan itu.

"Tatsukani..."

"Demo, Aika-san. Dari tadi, alat pendeteksi itu memang tidak berbunyi. Jangan-jangan, alat itu memang sudah rusak? Ataukah, pengebom itu yang berbohong?" Atsushi-senpai sedikit tegang.

"Entahlah. Aku rasa alat itu tidak rusak. Dan kalau pengebom itu berbohong, mengapa sudah ada dua bom yang meledak?"

Semua terdiam. Suasana terasa canggung sekarang.

"Hmm... Kimi, Namae wa?" Aku memecah keheningan, dengan mengarahkan jari telunjukku didepan salah satu petugas yang terlihat paling muda.

"Wa, watashi?" Dia menunjuk dirinya sendiri, sambil celingukan dengan wajah bingung.

"Iya, namamu."

"Sa, Satoru desu."

"Hmm. Satoru-san ya. Kalau kau?" Aku kembali mengangkat jari telunjukku tepat didepan wajah petugas perempuan tadi.

"A, aku Reiko. Tsubaki Reiko. Eto... Kenapa kau menanyakan nama kami?" Dia sedikit menunduk heran.

"Tidak apa-apa. Aku hanya penasaran saja dengan nama kalian berdua. Satoru-san terlihat masih muda, wajahnya begitu polos dan lucu. Aku suka. Dan juga Tsubaki-san. Walaupun Tsubaki-san perempuan, tidak ada sedikitpun ekspresi ketakutan diwajahmu. Aku sedikit kagum." Aku mengamati mereka berdua sambil senyum-senyum sendiri.

"Aika-san, bagaimana kau bisa membicarakan hal ini, disaat suasana setegang ini? Bagaimana dengan bomnya? Bom itu dapat meledak kapan saja." Atsushi-senpai terlihat gelisah.

"Hmm, kau benar."

Aku menyentuh daguku, sambil mencoba berpikir sekeras mungkin. Kalau tidak ada bom didalam koper/tas, itu masih wajar. Karena pasti sebelum pengebom itu memasuki bandara, dia pasti sudah melewati penjagaan yang ketat. Bahkan jika bom itu disembunyikan didalam koper, sebelum barang itu disimpan di ruang penyimpanan, aku yakin pasti bomnya sudah terdeteksi. Atau kemungkinan besar, pengebom itu berasal dari kota ini. Kota Yokohama. Dan dia berpura-pura memasuki bandara untuk menjemput seseorang. Tidak, tidak. Tidak mungkin dia masuk semudah itu tanpa melewati penjagaan. Tapi kalau memang benar, dia menyimpan bomnya dimana?

Sepintas muncul insting aneh dikepalaku. Mungkin tempatnya memang aneh. Tetapi, aku sangat yakin. Pasti disanalah tempatnya.

"Satoru-san, Tsubaki-san, kalian berdua ikutlah denganku. Ah, Senpai juga ikutlah. Sisanya, lebih baik kalian kembali ke para petugas lain diluar sana. Kalau kalian tidak mau hangus terbakar." Aku membalikkan badan, dan mulai berjalan pelan meninggalkan mereka.

"Apa maksudmu? Dan juga, kau hanya memilih Satoru dan Tsubaki?" Teriak salah satu petugas. Entah siapa itu. Yang jelas, dari suaranya, bukanlah Atsushi-senpai. Aku menghentikan langkahku, dan menoleh kebelakang.

"Aku ini orangnya suka pilih-pilih. Hehehe." Aku tersenyum dan sedikit terkekeh. Tak mau membuang banyak waktu, aku kembali menghadap lurus kedepan, dan mulai berjalan.

"Ma, matte! Sebenarnya kau mau kemana Aika-san!?" Senpai mengikutiku. Diikuti oleh Satoru-san dan Tsubaki-san. Sedangkan para petugas yang lain mengikuti instruksiku, dan mulai berjalan keluar dari bandara. Aku menoleh kebelakang, tetapi dengan posisi yang masih berjalan.

"Aku tau dimana bomnya."

[[ Atsushi POV ]]

Aku dan kedua petugas tadi mengikuti Aika-san dari belakang. Dia tau dimana bomnya berada? Dimana? Tempat evakuasi? Disembunyikan di fentilasi jendela? Atau dipintu masuk? Dimana?

Kami berhenti didepan pintu yang bertuliskan 'Toilet'. Apa? Toilet? Sebenarnya apa yang sedang dipikirkannya?

Piiiip Piiiip Piiiip

Alat pendeteksi bom itu mengeluarkan suara yang sedikit nyaring.

"Alat pendeteksinya berbunyi!" Satoru-san sedikit mengangkat alat itu.

"Ah, jangan bawa alat itu kemari. Taruh saja diluar. Itu bisa mengganggu konsentrasiku." Aika-san menunjukkan telapak tangannya, mengisyaratkan untuk mengikuti apa yang diperintahkannya. Kedua petugas itupun menurut.

"Mengapa disini?" Aku bertanya. Tapi dia menghiraukanku. Aika-san mengintip melalui celah pintu salah satu toilet yang paling pojok.

"Coba lihat kedalam, Atsushi-senpai." Aika-san mundur beberapa langkah sambil tersenyum. Seakan-akan mengisyaratkanku untuk ikut mengintip lewat celah pintu itu. Tanpa pikir panjang, aku menuruti perintahya.

Aku terkejut bukan main. Didalam sana, terdapat sebuah bom berbentuk tabung seperti ketika aku menjalankan tes saat masuk ke agensi. Bedanya, bom itu berukuran kira-kira 7 kali lebih besar. Sangat besar.

"Aku menemukan bomnya. Apa kalian ingin mencoba melihatnya? Silahkan kalian cek didalam sana." Aika-san mempersilahkan kedua petugas itu untuk mengecek ke dalam. Tetapi ketika Tsubaki-san mencoba untuk membuka pintunya, pintunya terkunci.

"Terkunci ya? Kalian semua, menyingkirlah dari sini."

Aika-san mengeluarkan sebuah pistol bewarna hitam dari saku roknya. Tsubaki-san yang terlihat sedikit terkejut melihat pistol itu, segera cepat menyingkir dari dekat Aika-san.

DOR

Aika-san merusak ganggang pintu itu dengan menembakkan sebuah peluru. Dia cepat-cepat membuka pintu yang sudah dirusaknya itu, dengan ekspresi wajah penasaran.

Ketika pintunya terbuka...

PIIIIIIIIIIIIIIIP

Suara nyaring yang menyakiti pendengaran itu berdenging di kepalaku. Setelah bunyi nyaring itu berhenti, terdengar suara jam berdetak.

"Gawat!!! Bomnya!" Tsubaki-san berteriak lumayan keras.

Layar kecil di bom itu terdapat angka 00 : 00 : 10

"Sepuluh detik dari sekarang???!" Rasa kebingungan dan ketakutan bercampur menjadi satu. Keringat dingin mulai menetes dari dahiku.

00 : 00 : 09

"Itu bom yang berbahaya! Seluruh bandara ini bisa lenyap terbakar! Ayo kita semua segera keluar dari sini!" Satoru-san menarik tangan Tsubaki-san, lalu segera berlari meninggalkan kami berdua.

00 : 00 : 07

"Apa yang sedang kau lakukan Aika-san!? Kita harus keluar dari sini secepatnya!" Aku sekarang benar-benar panik.

00 : 00 : 05

"Hmm. Pengebom itu sungguh jenius, dia menyambungkan kabel bom itu degan gagang pintu." Apa yang sedang Aika-san lakukan? Membicarakan hal ini, disaat genting seperti ini??

00 : 00 : 03

"Aika-san!"

00 : 00 : 02

Ability : 光スプレッダー災害 Light Disastrous Spreader

00 : 00 : 01

00 : 00 : 00

DUUUUAAAARRR

Aku menutup telingaku dan menutup mataku. Bomnya meledak.

Eh, tunggu dulu, kenapa aku tidak merasakan apapun?

Aku membuka mataku perlahan, dengan rasa penasaran. Aika-san berdiri didepanku sambil tersenyum. Bola matanya berubah menjadi bewarna merah menyala. Disekelilingnya terlihat seperti beberapa lingkaran sihir bewarna ungu gelap, yang sedikit demi sedikit mulai memudar, dan menghilang.

"A, apa yang terjadi?" Aku bingung. Benar-benar bingung. Rasa panikku sudah hilang sekarang. Tapi digantikan dengan rasa kebingungan yang amat sangat.

"Aku memindahkan bom itu ke langit dengan bakatku. Kalau bomnya meledak di langit, tidak korban jiwa kan? Ayo keluar, Atsushi-senpai." Aika-san berjalan keluar meninggalkanku dengan santainya.

Aku cuma diam mengikutinya, masih dengan rasa penasaran yang begitu besar. Entah kemampuan seperti apakah itu. Tapi yang jelas, bakatnya benar-benar hebat.

Kami berjalan keluar dari bandara. Terlihat banyak polisi, petugas, dan orang-orang penasaran yang ingin melihat. Dipintu gerbang terdapat wartawan yang berdesak-desakkan beruasaha menerobos masuk, namun dihadang oleh beberapa polisi.

Aku melirik ke langit. Terlihat sedikit kumpulan asap hitam, dan percikan api. Sebenarnya itu tidak sedikit, mungkin banyak sekali asap. Hanya saja, karena terlalu tinggi, sehingga membuat asap itu terlihat kecil dari pandangan mata.

"Kalian berdua selamat?" Suara Satoru-san membuyarkan lamunanku. Diikuti dengan Tsubaki-san dibelakangnya.

"Tidak ada apa-apa. Semuanya terselesaikan dengan baik. Kalian tidak usah kawatir lagi dengan bom di toilet tadi. Lebih baik, kalian mencoba melacak bom lagi diseluruh tempat di bandara ini. Siapa tau kalau masih ada bom?" Aika-san masih berjalan dengan santainya meninggalkan kami, sambil bersiul-siul.

"Ano... Maaf, tadi kami meninggalkan kalian berdua." Satoru-san sedikit menunduk dihadapanku. Begitu pula dengan Tsubaki-san.

"Tidak apa-apa, itu bukan salah kalian. Kami saja yang tidak segera keluar dari tempat tadi."

"Terima kasih. Kalian berdua benar-benar sangat membantu." Tsubaki-san tersenyum.

"Ah, kau selamat? Tak kusangka, ternyata para dektektif itu memang hebat. Bolehkah kami meminta waktu luangmu sebentar? Atasan kami meminta beberapa penjelasan darimu." Petugas yang menegur kami berdua tadi, menyela pembicaraan kami.

Dan juga, penjelasan? Bagaimana aku bisa menjelaskannya? Aku saja masih belum terlalu paham dengan situasi di dalam tadi. Ditambah lagi, Aika-san malah sedang asik berjalan-jalan disekitar area ini.

"Aika-san!" Aku memanggilnya sambil melambai-lambaikan tangan.

Dia menoleh. Lalu tersenyum, dan menunjukkan ibu jarinya. "Tolong gantikan aku ya, Senpai!". Dia tertawa, lalu membalikkan badannya. Dia kembali kedalam duniannya sendiri. Asik berjalan-jalan disekitar sini, sambil bersiulan. Gawat...

"Baiklah, mari kita lewat sini." Petugas tadi yang sedari tadi juga mengamati Aika-san, mengisyaratkanku untuk berjalan mengikutinya. Apa boleh buat. Mungkin aku memang perlu sabar menghadapi juniorku......

To Be Continued...

.

.

.

.

.

Notes

Maaf karena di part ini, banyak kalimat yang susah dimengerti -_-

Btw, pas bomnya ketemu di toilet itu, saya sedikit terinspirasi dari anime One Punch Man OVA 5 (kalo gasalah) :v Tapi sedikit saya ubah alur ceritanya.

Bukan sedikit sih, tapi banyak.

Ok, Makasih buat para readers yang sudah baca cerita ini ^^

Sankyuu~

-Aika-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro