[46] Bulan Setengah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah pertengkaran itu mana mungkin Todoroki bisa langsung tidur. Meski Midoriya telah membantu mengompres lebam di wajahnya dan memplester beberapa luka, bukan berarti hati lelaki itu bisa tenang. Ia kini telentang di atas futon yang telah Todoroki gelar sejak tiga jam yang lalu. Sudah pukul dua pagi dan ia masih tidak memejamkan mata.

Todoroki masih bisa merasakan cekikan Bakugo di lehernya. Cekikan yang sengaja, namun tidak dibuat serius. Sebuah gertakan yang mewakili ancaman tertahan dari lelaki paling garang di U.A itu.

"Kau bersikap seperti itu karena tahu sesuatu tentang gadis baru itu kan? Apa yang kau tahu tentangnya icy-hot?"

"Yang aku tahu hanya sesuatu tak berdasar," gumam Todoroki, mengulangi apa yang ia katakan saat bertengkar dengan Bakugo sebelumnya.

Dalam pertarungan itu Todoroki tidak bisa melihat jelas ke arah mana Bakugo melampiaskan amarahnya. Lelaki jabrik itu mengeluh keras tentang bagaimana Todoroki terlalu bodoh dalam menyimpulkan dan mengatakan sesuatu. Dia bahkan tidak mau menggunakan perumpaan yang lebih halus seperti, Shoto itu cuma polos, bukan bodoh.

Kalau bagi Bakugo mungkin polos dan bodoh itu sama saja.

Yang Todoroki pahami dari maksud Bakugo hanyalah (Name) itu murid yang sama di 1-A. Tidak peduli jika dia anak penjahat sekalipun, (Name) memiliki kesempatan yang sama untuk memilih jalannya sendiri. Yang Bakugo tidak suka, dengan kedangkalan informasi yang dimiliki Todoroki--bahkan lelaki itu masih belum menyimpulkan apa pun mengenai (Name) -- ia malah melontarkan pertanyaan bodoh dengan begitu mudahnya. Menyudutkan (Name), dan membuat gadis itu kehilangan semangat yang dia bangun di atas permukaan es tipis.

"Kalau kita semua bisa bersikap normal tentang Eri, seharusnya kau juga bisa melakukannya terhadap (Name)."

Bakugo benar dan Todoroki terlalu asal bicara. Reflek yang bercampur kepolosan memang kadang membahayakan.

"Kita hanya teman sekelasnya, mengapa kau begitu ingin mencampuri privasinya?"

Todoroki pikir ia harus meminta maaf dengan tulus kepada (Name). Mungkin Todoroki juga harus memberinya hadiah. Tapi ia tidak tahu apa yang disukai gadis itu. Makanan favorit, warna kesukaan, selera lagu, idola, dan lainnya.

Tiba-tiba ponsel lelaki itu berdering, membuyarkan pikirannya yang mulai memilah hadiah permintaan maaf. Tadi sudah ada sekitar lima pilihan untuk ia berikan kepada (Name): pakaian dari merek ternama, jepit rambut mutiara, undangan gratis fanmeeting untuk bertemu Hero Mirko, sebuket bunga dan surat permintaan maaf, atau vocher makan gratis di sebuah restoran bintang lima.

Todoroki memanjangkan tangannya dan meraba-raba sisi kanan, mencari ponsel, meraihnya, kemudian melihat pesan yang masuk.

Anonim aneh itu lagi. Kapan dia akan berhenti? Kapan ia dan Momo bisa meringkus penjahat yang meresahkan ini. Todoroki sangat kelelahan meladeninya.

Seingat Todoroki ia sudah menolak tawaran orang itu mengenai rahasia (Name). Sudah cukup dicekek dan ditampol Bakugo, jika Todoroki kelewatan lagi, kali ini pasti dia benar-benar akan dikubur di bawah lumpur. Apalagi Aizawa nyuruh mereka kalau berantem lagi jangan di sekolah. Udah pasti Bakugo bakal nyari tempat bertengkar buat mereka sampai sama-sama jadi acar.

Tadinya Todoroki ingin mengabaikan saja pesan tersebut dan lanjut memikirkan hadiah permintaan maaf untuk (Name). Namun, foto berupa petunjuk yang dikirim kali ini tampak berbeda. Tidak mungkin Todoroki melepaskan pandangannya ketika yang tertampil di dalamnya merupakan bentuk ancaman nyata.

Dalam foto berkualitas rendah dan diambil dengan kamera yang agak goyang, ia masih bisa melihat jelas wajah (Name) yang tertidur dengan tidak tenang. Rambut gadis itu tersingkir dari dahinya, digantikan dengan sebuah tangan sewarna gading.

Bukankah ini petunjuk yang jelas? Orang itu berani mendekati (Name) secara langsung.

"Bagaimana bisa ia masuk ke dalam sini?" bisik Todoroki cemas.

Tanpa berpikir panjang lelaki itu segera meraih kardigan tebal dan keluar dari kamarnya. Pesan itu belum lama datang, pasti si Anonim masih ada di sini. Todoroki harus menemukan dan menangkapnya demi menjaga temannya dari teror. Penguntit itu bahkan dengan terang-terangan menyentuh (Name) yang sedang sakit. Bagaimana jika dia melukai (Name), meracuninya, mengutuk, atau bahkan membunuh?

Pikiran lelaki itu berubah kalut. Dan Todoroki yang selalu sederhana, tidak memedulikan sekitarnya. Ia mengendap-ngendap dengan langkah cepat tanpa suara menuju asrama perempuan.

Todoroki tahu menorobos ke asrama perempuan memang salah, namun tidak memastikan keadaan (Name) akan mencoreng harga dirinya sebagai calon pahlawan.

Tidak! Todoroki tidak boleh mengambil langkah yang salah. Lelaki itu memilih putar balik dan berjalan ke arah panel listrik asrama 1-A. Pertama, Todoroki harus menghilangkan bukti bahwa ia menerobos asrama perempuan. Akan sangat gawat kalau anak bungsu pahlawan no 1 dicap sebagai orang mesum karena menyusup ke asrama perempuan pukul dua pagi.

Sulit rasanya membayangkan headline koran dengan wajah Todoroki dan lelaki itu mengenakan baju garis-garis hitam putih.

Kalau listriknya kumatikan pasti cctv juga mati kan? Pikir Todoroki. Tanpa meninjau lebih lanjut idenya, lelaki itu membalik tuas utama dan asrama 1-A berubah semakin gelap. Lampu-lampu yang tersisa segera mati, termasuk aliran listrik yang mengalir ke AC, dan charger hp anak-anak.

Remaja berquirk hebat itu telah merasa aman. Dia pun berjalan cepat menuju kamar asrama (Name), dibantu cahaya dari senter ponselnya. Menurut penjelasan teman-temannya, kamar (Name) memang sengaja dibiarkan terbuka sedikit agar lebih gampang dipantau karena ia sedang sakit.

Yang bertugas menjaganya saat ini harusnya adalah Mina. Namun, tentu saja malam sudah larut dan melihat (Name) yang telah tidur sejak rambutnya selesai dipangkas Bakugo pukul tujuh tadi, membuat Mina ingin ikutan tidur juga.

Gadis itu tidak tidur di kamar (Name). Todoroki bisa melihat Mina teronggok di sofa panjang yang sengaja anak perempuan geser ke lorong depan kamar (Name). Melihat Mina yang mengkhawatirkan (Name) sebegitunya hingga memilih tidur di lorong cukup menampar laki-laki itu. Mengingatkannya pada perkataan jahat yang ia lontarkan kepada (Name). Harusnya Todoroki bisa sepeduli itu kepada (Name) tanpa harus memikirkan kemungkinan apa pun.

"Mina kalau kau tidur di sini, nanti kau kedinginan," bisik lelaki itu pelan. Todoroki yang merasa iba melihat gadis itu tidur sembarangan segera melepas kardigan tebal miliknya. Ia hendak menyelimuti gadis itu, tapi dibuat bingung dengan posisi tidur Mina yang ajaib.

Perempuan berkulit merah muda itu tertidur dengan menyenderkan kepalanya di lengan sofa, tangan kanan memegangi punggung sofa, sedang tangan kirinya menutupi mata. Kaki kanan gadis itu ikut-ikutan naik ke punggung sofa, dan kakinya yang lain terlentang lebar menyentuh lantai. Suara dengkurannya yang teratur memenuhi lorong sunyi, membuat Todoroki agak was-was. Kalau saja dia tidak melihat Mina, pasti ia pikir ada harimau di sekitar asrama.

Todoroki hanya bisa menggelengkan kepala. Tak apalah, yang penting temannya tidak kedinginan. Todoroki pun melebarkan kardigannya dan menyelimuti Mina dengan hati-hati. Barulah lelaki itu melanjutkan langkahnya ke kamar (Name).

Tanpa ragu Todoroki segera membuka pintu lebih lebar dengan tangan yang telah ia siapkan untuk melepas quirk--berjaga-jaga jika si penjahat akan melakukan serangan. Namun, tidak ada seorang pun di sana selain (Name). Tetap saja lelaki itu dibuat terkejut karena (Name) tidak tertidur. Gadis itu terbangun dan merengek seperti anak kecil.

"Aduh ini siapa yang matiin AC-nya? Panas banget!" lirihnya sambil mengusap-usap matanya, mencoba membuat pandangannya lebih jernih.

Ia pun mengarahkan pandangannya ke arah pintu. Dengan cahaya bulan yang menyusup tipis (Name) terkejut saat melihat Todoroki dengan eskpresi panik, berbalut setelan celana tiga per empat dan tanktop putih mematung di ambang pintu. Cahaya senter dari ponsel lelaki itu menyilaukan matanya yang menyipit.

"TODOROKI SHOTO JANGAN BERDIRI DI SANA DENGAN PAKAIAN BEGITU!!!" ucapnya panik dengan pekikan yang ditahan-tahan.

"Kenapa?" tanya Todoroki polos.

"Makin panas hehehe."

"Hah?" Lelaki itu bukan hanya bingung karena maksud (Name) soal makin panas, tapi karena reaksi gadis itu saat melihatnya pertama kali. (Name) menggunakan reaksi yang biasa ia gunakan. "(Name) kau tidak marah denganku?"

"Shoto sopankah masuk ke sini dengan pakaian begitu? Pakai baju dulu!" tukasnya sambil menunjuk gantungan pakaian di samping pintu, mengarah ke jaket tidak terlalu tebal berwarna marun yang ada di sana.

Todoroki yang langsung paham malah menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. "Ah, kau benar.... Aku tadi me-mengguna-kan jaket k-kok. Kuberi pada Mina karena dia tertidur di luar," ucapnya pelan, nyaris tidak terdengar. Ia malu besar. Sangat malu. Tepat setelahnya Todoroki mundur satu langkah dan menutup pintu kamar (Name).

"Sho--"

Apa yang ia lakukan? Apalagi ini jam dua malam. Anak laki-laki datang ke kamar perempuan jam segitu, apa yang akan dipikirkan orang-orang coba? Apa pandangan (Name) tentangnya? Dan pakaiannya.... Pakaiannya cuma pakaian tidur. Kaos tanpa lengan dan celana pendek.

Dia pasti akan dicap sebagai cowok mesum. Sebentar lagi pasti (Name) akan teriak dan membuat Mina terbangun, kemudian ia akan ditenggelamkan dalam cairan asam flourida, lalu diadukan kepada Aizawa-sensei, lalu diusir dari rumah oleh Kak Fuyumi, dibakar Endeavour, dan ia akan bergabung dengan League of Villain setelah direkrut Dabi.

Aduh semua kemungkinannya buruk!

Dan seluruh pikiran negatif itu kabur ketika suara pintu kamar (Name) yang dibuka dari dalam terdengar. Gadis itu menyembulkan kepalanya dan tersenyum lemah. "Kau pasti datang untuk menjagaku kan? Maaf ya aku merepotkan kalian terus," ucapnya sambil menyodorkan jaket marunnya kepada Todoroki.

Anak setengah-setengah itu udah pasti kaget mendengar kalimat (Name) barusan. Padahal ia udah siap-siap menerima fitnah, dipukul pakai gagang sapu, atau apalah. Tapi  dengan polosnya (Name) mengira ia memang datang untuk mengurusnya.

Dengan wajah yang masih memerah, dengan cepat lelaki itu mengambil jaket dari tangan (Name) dan mengenakannya. Untung jaket itu unisex, setidaknya Todoroki tidak kelihatan aneh.

"Em... ya, kau benar. Aku datang untuk menjagamu. Tolong kembalilah ke kasurmu (Name), wajahmu masih pucat."

(Name) menatap Todoroki lamat-lamat, kemudian mengangguk. Gadis itu pun naik ke ranjangnya dan kembali bergumul dalam selimut, membuatnya seperti sushi roll duduk.

"Ini jam dua pagi loh, harusnya kau tidur saja," kata (Name) masih dengan suara yang agak serak.

Mendengar itu Todoroki segera menuangkan segelas air untuk gadis di depannya. "Apa kau lupa, ini jadwal minum obatmu," balas Todoroki asal, yang untungnya memang tidak meleset. Pukul dua itu tepat delapan jam dari terakhir kali (Name) meminum obat penurun panas demam.

"Mengapa kau terbangun?" tanya Todoroki lagi.

"Aku mana bisa tidur kalau panas banget. Masa U.A bisa mati lampu sih? Emangnya sekolah ini gak bayar listrik?" Gadis itu malah mengomel kemudian mengambil cangkir yang disodorkan Todoroki dan meneguknya sampai habis.

Todoroki yang mendengar itu hanya tersenyum kecut. Kan yang matiin listriknya dia....

"Kau sedang sakit, udara dingin tidak bagus untukmu."

(Name) hanya mengerucutkan bibirnya mendengar itu, kesal. Ya tapi memang sih, meskipun udara terasa panas, entah bagaimana setengah tubuhnya terasa dingin. Meski begitu tetap saja dia memilih bergumul dalam selimut. Anomali suhu di tubuh dan ruangan ini benar-benar membuatnya bingung.

Demi melancarkan aktingnya, Todoroki segera menyiapkan air kembali beserta paracetamol yang diletak di nakas gadis itu, kemudian bertanya, "Kau sudah makan?"

(Name) menggeleng. "Aku tidak mau makan. Ini terlalu larut. Kembalilah ke kamarmu Shoto. Besok kau harus sekolah."

"Apa besok kau akan masuk kelas?"

(Name) menggeleng lagi. Mungkin ia masih bisa jalan sedikit-sedikit, tapi ia tidak akan sanggup mengikuti kelas dengan penuh. Gadis itu memutar kepalanya menghadap Todoroki, memperhatikan lelaki itu baik-baik.

"Tidurlah Todoroki Shoto." (Name) melihat lebam di wajah lelaki itu, juga plester di dahinya.

"Aku akan kembali setelah kau meminum obatmu."

"Panasku sudah agak turun kok, cuma masih perlu istirahat. Ngomong-ngomong kau bertengkar dengan siapa?"

Todoroki menghela napasnya. Akhirnya sampai juga ke pertanyaan ini. "Bakugo."

"Dia memukulmu karena aku?"

Todoroki diam, berarti iya.

"Dasar kalian semua pahlawan gila. Shoto kau itu dianugerahi wajah tampan, jadi harus kau jaga baik-baik, jangan buat orang itu menghantam wajahmu dong! Terus gimana kau balas gak?"

"Tidak, aku hanya reflek melindungi diriku dengan es, membuat tangan Bakugo membeku."

"Bagus!"

"Apa?"

"Ya aku mendukungmu! Kita itu kalau dipukul ya harus balaslah, tidak peduli akar permasalahannya apa dan siapa yang salah," balas (Name) enteng sambil tertawa kecil.

Todoroki yang mendengar itu malah tertegun.

"Bagaimana kalau yang disakiti hati? Bagaimana cara membalasnya?"

(Name) diam sebentar, tampak berpikir, kemudian berkata, "Kalau itu biasanya sih akan ada orang lain yang membalasnya. Tidak perlu dibalas, pasti hukum karma akan datang dengan sendirinya."

"Mungkin itu juga yang berlaku padaku."

Gadis di seberangnya ganti terkejut.

"Aku melukai hatimu dengan berkata kasar, jadi Bakugo memukulku sebagai bentuk karma," jelas Todoroki. Ia mengatakan hal itu seperti menjelaskan bahwa rotasi bumi menyebabkan matahari terbit dari timur.

(Name) reflek memukul keningnya. "Aduh aduh! Gausah diingat deh! Aku sudah melupakannyaa!"

"Bagaimana kau bisa memaafkanku begitu cepat? Bahkan aku belum benar-benar berkata maaf padamu." Todoroki menatap (Name) dalam, menuntut jawaban.

Yang ditanya hanya memunculkan senyum jahilnya. Bagaimana ya (Name) menjelaskannya? Dia memang sakit hati dan agak syok, tapi sifat (Name) seperti salju yang cepat mencair untuk menyambut musim semi. Mengingat Bakugo menenangkannya sore tadi, dan anak-anak yang menjaganya bergantian saat sakit membuat (Name) melupakan kalimat Todoroki. Sikap baik temannya yang lain cukup untuk membuktikan bahwa Todoroki salah. Karena, tidak ada orang yang bersimpati pada iblis.

"Eum.... Karena kau salah tentangku. Teman-teman yang lain memperlakukanku dengan baik. Aku yakin mereka pasti sekarang tahu sesuatu tentangku kan? Aku tidak tahu apa mereka berpura-pura atau tidak, tapi setidaknya sikap mereka menunjukkan bahwa kau salah. Jadi aku tidak perlu memikirkannya lebih jauh. Lagipula sekarang kau ada di sini, dan berdasarkan kalimatmu tadi kau pasti mau meminta maaf terkait hal itu."

Todoroki menghembuskan napas panjang. Dia merasa tenang dan bersyukur. Masalah ini tidak berlarut dan dia langsung diberi pelajaran bagus.

"Biar aku balikkan, kau pasti mengatai aku iblis karena kau tahu soal kekejaman keluargaku kan? Tentu saja, kau anak Endeavor! Shoto aku butuh ayahmu!"

Lelaki itu mengernyit. "Kenapa tiba-tiba? Apa hubungannya?"

"Lihat ini Shoto!" (Name) menyibak keningnya, membuat Todoroki menyadari bahwa kening gadis itu bersih, simbol keji itu telah hilang.

(Name) menyadari hal itu setelah terbangun tiba-tiba dari mimpinya. Kepalanya tidak didera pusing yang panjang, jadi dia mencari cermin di nakas, berasumsi bahwa simbol aneh itu hilang. Benar saja dugaannya. Namun, (Name) juga tidak mampu menggunakan quirknya, setelah ia mencoba mengubah molekul cermin di tangannya.

Gadis itu pun menjelaskan kepada Todoroki tentang mimpinya barusan dan kemungkinan bahwa Endeavor tahu sesuatu, mengingat ia adalah pahlawan besar yang juga terjaring dengan organisasi pemerintah.

"Tapi kenapa ayahku? Kalau untuk urusan meminta data mengenai quirk penduduk sipil kau bisa minta bantuan guru lain di U.A kan?" tanya Todoroki balik.

"Transeric Aldrich, ayahku itu terdaftar sebagai manusia tanpa quirk di Jepang. Aku butuh ayahmu karena dia tidak terafiliasi dengan U.A, aku ingin kegiatanku yang ini tidak terlacak. Dan dengan koneksi Endeavor, belum lagi dia adalah aktor langsung yang terlibat dalam peperangan besar waktu itu, dan ia juga yang memimpin penangkapan Keluarga Ukanami, pasti dia memiliki sebuah petunjuk." (Name) memukul-mukul kepalanya. Kenapa ia bodoh sekali? Kenapa ia baru memikirkan cara ini sekarang? Kenapa tidak dari dulu saja dia datangi Endeavor.

Todoroki bersidekap. "Ayahku tidak akan membantumu semudah itu," balasnya ragu. "Memang apa tujuanmu?"

"Aku harus mencari Ayahku! Dia pasti masih hidup!"

"Bagaimana jika Ayahku meminta penukaran atas bantuannya?"

(Name) tersenyum penuh arti. "Aku tahu apa yang ia inginkan. Kalau ia dan Angkatan Militer menginginkan kemenangan perang, aku akan menjadi dewi perang untuk mereka," balas (Name) mantap. Gadis itu menambah satu kalimat dalam hatinya, aku benci dijadikan alat, tapi demi bertemu ayahku, aku akan melakukannya.

Todoroki yang mendengar itu kehilangan cahaya di matanya. Meski semangat (Name) membara di balik wajah pucatnya, lelaki itu rasanya ingin memadamkannya langsung. Ia tidak suka, ia khawatir.

"Kau tahu kan itu berbahaya. Apa itu artinya kau akan meninggalkan U.A?" tanyanya khawatir dan (Name) bisa merasakan guratan itu.

(Name) menggelengkan kepalanya. Mencoba meyakinkan Todoroki ia pun berkata, "Bagaimana aku bisa meninggalkan tempat ini? Kasur asrama itu kasur ternyaman yang pernah aku tiduri sejak saat aku keluar dari rumah tahu! Kemudian, aku rasa aku sudah terjerat di sini. Nezu pasti akan menguburku kalau aku kabur seenaknya. Dan tidak ada yang tahu kapan peperangan akan pecah, aku juga perlu tahu detil dan apa yang diperjuangkan oleh Angkatan Militer sampai-sampai mengejar-ngejar gadis cantik sepertiku untuk menyertai mereka."

"Bagaimana jika tujuan peperangan tidak cukup idealis untukmu?" tanya Todoroki lagi.

(Name) yang mendengar itu tersenyum lebar dengan tatapan yang menajam, menyinggung rasa takut Todoroki yang telah membeku. Cahaya bulan setengah menimpa rambut gadis itu, membuatnya berkilau indah, sekaligus menambah suasana mencekam pukul dua pagi yang temaram. Gadis di depannya ini terlihat mengerikan di saat yang tidak tepat. "Ah, jika mereka mencariku untuk tujuan main-main, aku akan menghancurkan semuanya."

*****

I'm bacc setelah menangis tersedu-sedu berhari-hari. Anyway, aku udah mencoba gambar Kazuo dan Bapaknya kelean-kelean, tapi untuk Transeric Aldrich ga terlalu memuaskan bagiku.

Yah sudah tahulah ya yang Kazuo yang mana, Aldrich yang mana.

Ayo main tebak quirk! Menurut kalian quirk Aldrich apaan?

Kalau quirk Kazuo kan ada yang udah terungkap. Jujur ya kepalaku panas mikirin quirk bocah ini, soalnya kumasukin belasan. Maruk banget wwww. Salah satunya yang udah muncul itu kunamain Less Time, jiakhhh.

Untuk Less Time sendiri, Kazuo mampu memperlambat atau mempercepat jalannya waktu. Semakin luas wilayah yang dimanipulasi semakin sedikit kekuatan manipulasinya, semakin sedikit area, semakin banyak kekuatan yang bisa dikerahkan. Area terluas untuk kekuatan ini adalah 50 meter, sedangkan kekuatan terbanyak adalah 50 kali percepatan atau perlambatan dari waktu sebenarnya, area penggunaan adalah 5 meter.

Kazuo juga punya beberapa quirk lain yang udah ditunjukin seperti Toxic milik quirk Kepala Keluarga Ukanami sebelumnya dan Monochrome Orb. Aku bakal jelasin quirk Monochrome Orb ini lain kali, soalnya agak panjang dan aku suka dengan quirk yang aku ciptain sendiri ini soalnya useful? Lol. Dan ngerepotin wwww. Oh, dan quirk terakhir yang ia punya itu si Ringa! Ituloh serigala putih besar yang selalu ngintilin Kazuo kemana-mana.

Kalau Ringa ini semacam spirit animal ya. Mirip-mirip burungnya Tokoyami yang hitam ituloh! Bedanya dia bisa dipanggil dan muncul sesuka hatinya dan tidak berasal dari perut. Ringa ini posesif akut dan nurut banget sama majikannya. Ringa juga punya kekuatan spesial yang ga tau bakal aku tunjukin kapan. Lah....

Kadang ya akutuh mikir, kenapa coba villainnya kukasih quirk keren? Tiba MC-nya satu aja kelar. Kek kek kek kek apa ya? Kek gak jelas banget.

Btw, stay hydrated yh teman-teman. Terutama bagi kalian pengikut manga BNHA. Banyak-banyak minum air supaya stok air mata tercukupi👍👍👍

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro