21 ~ Kesempatan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tidak akan ada kesempatan kedua.
Jikalau memang ada, maka itu adalah keajaiban.
Keajaiban atau memang campur tangan Tuhan?
Apabila kesempatan kedua menghampiri,
percayalah bahwa itu semua bukan kebetulan.
Jadi, lakukan yang terbaik.
(L.K)

🍂🍂🍂

Tumbangnya si bungsu membuat seisi rumah panik. Ini adalah kedua kalinya si bungsu pulang dengan keadaan babak belur. Namun, ini yang terparah, Dama sampai hilang kesadaran dan rebah di pangkuan Satya.

"Coba disadarkan dulu, Kak," ujar Ibu Laras.

Satya mencoba menekan philtrum, yaitu bagian diantara hidung dan bibri. Katanya jika menekannya bisa membuat seseorang segera sadar dari pingsannya. Merasa tidak mendapat respon, Satya beralih menekan sela ibu jari dan telunjuk.

Tangan Dama tersentak kaget dan refleks menarik tangannya dari tangan sang kakak. Sambil menunggu Pak Renan mengeluarkan mobil, Ibu Laras kembali ke rumah dan mengambil selimut untuk menutupi tubuh Dama yang menggigil.

"Mana yang sakit, Dek? Bilang sama Kakak."

Dama akhirnya bisa mendengar suara Satya dengan jelas, setelah beberapa menit sebelumnya hanya mendengar dengungan dan suara berisik yang mengusik pendengarannya.

Dengan tangan yang lemas, Dama menepuk kepalanya, lalu beralih ke bagian dada. Dengan sigap Satya memeriksa kepala si bungsu. Ia menemukan benjolan yang cukup besar.

Selanjutnya ia menaikkan seragam dan menemukan lebam besar di bagian dada, Tepat di atas rusuk yang terbawah.

"Memar, Bu." Satya menatap wajah sang ibu yang mulai panik melihat keadaan si bungsu.

"Bapak, cepetan!"

Pak Renan turun dari mobil dan menghampiri putra bungsunya.

"Bismillah," ucap Pak Renan sembari membopong tubuh si bungsu.

Satya langsung berdiri dan bergegas membukakan pintu mobil. Ibu Laras masuk melalui pintu satunya dan menunggu untuk menjadi sandaran bagi Dama. Begitu masuk, ibu tiga anak itu langsung memeluk dan mengusap wajah si bungsu yang basah karena peluh.

"Cepat, Pak, langsung ke kota saja!"

"Kita cari penanganan terdekat, Bu."

"Terserah, kalau mau ruwet ke puskesmas dulu kalau nggak ..."

"Bu, mau muntah." Interupsi dari Dama membuat Ibu Laras menghentikan ucapannya.

"Iya, nggak apa-apa, di selimutnya nggak apa-apa, keluarkan saja semua, Nak."

Sudah kesekian kalinya Dama muntah. Satya yang duduk di samping Pak Renan berbalik dan meraih tangan sang adik untuk menguatkannya. Meski begitu, waut cemas sama sekali tidak bisa ia hilangkan.

Rumah sakit terdekat sudah ada di depan mata, mobil langsung diparkir tepat di depan pintu IGD. Seorang ners laki-laki langsung datang membawakan brankar. Dengan sigap mereka memindahkan Dama dan mendorong ke ruangan yang tersedia.

"Keluhannya apa?" tanya Dokter yang bertugas sambil memeriksa kesadaran Dama.

"Benjol di kepala seperti terkena benda tumpul, memar di dada sekitar tulang rusuk paling bawah. Sama muntah beberapa kali, Dok."

"Korban kerusuhan tadi sore di kawasan pinggir kota?"

Pak Renan, Satya, dan Ibu Laras saling bertukar pandang.

"Kami kurang tahu, Dok. Adik saja pulang sudah dalam keadaan seperti ini. Dia sempat pingsan juga."

"Kita coba pemerikasaan lebih dalam, MRI untuk bagian kepala takutnya benturan itu menyebabkan luka dalam, sekaligus untuk bagian dada juga."

Ibu Laras terduduk lemas di lantai. Malam ini akan menjadi malam yang panjang untuk keluarganya. Ia meminta Satya untuk mengabarkan kondisi si bungsu pada Bang Asa.

Penanganan di rumah sakit ini lumayan cepat, tidak menunggu lama, Dama sudah dipindahkan untuk pemeriksaan lanjutan. Ketiga anggota keluarga yang menunggu hasilnya harap-harap cemas. Doa-doa tak putus diucapkan.

Belum juga hasilnya keluar, Bang Asa dan Salsabila datang .

"Yaya sama siapa, Nak? Kok ditinggal?" tanya Ibu Laras pada Salsabila saat datang dan mencium tangannya.

"Yaya sudah tidur, Bu. Nggak apa-apa, dia sama Ibu di rumah."

"Gimana Dama, Pak?" Bang Asa berdiri di hadapan si kepala keluarga.

"Masih diperiksa di dalam. Semoga tidak terjadi apa-apa. Doakan yang terbaik untuk Dama, ya."

Dama keluar dari ruang pemeriksaan dan dikembalikan lagi ke ruang observasi. Seluruh keluarga menemani, bahkan saat dokter menjelaskan mengenai cedera di kepala Dama.

"Ini gegar otak ringan, Pak. Alhamdulillah tidak ditemukan perdarahan dalam ataupun keretakan tengkorak. Dan untuk yang bagian dada, ada sedikit retak di tulang rusuk paling bawah, tapi tidak perlu operasi besar, cukup dengan obat saja."

"Alhamdulillah. Terima kasih, Dok. Kami serahkan semua pada rumah sakit." Bang Asa mewakili keluarganya untuk berbicara dengan Dokter tersebut.

"Setelah observasi selesai, petugas akan datang untuk proses pemindahan ke kamar rawat. Saya pamit dulu ada keperluan lain."

"Terima kasih, Dok," ujar Salsabila saat dokter pamit untuk undur diri.

Dama terbaring di brangkar dengan tangan yang dialiri cairan infus. Ia berbaring dengan posisi lurus dan tidak menggunakan bantal di kepala. Ini termasuk salah satu prosedur penanganan pasien dengan cedera kepala baik ringan maupun berat.

Petugas mulai berdatangan untuk proses pemindahan ke kamar rawat, bersamaan dengan itu, sebuah panggilan masuk ke ponsel Satya. Nama Om Tito terlihat di layar.

"Halo, Om? Ada apa?"

"Bapakmu ke mana? Ditelepon dari tadi nggak diangkat."

"Bapak lagi sibuk, Om. Nanti kalau Om ada pesan, Satya sampaikan."

"Dama di mana? Om ke rumahmu kok malah nggak ada orang?"

"Om Tito ada pesan apa buat Bapak?"

"Sampaikan makasih Om buat Dama. Terima kasih sudah lindungi Tasya sampai nganterin pulang."

Satya menghela napas, "Dama di rumah sakit, Om. Gegar otak ringan sama tulang rusuknya retak."

"Iya? Tadi Dama mampir ke rumah, loh. Sekarang gimana? Sudah baikan? Kalian bilang saja butuh apa untuk malam ini, biar Om yang antarkan."

"Makaasih, Om. Ada Bang Asa di sini."

"Kabari Om Tito kalau butuh apa-apa."

"Iya, Om."

Satya menutup panggilan dan bergegas mengejar ke kamar rawat Dama. Semua keluarga duduk di kursi yang tersedia. Ruangan yang lumayan luas, dengan satu ranjang tambahan untuk yang menjaga, dan satu set kursi dan meja untuk tamu yang berkunjung.

"Dama tidur, Bu?" tanya Satya.

"Iya, sudah tenang tidurnya. Tadi sempat nggak sengaja narik-narik selang infusnya. Sakit mungkin."

"Adikmu ini habis ngapain? Pulang-pulang kok begini? Bukannya berangkat sekolah sama kamu?"

"Iya, sama Satya, Pak. Anak-anak pulang pagi karena kita ada Bimtek."

"Lah, kalau pulang pagi kenapa sampai sini malah magrib?"

"Tanya Om Tito saja, Pak. Tadi udah telepon dan bilang makasih soalnya Dama sudah anterin dan ngelindungin Tasya. Mungkin, ya, itu alasannya Dama sampai seperti ini."

"Abang sama Salsa pulang saja. Kasian Yaya ntar nyariin kalau nggak ada ayah sama bundanya." Ibu Laras memotong pembicaraan di antara keluarganya.

"Untuk besok biar Salsa yang kirim sarapannya, Bu. Nggak usah bingung. Kalau butuh apa-apa juga bilang saja, Bu."

Ibu Laras mengangguk dan mempersilakan keduanya untuk kembali ke rumah.

🍁🍁🍁

SMA Patriot Pancasila gempar. Kabar tumbangnya Dama harus dirawat membuat beberapa teman sekelasnya khawatir. Tidak hanya itu, Rico juga mencari kebenaran akan berita itu.

Selain itu, sebuah video juga beredar luas di sosial media. Bahkan penyebar video itu menandai SMA Patrio Pancasila dengan caption "Murid teladan, nih, Bos!".

Sebuah video yang memperlihatkan beberapa siswa dengan alamamter itu sedang beraksi di tengah-tengah kerusuhan pendukung bola. Bahkan di situ terlihat jelas Rico, Dama dan beberapa temannya tampak merengkuh dan menuntun orang-orang yang terjebak di sana.

Banyak respon positif dari netizen atas tindakan siswa berseragam itu. Banyak pujian dan ungkapan rasa bangga pada siswa SMA Patriot Pancasila ini. Entah siapa yang memulai, yang jelas berita itu melesat dah sampai juga ke tangan orang tua Dama.

"Jadi ini yang dilakukan adikmu?"

"Iya, Pak. Itu juga Satya dapatnya dari teman ngajar. Katanya ada yang menandai akun sekolah di postingan video itu."

"Niatnya bagus, tapi terlalu berbahaya."

"Sesekali nggak apa-apa 'kan, Pak?" celetuk Dama dari ranjangnya.

Si bungsu sudah mulai mencoba untuk duduk. Meski kadang jika terlalu lama sensasi berputar kerap kali menghampirinya. Katanya itu proses pemulihan, dan Dama harus bersabar menghadapi itu semua.

Sejak bermalam di rumah sakit, di malam pertama saat baru masuk di kamar rawat, Dama memergoki bapaknya tidak tidur dan justru duduk di samping brankarnya. Memegang sebuah Al – Quran kecil, dan dibacanya sepanjang malam.

Damai rasanya mendengar suara sang kepala keluarga mengaji. Sebenarnya, ia dan bapaknya memiliki banyak kesamaan. Salah satu diantaranya adalah gengsi yang terlalu besar.

Lebih baik tidak mengatakan apa-apa daripada menimbulkan canggung di antara mereka. Itulah yang Dama lakukan. Diam-diam nyaris sepanjang malam ia menatap Pak Renan yang tertunduk menikmati setiap untaian kalam Allah di hadapannya.

Sementara Satya tidur di kursi, dan Ibu Laras tidur di ranjang ekstra untuk penunggu kamar. Kekompakan keluarga ini benar-benar teruji. Sehingga semua terkendali dan bisa diatasi dengan segera.

"Boleh lah sesekali bermanfaat untuk masyarakat, tapi nggak gini juga caranya. Kalau kamu mau, kamu bisa mencari cara lain."

"Iya, Pak. Itu masih Dama pikirkan. Semoga saja setelah ini menemukan jalan supaya bisa bermanfaat."

"Aamiin." Ucapan itu terdengar kompak antara bapak, kakak, dan adik.

"Permisi, bisa ketemu dengan Darma Satya?" Rico mengetuk pintu dan disambut oleh Pak Renan dan Satya.

"Sama siapa, Kak?"

"Oh, anu. Sama anak-anak, tapi lihat kondisi dulu. Kamu bisa terima banyak tamu apa nggak."

"Bisalah! Kak, minta tolong suruh masuk saja."

Tiba-tiba saja segerombolan siswa masuk ke ruangan Dama. Ditambah dengan lima anak dari kampung kumuh juga turut serta hadir untuk memberikan semangat pada Dama supaya lekas sehat.

Semua tampak akrab di hadapan Pak Renan. Ia juga melihat si bungsu terlihat ceria saat mendapat kunjungan dari teman-temannya ini. Beberapa kali gelak tawa mengisii ruang Bougenville nomer 7 ini.

Beruntungnya, Pak Renan sengaja mengambil kelas VVIP supaya putranya mendapat ketenangan. Bonusnya adalah tidak ada pembatasan jam kunjung dan jumlah pengunjung yang bisa masuk ke ruang rawat. Semuanya karena uang yang berbicara.

Tempat spesial mendapat yang spesial.

"Bro, kepala oke? Aman?" tanya Rico menirukan pertanyaannya kala kerusuhan terjadi.

"Aman, Kak!"

"Hilih, pas itu aja kamu bilang aman, taunya malah tumbang."

"Sudah waktunya tumbang, Kak. Kalau nggak tumbah malah aneh jadinya 'kan? Masa iya habis dibantai balok sama diseruduk gerobak es bisa tenang-tenang saja?"

"Tasya gimana? Baikan tuh anak?"

"Nggak tau, Kak. Kayaknya sih baik-baik saja. Waktu itu sekadar kaget. Nggak pernah di situasi yang rumit kayak itu. Jadinya, yah. Begitu!"

"Lah, belum jenguk?"

Dama menggeleng. Setelah bercengkrama dan menjelaskan alas muasal dari mereka yang datang hari ini, akhirnya para tamu undur diri. Mereka menyalami kedua orang tua Dama secara bergantian.

Hingga saat semua sudah pergi, Dama baru mengeluhkan bahwa kepalanya pening. Dan memilih untuk tiduran seperti semula.

"Kebanyakan tingkah, sok kuat, sok iye, giliran diserbu sama yang jenguk, ehh, malah tepar lagi."

"Pulang aja, Kak, Kalau nggak ikhlas nungguin aku di sini."

Satya menatap sang adik dan mengangkat jarinya membentuk huruf V, Pertanda ia meminta jalur damai saja.

"Ini semua keadaan seperti berbalik ke semula, Dek. Kakak harap semua benar-benar baik-baik saja. Ibarat kata, dibali sengsara selalu ada nikmat yang tersembunyi. Ibarat kata, dibalik kepala benjol, rusuk retak, ada banyak ceria yang ditawarkan."

Dama menatap kakaknya dengan penuh tanya. "Maksudnya?"

"Ya, di balik sengsaramu, ada aku yang bisa menikmati ini semua."

Satya menunjuk ke arah makanan ringan yang melimpah hasil oleh-oleh dari teman-teman Dama. Si bungsu hanya mampu mengutuk sang kakak, sebab ingin melawan, tenaganya juga belum kembali sepenuhnya.

"Selamat menikmati, nanti aku totalan belakang dulu, ya."

"Gini kakaknya masih disuruh bayar? tega bener dah jadi adik."

"Kakaknya yang minta di geplak."

Dama memajukan bibirnya dan kemudian menjulurkan lidahnya meledek Satya yang mendapat jeweran dari sang ibu karena menganggu si bungsu.

🍁🍁🍁

ANFIGHT FTV Series 2021

Bondowoso, 20 Desember 2021
Na_NarayaAlina

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro