20

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seoul, pinggir sungai Han, 2018

Melodi menoleh ke kanan dan kiri. Dari banyaknya manusia disana, tidak ada orang yang datang sendiri ke sungai Han. Suasana sore hari di musim semi seperti ini memang waktu yang tepat untuk bersantai dengan keluarga, teman, atau pasangan. Hanya Melodi yang pergi kesana karena ingin menyendiri.

Gadis berusia dua puluh satu tahun itu menyingkir ke tempat yang lebih sepi. Ia memilih duduk di sebuah batu di bawah jembatan. Ada dua orang lain disana. Mereka hanyalah sepasang anak muda yang tampaknya sedang berbuat mesum. Ketika menyadari kehadiran Melodi, keduanya otomatis saling menjauh. Tak lama kemudian, mereka memilih pergi sembari mencibir Melodi tanpa kentara. Kini tinggallah Melodi seorang diri disana, duduk santai mendengarkan cemoohan muda-mudi tadi.

"Gue ngerti kalian ngomong apaan tau," batin Melodi.

Melodi mengayun-ayunkan kedua kakinya yang menggantung. Ia menghirup udara segar banyak-banyak dan menghembuskannya lewat mulut. Berulang kali ia melakukan hal itu. Setidaknya dengan begitu perasaan sedihnya sedikit terangkat. Ia bisa melupakan Nathan walau sebentar.

"Maaf, boleh aku duduk disini?"

Melodi mendongak. Ia mendapati seorang pria bertopi hitam menyapanya dengan bahasa Korea beraksen aneh. Gadis itu belum menjawab, namun si penanya sudah mengambil tempat duduk di sebelahnya.

"Anggap saja aku ini tidak ada. Jangan hiraukan aku," lanjutnya.

Melodi mengangkat kedua bahunya acuh. Lagipula ini tempat umum, semua orang bebas menggunakannya. Tanpa memperdulikan pria di samping, Melodi menyumpal kedua telinganya dan mulai mendengarkan kumpulan lagu hasil aransemennya sendiri selama ini.

Gadis itu menghentikan ketukan jemarinya ketika sebuah lagu bernada riang terdengar. Lagu yang ia buat dengan memikirkan indahnya cinta pertama. Lagu yang ia persembahkan untuk seorang Nathan. Melodi mematikan music player pada ponselnya. Ia tidak sudi jika harus mengeluarkan air mata berharganya untuk cowok brengsek itu.

Melodi mengernyitkan dahi. Ia tidak menangis tapi mengapa ia mendengar suara isakan? Gadis itu melepas earphone-nya. Ia melirik ke sebelah, sumber suara berasal.

Pria itu menangis sesenggukan. Ia tampak susah payah menahan tangisnya agar tidak pecah. Melodi pura-pura tidak tahu. Gadis itu, walaupun sangat penasaran pada alasan sang pria menangis, tetap memandang nyalang ke depan. Melodi tidak ingin membuat pria tak dikenalnya itu merasa malu.

Satu menit. Lima menit. Sepuluh menit.

Hati Melodi akhirnya luluh. Gadis itu tanpa menoleh ke samping, menyodorkan bungkusan tissue miliknya. Ia berdeham kecil sebelum buka suara.

"Kau pasti membutuhkan ini." Tangannya tetap terulur tanpa tersambut. Akhirnya Melodi menoleh. "Tenang saja. Tidak masalah kalau kau mau menangis di hadapanku. Lagipula kita ini tidak saling kenal, kau tidak perlu merasa malu. Aku tidak akan mengolokmu."

Pria itu terdiam beberapa saat. Dengan ragu, ia menerima tissue yang diulurkan Melodi. "Terima kasih."

"Kau... mau mendengarkan ini?" Tawar Melodi setelah beberapa saat keheningan yang tercipta kembali mencekik keduanya. "Ini lagu-lagu buatanku. Aku tidak tahu apakah laguku cukup bagus. Namun, kuharap suasana hatimu sedikit membaik dengan mendengarnya."

Gadis itu memutar playlist di ponselnya dengan volume sedang. Entah apakah caranya akan berhasil atau tidak. Yang jelas, Melodi berusaha sekeras mungkin agar pria di sebelahnya tidak terlalu sedih. Melodi sempat cemas, takut kalau orang itu akan melompat turun ke sungai untuk mengakhiri hidupnya.

"Ini bahasa apa? Sepertinya bukan Korea."

Melodi menepuk dahinya. Sembari meringis, ia mematikan music player. "Ini bahasa Indonesia."

"Ah, kau dari Indonesia?" Pantas saja bahasa Korea-mu masih terdengar kaku," komentar pria itu.

Melodi hanya tertawa kikuk. Padahal kemampuan bicara mereka berdua tidak terlalu berbeda jauh.

"Tenang saja, aku berasal dari China. Jadi caraku berbicara pasti terdengar aneh," pria itu mencoba tersenyum. "Terima kasih atas pengertianmu tadi."

Melodi mengangguk. "Aku bersyukur kau tidak melompat ke bawah."

"Maksudmu, bunuh diri?" tanya pria itu sedikit terkejut. "Aku tidak seperti itu. Aku memilih kemari karena tempat ini sepi."

"Aah," seru Melodi sambil manggut-manggut. "Kau mencari tempat yang aman untuk menangis."

"Itu salah satunya," ucap pria itu. "Bisa tolong kau nyalakan musik tadi lagi? Aku suka lagumu."

Kedua mata Melodi berbinar senang. Baru kali ini lagunya dipuji oleh orang yang tak dikenalnya. Dengan senang hati gadis itu kembali menyalakan musiknya.

"Jadi, mengapa kau menyendiri disini? Tidak takut?" Tanya pria itu memecah lamunan Melodi.

"Aku hanya sedang ingin sendiri. Ketenangan bisa membuatku lupa dengan masalah walau sejenak."

"Ternyata tidak hanya aku yang begitu," ucap sang pria bergumam pada diri sendiri. Pria itu tersenyum. "Mau berbagi? Seperti katamu, kita hanya orang asing. Aku dengan senang hati akan mendengarmu."

Melodi menoleh. Ia menelengkan kepalanya dengan bingung. "Tadi kau yang menangis. Sepertinya kau yang lebih butuh bercerita duluan."

"Kau... tidak mengenalku sama sekali?" tanya pria itu sangsi.

Melodi mengerutkan dahinya dan menggeleng. Ia tampak clueless tidak mengenal sosok di sampingnya.

Pria itu mengangguk. "Kau tampak jujur. Kalau begitu, boleh aku berbagi cerita denganmu?"

"Dengan senang hati akan aku dengarkan."

"Aku jatuh cinta pada sahabatku sendiri, sahabat sedari kecil," Melodi mengangguk. Ia menyimak dengan seksama. "Aku terlalu malu mengungkapkan perasaanku padanya. Pada akhirnya, teman dekatku yang sekaligus sudah kuanggap sebagai hyung-ku sendiri mendekati sahabat kecilku ini. Sekarang keduanya bersama. Aku berpura-pura bahagia melihat kedekatan mereka, namun sesungguhnya aku sakit hati. Aku hanya bisa menangis meratapi nasibku disini. Tidak ada yang tahu isi hatiku."

"Kau benar-benar tidak akan bicara dengan mereka mengenai perasaanmu?"

"Tidak," jawabnya cepat. "Tidak untuk saat ini. Mereka sangat serasi. Aku tidak tega merusak kebahagiaan mereka."

Melodi memahami maksud dari ucapan pria itu. Gadis itu menarik napas panjang. Ia memandang nyalang ke depan.

"Aku juga sedang patah hati. Cinta pertamaku selingkuh. Padahal kurasa hubungan kami baik-baik saja. Sampai saat ini, menurutku kondisi juga memegang peranan penting. Long distance relationship tidak cocok untuk kami," Melodi tersenyum miris. "Sama sepertimu. Aku diam saja. Aku yang memutuskan hubungan ini secara sepihak dengan alasan keadaan. Dia bahkan tidak tahu kalau aku mengetahuinya berselingkuh."

"Ternyata kita berdua sama-sama payah," komentar pria itu terkekeh, menertawakan kebodohannya.

"Setelah kupikir, ternyata tindakan itu pengecut. Lari dari masalah," ucap Melodi lagi.

"Menurutku tidak begitu," tukas sang lawan bicara. "Masing-masing orang membutuhkan waktu tenangnya sendiri untuk mendinginkan kepala. Setelah itu barulah selesaikan masalahmu."

Melodi menoleh, ia kemudian tersenyum. "Terima kasih atas sarannya."

Diam. Hanya ada suara lagu Melodi mengisi kekosongan diantara mereka. Melodi bergelut dengan pikirannya. Kata-kata pria di sebelahnya ada benarnya juga. Ia bahkan tak pernah berpikir sejauh itu.

Ponsel Melodi berbunyi nyaring. Sang pemilik berjengit kaget dibuatnya. Untung saja telepon genggamnya tidak terlempar jatuh ke dalam sungai.

"Maaf aku harus menerima telepon dulu," kata Melodi sopan. Gadis itu berdiri dan berjalan sedikit menjauh.

"Halo Kak," sapa Melodi sembari menempelkan ponselnya di telinga.

"Kamu dimana, Dek? Kamu pergi nggak bilang-bilang. Semuanya nyariin nih," baru saja menyapa, gadis itu sudah mendapat omelan.

"Aduh Kak Andre, nggak usah ngegas gitu dong," keluh Melodi dengan bahasa gaul. "Aku cuma jalan-jalan bentar ke sungai Han, kok."

"Naik apaan kamu kesan? Sendiri?" Interogasi Andre dengan nada khawatir.

"Naik bus dong," jawab Melodi. "Tenang saja Kak. Aku hafal jalan."

Dari seberang terdengar Andre menghela napas berat. "Kalau begitu, pulanglah sebelum hari makin gelap. Nenek mengajak makan malam bersama."

"Baiklah, aku akan segera pulang."

Melodi menjauhkan ponselnya dari telinga. Gadis itu kembali duduk di tempatnya semula tanpa banyak suara. Sebenarnya ia baru saja merasa senang karena telah mendapat teman bicara yang menyenangkan. Sayang sekali semuanya harus berakhir dalam waktu singkat.

"Kau terlihat murung."

Melodi menoleh. Ia berusaha menunjukkan senyum terbaiknya. "Aku harus pulang. Keluargaku mencari."

"Kalau begitu, pulanglah. Mereka pasti sangat mengkhawatirkanmu," ucap pria itu penuh perhatian.

Melodi mengangguk. Gadis itu bangkit dari duduknya. Entah mengapa, sang pria malah ikut berdiri. Ia seperti ingin melepas kepergian Melodi.

"Senang bertemu denganmu. Aku jadi tidak kesepian."

Melodi tersenyum sebagai balasannya. "Aku juga senang bertemu denganmu. Terima kasih atas sarannya. Kuharap kita bisa bertemu dikemudian hari."

Gadis itu mengangguk kecil sebagai sapaan sopan. Ia berbalik dan berjalan menjauh.

"Maaf," seru pria itu tiba-tiba. Melodi kembali menoleh, kedua matanya menyiratkan tanda tanya besar. "Siapa namamu?"

"Haeun. Cukup panggil aku Haeun," ucap Melodi setengah berteriak setelah terdiam beberapa saat.

Pria itu tersenyum lebar. Ia melambaikan tangannya dengan semangat. "Namaku Minghao. Xu Minghao. Hati-hati di jalan!"

Melodi mengangkat sebelah tangannya dengan kikuk. Sungguh pertemuan yang aneh dengan orang baru. Pria itu memang baru dikenalnya, namun Melodi tidak curiga sedikitpun. Lagipula ia terlihat baik.

Gadis itu berjalan menuju halte bus terdekat sembari mengulum senyum. Dalam hati kecil, ia sedikit berharap akan kembali bertemu dengan pria tadi. Namun ia kemudian tersadar. Kemungkinannya sangat kecil. Apalagi Melodi jarang berkunjung ke Seoul.

Ponsel Melodi kembali bergetar. Pikirannya ditarik ke dunia nyata. Gadis itu mempercepat langkah. Bisa-bisa Kak Andre akan pergi menjemputnya jika ia berada di sana lebih lama lagi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro