5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Nah, coba buka photo book dari album yang kau punya," ucap Minji.

Melodi menurut. Ia mengeluarkan Album Seventeen dari dalam tasnya dan mengambil photo book yang dimaksud. Gadis itu menyorongkannya pada Minji. Seperti seorang anak kecil menyerahkan hasil prakarya buatannya kepada seorang bu guru.

"Apa kau sudah menghapal nama dan wajah para member?" Melodi mengangguk menjawab pertanyaan Minji. "Baguslah, kalau begitu. Mau menyapa secara langsung?"

Kedua kelopak mata Melodi melebar. Ia menggeleng kuat. "Tidak perlu. Kurasa aku hanya akan mengganggu mereka. Sebentar lagi acaranya juga akan dimulai."

Minji mengerti. Kini dia sibuk menunjuk satu per satu member sembari menyebutkan namanya. Melodi yang seperti sedang mendapat pelajaran privat dari Minji berusaha mengingat. Walaupun pada awalnya Melodi sempat menolak, ia berusaha mengenal seluruh member dengan baik. Well, saat ini ia bertemu dengan artis. Akan tidak sopan jika dia tidak mengerti satu hal pun tentang Seventeen.

"Kwak Minji, kau kah itu?" sapa seorang pria menghampiri keduanya yang sedang sibuk berbincang di pojok ruangan.

Minji menengadah. "Jihoon oppa!" sapa Minji semangat. Ia menggeser tubuhnya sehingga pria yang disapanya itu dapat duduk. "Kau sudah siap?"

Pria itu mengangguk. Tatapannya langsung melayang pada Melodi, orang asing di ruangan itu. "Siapa dia?"

"Ah, dia Melodi, temanku. Dia baru tiba dari Indonesia kemarin," ucap Minji.

Punggung Jihoon menegak. Raut wajahnya bersinar. Ia kemudian menjentikkan jarinya seperti teringat sesuatu. "Ari, Arini! Kau kenal dengannya?"

Melodi mengangguk dengan raut wajah kebingungan. Sungguh beruntung sahabatnya itu. Ari bisa diingat oleh artis! "Dia teman dekatku."

"Aku selalu bertemu dengannya dalam semua event Seventeen yang diadakan di Indonesia," ucap Jihoon menjelaskan. "Dia penggemarku, kan? Apakah kali ini dia ikut fansign juga?"

Kedua bola mata Melodi melebar. Lee Jihoon! Woozi! Bias Ari. 

"Tidak, dia sedang sibuk dengan pekerjaannya di Indonesia," ucap Melodi. "Maaf, kau benar-benar Woozi? Maksudku, bagaimana mungkin kau bisa menghapal sahabatku yang satu itu?"

"Tentu saja aku Woozi Seventeen," ucap Jihoon sembari terbahak. "Hapalanku cukup bagus, bukan?"

Melodi memandang ke arah Jihoon dan Minji bergantian. Ia meminta bantuan Minji lewat pandangan matanya. Sungguh dirinya saat ini merasa benar-benar bodoh karena hanya dirinya yang tidak mengerti apa-apa disana.

"Oppa, Melodi ini sebenarnya baru mengenal Seventeen belum lama ini. Dia bahkan bukan seorang Carat. Melodi diundang kemari karena bantuan Ari. Jadi jangan sakit hati jika dia tidak mengenal kalian ya," ucap Minji memberi penjelasan. "Ah, dan juga. Jihoon menghapal Ari karena dia terlihat cukup 'nyentrik' dan tidak bisa dilupakan. Yah, bisa dibilang Ari adalah fans beruntung yang bisa banyak berinteraksi dengan idolanya."

Seorang manajer Seventeen datang. Dari ambang pintu, ia meneriakkan bahwa Seventeen harus segera bersiap karena sepuluh menit lagi mereka akan memasuki venue tempat dilaksanakannya acara.

"Ah, Oppa. Sepertinya kita berdua harus segera pergi mencari tempat duduk," ucap Minji terlihat menyesal.

Jihoon mengangguk. Ia tampak santai. "Tidak apa. Sampai bertemu nanti saat acara!" Tatapan Jihoon beralih pada Melodi yang masih tampak kaku. "Nikmati saja acaranya. Kujamin kau akan mudah menyesuaikan diri dengan kegilaan para member."

Melodi meringis. Ia mengangguk kecil sebelum pergi mengikuti langkah Minji yang sudah berjalan terlebih dahulu.

---

Melodi membuka pintu unit apartemennya. Gadis itu melepas sepatu dan meletakkannya dengan rapi di dalam kabinet khusus penyimpanan sepatu. Ia menekan saklar lampu, seketika ruangan tengah yang awalnya gelap berubah menjadi terang.

Gadis itu meletakkan tasnya di atas meja. Sofa terlihat empuk sangat menggoda, membuatnya malas untuk membersihkan diri. Melodi berbaring. Ia menutupi matanya dengan sebelah lengan.

"Sepertinya kau tidak terlalu antusias dengan acara ini."

"Eoh?" perhatian Melodi ditarik oleh ucapan itu. Otaknya bekerja cepat. Member Seventeen yang ada di hadapannya saat ini bernama Minghao.

Minghao tersenyum maklum. Tangannya dengan cekatan menarik album milik Melodi dan membubuhkan tanda tangannya disana.

"Melodi-ssi, benar kan?" tanya Minghao memastikan.

Melodi mengangguk mengiyakan. Gadis itu hanya mampu diam sembari memandang wajah pria di hadapannya lekat-lekat.

Minghao menyorongkan kembali album ke hadapan Melodi. Ia kemudian menyodorkan tangan kanannya.

"Fan-service," ucapnya sembari tersenyum. "Ah, atau kau mau aku melakukan hal lain?"

Melodi menggeleng. "Tidak perlu. Diam saja sampai giliranku selesai juga tidak masalah."

Minghao mengernyitkan dahinya bingung. Ia kemudian menarik tangannya lagi dan tersenyum. "Kalau begitu kita ngobrol saja. Apa yang kau tahu tentang diriku?"

Melodi tampak mengingat-ingat. "Xu Minghao, Seo Myungho, The8, Kermit, 7 November 1997, tinggi badan 1.78 meter."

"Wow," ucap Minghao. "Untuk ukuran bukan seorang fans, pengetahuanmu cukup luas."

Melodi mengangkat kedua bahunya, tampak tidak peduli. "Aku hanya membacanya sekilas dan entah bagaimana semuanya seperti tersalin secara otomatis di ingatanku."

"Apa kau kemari karena ada masalah?" Minghao memundurkan badannya. "Maaf kalau pertanyaanku membuatmu tidak nyaman. Aku hanya menebaknya saja."

Melodi terdiam. Ia kemudian tertawa kecil. "Maafkan aku. Sepertinya wajahku sangat transparan dan membuat kalian tidak nyaman." Melodi mengulurkan tangan kanannya. "Kalau begitu, bisa tolong pegang tanganku? Ayo kita melakukan 'hal yang biasa dilakukan ketika fansign'."

Minghao ikut tertawa. Ia meraih tangan Melodi dan mengelusnya pelan. "Kami menyebutnya fan service. Fan-ser-vice."

Melodi mengangguk paham. Ia ikut mengeja seperti yang diajarkan Minghao.

Dahi Minghao berkenyit sedikit. Baru pertama kali ini dirinya melakukan fan-service di fansign namun tidak berhasil memunculkan rona merah di pipi penggemarnya. Pria itu tersadar, Melodi bahkan tidak terlihat tertarik dengan Seventeen. Ia menepis pikirannya dan buru-buru menunjukkan senyuman lagi.

"Setelah ini, apa yang akan kau lakukan?" tanya Minghao, tangannya tak lepas menggenggam sembari memberikan elusan pelan pada tangan Melodi.

"Hmm, pulang?" jawab Melodi tidak yakin. "Sebenarnya aku pergi berlibur ke Seoul tanpa membuat rencana. Aku sendiri pun bingung."

"Banyak tempat menarik yang bisa kau kunjungi disini. Saat pertama kali datang ke Seoul, aku langsung terpikirkan dengan Namsan Tower," ucap Minghao mencoba memberikan solusi.

"Actually, it is not my first time here. Aku juga sudah pernah pergi kesana," jelas Melodi. "Aku tidak suka travelling seorang diri."

Melodi terkekeh. Ia menemukan raut kebingungan Minghao. "Hmm, aku hanya sedang mencari cara refreshing karena penat dengan pekerjaanku."

"Kalau begitu, apa hobimu?" tanya Minghao.

Mendengar pertanyaan itu, hal pertama yang terbersit dalam benak Melodi adalah bermusik. Ia termenung. Susah untuk menjawab pertanyaan itu karena kini hobinya terasa menyesakkan ketika ia lakukan.

"Ya, waktu habis. Silahkan ke meja sebelah," seorang manajer Seventeen menginterupsi percakapan keduanya.

Minghao tersenyum. Ia menarik tangannya. "Kau masih punya banyak waktu untuk bersenang-senang. Selamat menikmati liburanmu di Seoul. Sampai bertemu kembali!"

Melodi balas tersenyum. Ia mengangguk kecil. "Sampai bertemu kembali!"

Teringat dengan sesuatu, Melodi kembali bangkit dari posisi terbaringnya. Ia mengais-ais isi tasnya. Dikeluarkannya album yang sedari tadi sudah pindah tangan dari satu member Seventeen ke member lainnya.

Melodi duduk bersandar. Gadis itu membuka halamannya dengan penuh hati-hati. Setelah seharian ini bergaul dengan para Carat, ia jadi tahu betapa berharganya  benda yang ada di tangannya saat ini.

Ia tersenyum membaca berbagai pesan singkat yang dituliskan oleh para idol itu. Ada beberapa yang hanya membubuhkan tanda tangannya. Mingyu malah memberikan gambar bunga dan kalimat gombalan di halaman berisi fotonya.

Melodi memicingkan mata. Berusaha memahami Hangul berantakan coretan Mingyu.

"Aku beri bunga berbentuk gambar dahulu. Tunggu aku hingga dapat memberimu yang asli. Kau sangat manis!"

Gadis itu mengulum senyum membacanya. Jika ada pepatah yang mengatakan bahwa semua wanita menyukai gombalan, seperti itu benar. Tidak sepenuhnya benar sih. Hanya sepersekian detik, perasaan Melodi terasa dibawa melayang. Ingat, tidak sampai satu detik.

Melodi menghilangkan pikiran anehnya dengan menggelengkan kepala. Ia membuka halaman berikutnya. Xu Minghao.

"In the end, it's not the years in your life that count. It's the life in your years. Abraham Lincoln."

Terdiam. Gadis itu berusaha mencerna quotes yang diberikan oleh pria bernama panggung The8. Sejak awal bertemu, Melodi memang sudah menduga bahwa pria itu tidak seperti kebanyakan pria lainnya. Dibuktikan dengan tulisannya kali ini, Melodi yakin bahwa Minghao juga sering membaca buku-buku bermutu.

Melodi meletakkan kembali album di tangannya ke atas meja. Gadis itu mengulet disofanya yang empuk. Ia memeriksa ponsel. Sudah pukul sembilan malam. Pengaruh musim panas, membuatnya lupa waktu.

Gadis itu berdiri dari duduk. Sebaiknya ia segera pergi beristirahat jika tidak ingin terlambat bangun. Besok dirinya punya janji dengan Hyunbin.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro