16

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Aku pulang," ucap Chan sembari melepaskan sepatunya dengan asal di depan pintu. Pria itu melangkah dengan gontai melintasi ruang tengah dorm yang tampak lengang. Entah kemana para penghuninya pergi.

Soonyoung bersiul kecil ketika melihat Chan masuk ke dapur. Bahkan dongsaeng-nya itu terlihat acuh dan tanpa peduli membuka-buka lemari pendingin mencari sekaleng bir. Heran mengapa sapaannya tidak diindahkan, Soonyoung dengan jahil merebut kaleng minuman dari tangan Chan.

"Hyung!"

"Kau mau minum-minum sendiri? Tanpa mengajakku?" goda Soonyoung yang sepertinya tidak sadar bahwa Chan sedang tidak dalam mood baik untuk membalas candaannya.

Tak peduli, Chan kembali membuka pintu kulkas dan menarik kaleng bir lainnya. Dengan satu tangan, ia membuka penutupnya dan menenggak isinya.

"Wow, kau benar-benar....," ucap Soonyoung sembari menggelengkan kepalanya. "Kau ada masalah?"

Chan melemparkan tatapan datar ke arah pria berisik itu sekilas. Ia berlalu menuju ruang tengah dan mendudukkan dirinya di sofa. Minum bir di sore hari? Jarang sekali ada member Seventeen yang sengaja ingin mabuk ketika matahari bahkan belum tenggelam.

"Nara?" tebak Soonyoung. Pria yang memiliki julukan hamster itu duduk di samping Chan. Ia membuka kaleng bir di tangannya dan ikut menyesapnya sedikit.

"Bagaimana Hyung bisa tahu?"

Soonyoung mengedikkan bahunya. "Dari kemarin kau sangat bersemangat karena akan mengantar Nara periksa kandungan hari ini. Tapi, entah mengapa baru sore hari kau sudah kembali ke dorm dan memilih minum alkohol. Padahal akhir-akhir ini kau sendiri yang selalu mencari celah untuk bisa menghabiskan waktu lebih lama bersama Nara dengan pulang ke rumah dan tidak tinggal di dorm. Jadi, aku berasumsi kau baru saja bertengkar dengan istrimu itu."

Chan mengangguk membenarkan ucapan hyung-nya. Ia kembali menenggak isi kaleng di tangan kanannya. "Kami bertengkar setelah keluar dari ruang pemeriksaan. Lebih tepatnya, aku yang marah padanya."

Soonyoung berjengit kaget. "Ya! Bagaimana bisa kau marah pada Nara yang sedang mengandung? Dimana-mana kalau istri sedang hamil ya suaminya sangat sayang dan menjaga mereka."

"Hyung tidak tahu alasannya," bantah Chan tak mau kalah.

"Kalau begitu jelaskan padaku," ucap Soonyoung sambil menunjukkan senyum jahilnya.

Chan melengos. Mood-nya benar-benar sedang jelek, namun hyung-nya itu malah makin meledeknya. Chan sendiri juga tidak tahu mengapa dirinya bisa tiba-tiba marah pada Nara.

"Maaf, maaf," ucap Soonyoung mengalah pada akhirnya. "Katakan saja apa masalahmu. Setidaknya aku bisa bantu mendengarkan, yah... mudah-mudahan juga bisa memberikan solusi yang berguna."

"Nara menyembunyikan hal penting tentang kehamilannya dariku," ucap Chan setelah beberapa saat terdiam. "Kemungkinan besar ia harus operasi untuk melahirkan si kembar."

"Operasi?!" pekik Soonyoung. "Kenapa? Ada masalah?"

Chan menarik napas panjang. Ia mengusap wajahnya dengan kedua belah telapak tangan. "Selain karena hamil kembar, posisi janinnya tidak memungkinkan untuk proses melahirkan normal. Yah, zaman sekarang sesar bukan hal yang menakutkan lagi. Tapi, tetap saja aku khawatir."

Soonyoung menepuk sebelah bahu Chan. "Asalkan Nara dalam kondisi prima, pasti operasinya akan berhasil."

Chan menyesap minumannya lagi sebelum menoleh ke arah Soonyoung. "Entahlah. Ada masalah lain lagi. Tekanan darah Nara cukup tinggi, saat tadi diperiksa ulang pun tetap tinggi. Dokter bilang dia mengalami kondisi yang bernama pre-eklampsia. Aku sangat khawatir karena ternyata ada beberapa komplikasi dan kegawatan yang mengancam."

"Maksudmu?" tanya Soonyoung tak mengerti. Maklum, dirinya belum tertarik untuk menjadi seorang ayah.

"Bisa ada kejang, perdarahan, bahkan sampai nyawa taruhannya," ucap Chan sambil mengusap wajahnya. "Hamil kembar saja sudah beresiko, ini ditambah dengan tekanan darah tinggi."

"Chan," Soonyoung menepuk bahu Chan sekali. "Kalau begitu kau harus lebih hati-hati dalam menjaganya. Marah-marah dan meninggalkannya seperti ini bukan cara yang benar untuk menunjukkan rasa sayangmu."

'Sayang?' batin benak Chan. Sejak kapan dia menyayangi Nara? Bukannya selama ini ia masih merasa cemburu dan tidak suka jika melihat Bora dan Mingyu bersama?

Soonyoung merampas kaleng beer dongsaeng-nya. "Sebaiknya kau segera memulihkan diri dan pulang ke rumah. Tidak baik meninggalkan Nara seorang diri, kan? Bora sedang ada syuting sampai tengah malam lho."

Seketika Chan sadar. Ia baru ingat bahwa Bora sudah mewanti-wanti dirinya untuk bermalam di apartemen karena malam ini Bora tidak bisa pulang. Saudara kembar Nara itu memang selalu memberinya kabar jika tidak bisa pulang karena kelewat khawatir meninggalkan Nara sendiri dalam kondisi hamil. Chan tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika Bora mengetahui keadaan kehamilan Nara saat ini.

Chan bangkit dari duduknya. "Kalau begitu aku pulang dulu, Hyung."

"Jangan pulang dengan tangan kosong Chan," usul Soonyoung. "Bawalah bunga atau benda manis lainnya. Wanita suka jika diperlakukan seperti itu. Yah, hitung- hitung sebagai ucapan permintaan maafmu juga."

Chan menggaruk kepala bagian belakangnya. Ia belum pernah bertengkar dengan Nara sebelum ini. Bersikap manis pun tidak pernah. Chan sendiri sebenarnya agak segan dengan saudara kembar Bora itu. Baru akhir-akhir ini saja mereka mulai dekat dan saling terbuka satu sama lain karena tinggal dalam satu rumah yang sama. Chan masih ragu untuk berbuat hal manis seperti yang disarankan Soonyoung barusan.

"Aku pulang dulu Hyung. Nanti semakin malam," kata Chan tanpa membahas usulan Soonyoung.

---

Chan melangkah masuk dengan hati-hati. Sebisa mungkin ia tidak membuat suara berisik. Ia sadar diri bahwa sekarang sudah hampir pukul sepuluh malam, jam tidur Nara. Chan tidak ingin wanita itu terbangun karena ulahnya.

Dirinya terkejut ketika mendapati Hyesung duduk di ruang tengah dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Dari auranya, Chan tahu bahwa kekasih Jihoon itu sengaja menunggu dirinya. Chan meringis. Sebenarnya ia lega dengan kehadiran Hyesung karena itu berarti Nara tidak sendiri di rumah. Namun di sisi lain, Chan dapat memprediksi bahwa ia akan mendapat kuliah malam dari gadis itu.

"Kau sudah pulang? Darimana saja?"

Ugh, bahkan suara dingin Hyesung mampu membuat bulu kuduknya merinding. Nara saja yang berstatus sebagai istrinya tidak pernah melontarkan pertanyaan seperti tadi pada dirinya. Sepertinya walaupun yang hamil adalah Nara, Chan lebih sering diceramahi oleh Bora dan Hyesung.

"Dari dorm Seventeen," jawab Chan. Ia mengambil posisi duduk di sisi sofa yang kosong. "Noona kenapa bisa ada disini?"

Hyesung memberikan tatapan tajam pada pria di sebelahnya. Ia kemudian menghela napas panjang. Yah, Hyesung meskipun kesal selalu bisa menahan dirinya agar tidak meledak.

"Nara meneleponku dan bertanya tentang pre-eklampsia. Tapi saat sedang menjelaskan lewat telepon, tiba-tiba dia menangis. Akhirnya aku memutuskan untuk mampir kemari sepulang dari kantor," jelas Hyesung. "Nara bahkan saat ini lebih khawatir karena kau yang tiba-tiba marah dan pergi dari rumah dibandingkan kondisi kehamilannya."

Mendengar hal itu, hati Chan mencelos. "Sekarang dia ada dimana?"

"Sudah tidur," jawab Hyesung. "Dia kelelahan karena menangis terus-terusan. Tenang saja, aku sengaja menemaninya disini karena khawatir ia sendiri di rumah dan kondisinya masih belum stabil."

Chan mengusap wajahnya dengan frustasi. "Terima kasih sudah menjaganya, Noona."

Hyesung menatap Chan dalam diam. Lagi-lagi gadis itu menghembuskan napas panjang. Ia menyandarkan punggungnya ke sofa.

"Chan, aku tahu kini kau memegang tanggung jawab lain sebagai calon ayah. Belum lagi pernikahan kalian memang tidak direncanakan pada awalnya," Hyesung melunakkan nada bicaranya. "Apa ada sesuatu yang kau sembunyikan? Kau bisa membaginya denganku."

Chan mengangkat wajahnya. "Maksud Noona?"

Hyesung mengedikkan bahu. "Entahlah. Aku rasa hubungan komunikasi antara dirimu dan Nara tidak terlalu baik. Aku takut jika membiarkan kalian terus begini, rumah tangga kalian akan hancur," Hyesung menutup mulutnya. "Maaf, bukan berarti aku mendoakan hal buruk. Hanya saja, aku tidak rela hubungan kalian berdua kandas seperti hubunganku dan Jihoon oppa pada masa lalu karena masalah komunikasi."

Chan ikut menyandarkan punggungnya pada sofa. Tatapannya nyalang ke depan. "Aku sedang tidak ingin membicarakan masalah rumah tanggaku," jawab Chan dingin. Sebenarnya, ia sengaja menghindari topik ini karena hati kecilnya membenarkan pernyataan Hyesung barusan. Ia dan Nara sudah berjanji akan berpisah saat si kembar lahir. Chan tidak ingin ada orang lain yang tahu.

Hyesung menatap profil wajah tegas Chan dari samping. "Baiklah, aku hanya tidak ingin kau menyesal nantinya," jawab Hyesung mengalah. Gadis itu berdiri dan mengambil jaketnya yang sedari tadi tersampir di  kursi. "Walaupun Nara tidak mengucapkannya secara langsung padaku, aku tahu dia menyayangimu. Selama ini ia berusaha menahan diri agar tidak membebani pekerjaanmu dengan kehamilannya, karena Nara tahu bahwa kau masih belum rela seratus persen kehidupan lajangmu diambil oleh bayi yang dikandungnya."

Tidak ada jawaban dari Chan. Pria itu tetap bergeming di tempatnya. Ia larut dengan pikirannya sendiri.

"Kalau begitu aku pulang dulu. Kau selesaikan masalahmu sendiri," Hyesung menepuk bahu Chan pelan. "Semangat!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro