SWEET MEMORIES WITH YOU

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tania berlari meninggalkan rumah. Dia tidak sanggup bertahan lagi. Teriakan dibalas teriakan, barang rusak terus bertambah tiap hari. Suasana rumah seperti itu, bagaimana Tania bisa bertahan di dalamnya?

Sebuah taman yang berjarak sekitar satu kilo dari rumah, menjadi tempat berlabuh untuk Tania. Kakinya pegal, lelah, tenggorokan kering, nafasnya tersengal. Apa yang orang tuanya ributkan sebenarnya? Masing-masing merasa paling benar. Bagaimana bisa mereka benar, jelas dua-duanya salah. Mereka tidak sadar sudah menyakiti hati putri semata wayang mereka.

Tania sesenggukan di sebuah bangku panjang di taman itu. Ditutupnya muka dengan kedua tangannya, dia tidak peduli reaksi beberapa orang yang melintas. Dia tidak peduli, apa pendapat mereka. Yang dia tahu, semua harus dikeluarkan. Beban yang mengganjal, membuat Tania sulit untuk bernafas.

Beberapa detik berikutnya, Tania mulai tenang. Tangisnya mereda. Begitu membuka mata, Tania terkesiap ada seseorang duduk di sebelahnya. Menyodorkan es krim kesukaannya.

"Kak ... Tommy! Sudah berapa lama Kakak di sini?" tanya Tania gugup.

"Sejak kamu sampai sini, sambil nangis," jawab Tommy, lalu memberikan es krim milik Tania, yang sudah dibuka kemasannya. Jadi Tania bisa langsung makan. Unch, so sweet!

Tania, memakan es krimnya perlahan. Beberapa saat mereka terdiam, masing-masing menikmati es krimnya.

"Kak Tommy, nggak pengen tahu aku kenapa?" Tania mengawali pembicaraan. Kesekian kalinya hal ini terjadi. Tommy tiba-tiba sudah disampingnya saat ada masalah.

"Kalo kamu cerita Kakak bakalan tahu juga, kan. Yang Kakak tahu, tadi ada alarm berbunyi, ada kebakaran yang perlu dipadamkan segera."

Tania menautkan alisnya, tidak mengerti ucapan Tommy. Tommy tersenyum, seketika menyejukkan hati Tania. Senyum ini akan menjadi obat tersendiri baginya.

"Jangan menatap Kakak seperti itu, ntar naksir, lho," goda Tommy, menyusul ekspresi cemberut Tania.

"Kebakarannya tuh, di sana," Tommy menunjuk dada Tania, "dan tugas Kakak untuk padamin."

Tania mulai paham ucapan Tommy tadi. Tapi menyusul penasaran dalam hati Tania. Bagaimana bisa tiap kali Tania menangis, ada masalah, Tommy tiba-tiba datang dan menghiburnya.

"Udah, nggak usah dipikirin lagi, semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Mending kamu fokus belajar," ujar Tommy seraya menggenggam jemari Tania lembut.

Perlakuan Tommy kali ini berdampak buruk bagi Tania. Selama ini Tommy tidak pernah menyentuhnya. Ini pertama kali, dan berhasil membuat jantung Tania berdegup tak teratur.

🌹🌹

Esok harinya Tania merasa lebih baik, semua berjalan normal, Ibu bangun lebih pagi dari yang lain, membereskan rumah dan menyiapkan sarapan. Saat tiba di meja makan, dia tidak melihat ayah.

"Sarapan dulu, Tan. Mau nasi goreng atau roti?" tawar Miranti, ibu Tania. Seperti biasa, menu sarapan ada dua. Biasanya ayah memilih roti selai kacang dan secangkir kopi susu. Menu itu ada di meja. Tapi ayah tidak bersama mereka.

Tania sempat menangkap sorot sedih dari mata ibunya.
"Tania makan roti aja, Bu. Nasi goreng buat bekal, nanti Tania makan di sekolah," jawab Tania mengalihkan kesedihan Miranti.

Miranti tersenyum, mengangguk, lalu mengambil kotak bekal. Diisinya dengan nasi goreng dan telur dadar.
"Jangan sampai telat makan, ya. Nanti kambuh magh-nya." Miranti mengingatkan, sambil membereskan piring dan gelas kotor.

Kali ini, Tania berangkat bersama ibunya. Karena sang ayah pergi entah ke mana.

Miranti, ibu yang bekerja. Sebelum menikah dia pun bekerja. Bukan demi materi, tapi dunia yang ditekuninya sekarang untuk penghiburan diri. Radio Channel 99, salah satu stasiun radio di kota Semarang, adalah tempat kerja Miranti. Dua puluh lima tahun sudah dia mengabdi. Sangat sulit melepaskan profesinya.

Tania beranjak besar juga tidak bisa jauh dari dunia radio. Dia suka musik, bahkan menyanyi. Ada satu ruangan favorit di kantor Miranti. Ruang rekaman. Dia bisa melakukan seolah-olah sedang rekaman betulan. Tania bernyanyi lagu kesukaannya. Terkadang Miranti sengaja membeli CD kosong untuk merekam suara Tania.

Sepertinya, hal itu menjadi hiburan untuk Miranti saat sedih. Tania pernah melihat Miranti mendengarkan suara kecilnya, sambil menangis.

Tania sedih, suasana rumah jadi hambar dan dingin. Tidak hangat lagi seperti dulu. Saat semua lengkap ada di rumah, melakukan banyak hal bersama. Kini ayahnya pergi tanpa pesan.

Motor sudah siap, Miranti membetulkan jaket Tania, lalu ke depan untuk menaruh tas. Hari masih pagi, udara terasa dingin akhir-akhir ini.

Tania sedang mengeratkan tali sepatu, saat sebuah motor berhenti di depan rumah. Seseorang melepas helmnya, menyapa Miranti, lalu mencium punggung tangannya.

"Kak Tommy," gumam Tania.
"Pagi Tante, maaf mau jemput Tania. Hari ini kita janjian berangkat bareng," ujar Tommy santun.

"Oh gitu, kok, Tania nggak bilang. Bentar Tante panggil Tania, ya," kata Miranti lalu masuk ke dalam rumah.

Tania mendengar semuanya, Tommy bohong. Dia tidak janji apa-apa. Tania bingung harus jawab apa ke ibunya.

"Tan, kamu janjian sama Tommy?" tanya Miranti.
"Eh ... anu, Bu. Ehm ...," Tania bingung jawabnya.

Miranti ketularan bingung melihat reaksi putrinya. Padahal kalaupun iya juga tidak masalah. Miranti mengenal Tommy karena mereka bertetangga, meski beda blok perumahan.

"Gimana, Tan, mau bareng Ibu atau sama Tommy?" tanya Miranti memastikan, waktu beranjak siang.

"Ya udah, Tania bareng Tommy. Nanti ada ulangan soalnya, jam pertama," Tania menyalami Miranti, lalu beranjak keluar rumah.

Sampai di dekat Tommy, Tania sudah hendak melancarkan omelannya. Tapi sudah dipotong Tommy.
"Sudah naik dulu, nanti Kakak jelasin," ujar Tommy, lebih terdengar memerintah.

Tania menyimpan lagi omelannya. Segera naik ke motor Tommy, dan meluncur ke jalanan aspal yang mulus.

🌹🌹

Tommy adalah tetangga Tania, teman satu sekolah, tapi beda kelas. Lama bertetangga bukan berarti mereka lama juga bersahabat. Justru baru beberapa bulan ini.

Pertemuan pertama yang tidak menyenangkan, karena Tommy melihat Tania yang sedang berjalan kaki, bersimbah air mata, menuju ke sekolah.

Sejak hari itu Tommy menyebut dirinya sebagai pemadam apinya Tania. Dulu Tania tidak peduli, kini saat mereka sering bertemu, Tania menyadari, hal itu benar.

Hari ini pertama kalinya, Tania ke sekolah bersama Tommy. Mungkin esok dan selanjutnya akan ada penjemputan berikutnya.

🌹🌹

Setelah jam pelajaran ketiga, guru BK masuk kelas.
"Untuk siswa yang bernama Tania, silakan ikut saya ke ruang BK."

Semua orang di kelas langsung menatapnya. Tania tidak nyaman jadi pusat perhatian, jadi dia bangun dan segera keluar kelas. Menyusul guru BK yang jalan lebih dulu.

Mendekati ruang BK terdengar suara ribut. Itu ... seperti suara ayah ibunya. Tania berhenti, melongok dari jendela yang terkuak sedikit. Seketika badan Tania lemas, orang yang sedang ribut di dalam adalah orang tuanya.

Pak Ryan, walikelasnya menghampiri. Beliau juga dipanggil ke ruang yang sama dengan Tania.

"Tania? Kamu nggak pa-pa?" tanya Pak Ryan. Dia menatap iba Tania, sebelum ke sini, guru BK sudah menceritakan semuanya.

"Tania nggak pa-pa, Pak," jawab Tania seraya menghapus air matanya.

Tania masuk, seketika keributan berhenti. Di dalam ruangan sudah ada kepala sekolah, dan guru BK. Menyusul dirinya dan Pak Ryan.

Tania malu, tidak menyangka orang tuanya tega membuat keributan di sekolah. Tempat yang selama ini jadi tempat pelariannya. Kini sudah tidak aman lagi.

"Pak Ryan, maaf, Tania nggak mau berlama-lama di sini, hanya untuk melihat mereka berantem. Saya sudah bosan, karena sering menyaksikan mereka ribut. Mereka nggak pernah menganggap saya ada. Mereka hanya mementingkan ego sendiri. Saya ...."
Tania tidak melanjutkan kalimatnya, dia keluar ruanga BK. Pertahanannya jebol, pandangannya kabur karena air mata menumpuk di pelupuk matanya.

Di pertigaan menuju tempat parkir, ada yang mencekal lengannya. Tania berontak, ingin mengibaskan tangannya. Tapi dia malah tertarik ke dekapan seseorang.

Wangi parfum ini hanya milik satu orang. Menenangkan. Pemberontakan Tania mengendur. Pemadam apinya datang tepat waktu dan memeluknya sekarang. Tania menumpahkan semua kesedihannya.

Tommy mengelus perlahan rambut panjang Tania. Sudah lama dia ingin memeluk cewek yang dicintainya ini. Mengambil alih semua beban di pundaknya. Menghapus tiap air mata yang menetes. Kini semua jadi kenyataan.

🌹🌹

Motor memasuki area parkir sebuah kafe outdoor. Tommy tahu apa yang terjadi, jadi dia mengambil inisiatif mengambil tas milik Tania, lalu minta ijin mengantar pulang.

Di sinilah mereka sekarang, di sebuah kafe dengan nuansa alam. Ada live music juga rupanya. Tania makin bahagia, karena lagu yang dimainkan adalah lagu favoritnya.

Tenanglah, kekasihku
Kutahu hatimu menangis
Beranilah tuk percaya
Semua ini pasti berlalu

Meski takkan mudah
Namun kau takkan sendiri
Ku ada di sini

Tommy menatap lembut Tania, mengamati tiap inci wajah manis Tania. Yang diperhatikan sedang fokus pada lagu yang ditampilkan, sambil sesekali ikut bersenandung.

Tiba-tiba sang vokalis maju ke arah Tania, menyodorkan mikrofon untuk mengajaknya bernyanyi. Tania menoleh ke Tommy, mengangkat alisnya, seriously?

Tommy hanya mengangkat bahu dan tersenyum penuh arti. Semua ini dia yang mengatur. Kafe memang sedang sepi pada jam sekolah, jadi dia bebas memilih lagu untuk dimainkan. Semua rencananya berhasil. Tania bisa tersenyum dan sejenak melupakan yang terjadi.

Untukmu aku akan bertahan
Dalam gelap takkan kutinggalkan
Engkaulah teman sejati
Kasihku ... di setiap hariku

Untuk hatimu ku kan bertahan
Sebentuk hati yang kunantikan
Hanya kau dan aku yang tahu
Arti cinta yang tlah kita punya

Jelang akhir lagu Tania tersendat, tangisnya pecah. Tak diduga Tommy mengisi kekosongan lirik dengan suaranya yang tak kalah indah. Lagu ditutup dengan indah dan romantis.

Kejutan selanjutnya, Tania disuguhi meja khusus lengkap dengan hiasan dan hidangan kesukaannya. Tania tidak mampu lagi berkata-kata, dia tersenyum dan menangis bersamaan.

Tiba saatnya Tommy melancarkan tujuan utamanya. Ditengah keterkejutan Tania, Tommy menembaknya.

"Ijinkan aku jaga sebentuk hatimu, yang sudah lama aku nanti. Ijinkan aku terus bertahan untuk terus di sisimu. Menjadi pemadam api abadi untukmu."

Tania bahagia meski berada di tengah masalah kedua orang tuanya. Dia bersyukur, Tuhan menghadirkan Tommy di hidupnya. Seseorang yang selalu berhasil membuat semua jadi lebih baik.

TAMAT
🌹🌹

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro