4. Mantan Pelakor

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Lo tahu sendiri kalau dari sudut pandang cowok, nggak akan pernah ada yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama."

***

Miyana Desmari.

Nama itu menguasai benak Wren. Dia tidak pernah sekalipun berpikir kalau takdir akan mempertemukan mereka kembali setelah 8 tahun berlalu. Wren pernah mencari Miya saat kepulangan pertamanya ke Indonesia. Namun, perempuan itu menghilang, dan tidak ada petunjuk ataupun kesempatan yang membuat kontak mereka kembali terhubung. Pria itu menyimpulkan bahwa takdir mereka berhenti pada janji temu di depan bioskop yang tidak pernah terealisasi.

Pertemuan tidak terduga ini membuat sesuatu yang sudah lama tidak Wren rasakan kembali bangkit. Pria itu merasa jantungnya berdebar seperti remaja tanggung yang bertemu pujaan hati. Dia sedikit gugup, tapi juga senang, tapi juga merasa bersalah karena tidak memenuhi janji temu mereka di masa lalu. Pria itu tidak mampu menginterpretasikan perasaannya. Padahal saat berhubungan dengan perempuan cantik di Inggris, jantung Wren tidak berdebar, melainkan hormon testosteronnya yang meningkat.

Menyadari kesempatan yang terhampar di hadapannya, Wren merencanakan banyak percakapan dan pertemuan dengan Miya. Pria itu tidak sabar menantikan hal tersebut. Rencana untuk menjadi bos sementara yang dapat diandalkan berubah haluan menjadi; mengenal kembali mantan gebetannya waktu SMA. Menarik, pikir pria itu dengan seringai kecil.

Namun saat ini, berhadapan dengan Qis di ruang kerja ibunya tidak menarik sama sekali. Di ruang kerja ibunya yang tidak terlalu besar itu, ada satu meja kerja dan satu sofa panjang. Di seberang pintu masuk, terpasang jendela yang menghadap ke area perumahan di belakang kafe. Interior ruangan ini tidak berubah sejak terakhir kali Wren mengunjunginya, masih didominasi warna hijau muda dan putih. Pada beberapa rak di samping sofa, ada berbagai macam tanaman hias mulai dari Qis bilang, selama ibunya istirahat di rumah dan mempersiapkan diri untuk operasi, bunga-bunga itu dirawat olehnya dan Miya.

Memikirkan Miya dan Qis berinteraksi dengan bunga-bunga itu membuat Wren merasa ... kenapa dia baru datang ke kafe ini sekarang?!

Seolah sadar sosoknya berhasil mengusik Wren, Qis yang duduk di sofa menyeringai penuh kemenangan. Sepupunya itu jelas sudah siap mengatakan sesuatu, tetapi dari tadi terus ditahan, seolah menunggu waktu yang tepat agar perkataannya tepat sasaran.

"Apa? Kenapa lo manggil? Awas aja kalau omongan lo nggak penting. Padahal barusan gue lagi ngobrol sama Miya!" cerca Wren kesal, membenarkan posisi duduknya di bangku sang ibu yang tiba-tiba berubah tidak nyaman.

Senyum Qis semakin lebar dan pria itu berkata dengan tatapan jail yang penuh kemenangan. "Gue menang taruhan. Siap-siap foto lo yang lagi cuci mobil dan pake baju pink pemberian Bi Hanhan viral jadi stiker di grup keluarga." Qis terkakah-kakah puas. Ini jelas merupakan aksi balas dendam Qis karena dulu Wren pernah menjadikan foto aibnya sebagai stiker di aplikasi pesan dan menjadikan pria itu buah bibir di keluarga besar mereka. Untung saja stiker itu tidak sampai keluar dari grup keluarga. Kalau terjadi, eksistensi Qis sebagai pria tampan tidak akan diakui.

"Lo...cuma mau bilang ini?"

Qis mengangguk.

Demi Tuhan! Kesempatan berbincang-bincang dengan Miya harus kandas karena percakapan tidak penting ini? "Terserah, deh. Gue lagi ngapain juga tetep ganteng," sungut Wren.

"Yakin? Gue maunya, sore ini, lo cuci si Gugu pake kaus pink punya Bi Hanhan. Gimana?"

Wren menghela napas berat. "Gampang. Sore ini gue lakuin," setuju Wren sambil lalu. "Ada yang lebih penting dari itu." Wren tampak tidak mau bergabung dengan momen bercanda yang Qis buat. Malah, terlintas satu topik percakapan yang lebih menarik di benaknya.

Menyadari itu, senyum Qis luntur dan kedua alisnya bertaut. "Apa?"

Wren memandangnya dengan serius. "Gue butuh kepastian. Lo masih suka sama Miya?"

Kedua alis Qis mengernyit, agak bingung dengan pertanyaan tiba-tiba itu. Kemudian, saat menyadari ketertarikan Wren pada Miya, Qis mengangguk mantap. Sorot matanya jelas memancarkan kesan main-main. "Iya."

"Masih mau deketin dia?"

Qis mengangkat kedua bahu. "Tergantung."

Kening Wren mengernyit. "Tergantung?"

"Ya, tergantung mood gue."

Wren mendesis. "Kalau gitu jangan nyoba deketin Miya lagi."

Satu alis Qis terangkat. "Kenapa? Miya aja nggak ngelarang gue, tuh."

Wren menjawab dengan enteng, tetapi sorot matanya memancarkan kesan serius. "Gue mau maju."

"Wow." Qis merespons tanpa minat dengan nada suara yang tidak tampak terkesan. "Terus kalau lo mau maju, apa urusannya sama gue?" Kemudian, sorot jail kembali terbit di mata Qis.

"Lo nggak denger barusan gue ngomong? Gue mau maju. Artinya, gue mau deketin Miya."

"Maksud gue," Qis berhenti sejenak. Sengaja membuat Wren kesal. "Kenapa gue harus mundur?"

"Karena gue nggak mau bersaing sama sepupu sendiri."

"Takut kalah karena gue lebih ganteng dari lo?" ejek Qis.

"Elah. Kemana-mana juga lebih ganteng gue, kali," sahut Wren sinis. "Gue nggak mau tahu. Pokoknya, lo harus mundur. Lo inget nggak Medina? Dulu gue sama lo suka sama dia tapi akhirnya gue ngalah karena lo nangis-nangis minta gue mundur. Jadi, sekarang waktunya lo ngalah."

Qis terbeliak dan wajahnya seketika memerah saat mendengar nama Medina, sang mantan waktu remaja, kembali diungkit. "Bohong banget. Gue nggak nangis!" kilah pria itu.

"Masa?" Wren balik bertanya dengan sorot mata jail. "Seinget gue, waktu itu lo nangis galau. Lo bilang, lo nggak bisa hidup tanpa Medina. Lo juga nggak bisa bayangin siap ketemu gue kalau Medina sampai pacaran sama gue. Inget? Apa perlu gue ingetin rincian lainnya juga?"

Kini, bukan hanya wajahnya yang memerah, telinga Qis pun ikut terasa panas. Pria itu mengaku kalah, dan berujar, "Iya, iya. Gue nggak akan deketin Miya lagi. Lagian gue tadi bercanda! Ngapain pake ungkit Medina segala, sih. Dia itu aib gue."

Wren tersenyum puas. "Bagus. Dan sekarang, lo harus bantu gue."

Qis terbeliak. "Gue udah mundur tapi masih harus bantu lo juga?"

"Lo kayaknya lupa. Dulu juga gue bantu lo deketin Medina."

"Sial," umpat Qis. "Jangan bahas dia lagi! Gue nyesel pernah suka sama itu cewek."

Wren menyeringai senang. "Double kesal karena ternyata dia selingkuhin lo, kan?"

"Stop. Geli gue ingetnya." Bagi Qis, Medina adalah salah satu kisah cintanya yang paling tragis sekaligus memalukan.

"Jadi, bantuan apa yang lo mau dari gue?" tanya Qis to the point.

"Gampang, kok. Lo ceritain kenapa Miya bisa sampai disebut pelakor?" Wren diam sejenak. Membayangkan sosok Miya yang ceria ketika SMA dan kini menjadi pelakor... terasa salah. "Dia beneran jadi pelakor?"

"Itu pertanyaan gampang," sahut Qis. "Tapi gue mau tanya dulu."

"Apa?"

"Lo suka sama Miya karena pandangan pertama? Karena body-nya bagus kayak yang gue ceritain di mobil?"

"Nggak mungkin, lah," sangkal Wren. "Lo tahu sendiri kalau dari sudut pandang cowok, nggak akan pernah ada yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama."

"Terus, kok lo tiba-tiba suka sama Miya? Gue belum pernah lihat lo se...serius ini soal deketin cewek. Apalagi cewek yang pernah gue suka." Mereka berdua memang memegang satu prinsip dari dulu; dilarang suka sama perempuan yang sama atau perempuan yang pernah jadi pacar sepupu sendiri.

Wren melempar pandangan ke luar jendela. "Sebelum lo, gue udah suka duluan sama dia. Miya temen SMA gue. Mantan gebetan pertama gue, lebih tepatnya."

Qis mengernyit, berpikir sebentar, lalu terbeliak. "Si cewek yang kata lo suka pake jaket jin itu? Yang gue temui di bioskop karena lo nggak jadi ketemu dia?"

Wren mengangguk dan Qis masih tidak bisa mengendalikan kekagetannya. Saat SMP, dia sering mendengar soal Miya dan bertemu dengan perempuan itu sekali. Namun, itu sudah lama dan Qis sudah melupakannya seperti sebagian kenangan remajanya yang lain. Apalagi, nama Miya umum. Dia tidak pernah mengira kalau Miya yang bekerja di kafe Kesempatan Kedua adalah mantan gebetan Wren waktu SMA. "Kok ... bisa? Kenapa bisa cewek yang dulu pernah jadi gebetan lo, pernah jadi calon pacar lo, dan pernah jadi cinta pertama lo ... ada di sini?" tanya Qis, lebih sebagai reaksi keterkejutan.

Wren menggeleng. "Gue juga nggak tahu. Gue kira gue nggak akan pernah ketemu dia lagi. Ternyata efeknya masih sama."

"Efek apa?"

"Ketemu dia. Ternyata gue masih tertarik sama dia."

"Jadi, bisa disimpulkan kalau pertemuan ini adalah takdir?" tebak Qis.

Wren tidak menanggapi.

Qis menatap Wren dengan ragu. "Yakin lo mau tahu cerita miring soal Miya? Nggak akan berubah pikiran setelah denger? Yakin bakal tetep suka?"

Wren menggeleng. "Mungkin. Lihat nanti aja."

"Tapi gue cuma bisa cerita sebatas pengetahuan gue aja, ya. Alias, cuma dengar dari gosip."

Wren mengangguk.

Qis pun mulai bercerita. "Dari gosip yang gue denger sih, waktu itu posisinya Miya bekerja sebagai sekretaris di perusahaan Larona. Katanya, Miya ini jadi selingkuhan bosnya. Lo tahu perusahaan Larona, kan? Perusahaan iklan yang cukup gede di Indonesia." Saat melihat Wren mengernyitꟷtanda kalau pria itu tidak tahuꟷ, Qis kembali bercerita. "Perusahaan Larona ini memang baru, tapi pengaruhnya cukup kuat karena Larona adalah anak perusahaan dari perusahaan Nugro Grup punyanya Jodi Nugra. Lo tahu kan, Jodi Nurga."

Wren mengangguk dengan serius. Jodi Nugra adalah pengusaha Indonesia yang jumlah Michael Hartono, dan Chairul Tanjung sebagai orang terkaya di Indonesia. Nugro Grup bergerak di bidang properti, media, asuransi, dan paling terkenal adalah industri pengolahan makanan.

"Nah, istrinya Firgi ini adalah Tasya Parasmita Nugra. Lo tahu?"

Wren menggeleng.

Qis mendekati Wren dan memperlihatkan salah satu foto Tasya yang didapatnya dari sosial media. "Keliatan glamor, kan? Dia ini terkenal di sosmed gara-gara rajin banget bikin konten mewah yang isinya pergi liburan ke luar negeri atau makan makanan mewah atau pamer produk bermerek. Dia juga sering berinteraksi sama aktris dan penyanyi terkenal Indonesia karena pengaruhnya di bidang fashion dan modeling. Jadi cukup banyak orang lah ya, yang kenal dia."

Wren angguk-angguk. "Oke."

"Nah, dari kabar yang gue denger, ini rame banget di kalangan pengusaha, si Firgi ini dulunya pegawai Jodi Nugra. Terus, Tasya kepincut deh, sama dia, dan mereka nikah. Karena enggak mungkin dong, menantu pengusaha kaya raya di Indonesia kerja jadi pegawai biasa di perusahaan mertuanya sendiri, jadilah Jodi Nugra ngasih Firgi wewenang untuk menangani perusahaan iklan miliknya, yaitu Larona."

Saat Qis mengambil jeda, Wren memotong, "Bentar-bentar. Kenapa jadi bahas Firgi, Tasya, dan Jodi Nugra?"

Qis mengibaskan tangan, menahan Wren memotong ceritanya lebih jauh. "Ini berhubungan sama masalah Miya."

Wren mengernyit. "Oke," katanya. Dia lumayan ragu Qis hanya mendengar informasi ini dari gosip karena cerita pria itu terlalu detail. Pasti, Qis mencari tahu sendiri, khas kelakuan pria itu kalau sedang kepo. Namun, kalau Miya berurusan dengan perusahaan besar seperti ini, itu berarti skandal pelakor yang menimpanya berskalanya besar, kan? Wren kembali mendengarkan Qis, untuk tahu lebih jauh.

"Nah, Tasya ini dikenal posesif banget. Protektifnya bikin merinding, asli. Ngeri gue waktu baca berita gosip soal dia. Gue juga pernah ketemu dia dan yah, dia bener-bener like a princess. Dia bukan tipe cewek yang bakal gue maupun lo suka. Balik lagi ke Firgi. Dia ini dikenal mata keranjang. Tapi karena Tasya udah bucin banget, kayaknya dia cuekin fakta itu, deh. Beberapa tahun setelah menikah, si Firgi ini mulai berani terlibat cukup banyak skandal. Tapi, semua skandal tentang seberapa mata keranjang dia selalu berhasil ditampik dan nggak ada bukti gitu loh. Jadi ya, image-nya aman-aman aja di depan publik. Gue tebak sih, dia nikahin Tasya cuma karena harta aja. Kasihan. Padahal Tasya bucin sama dia. Sampai suatu hari, nih. Tasya tahu kalau Miya itu selingkuhan Firgi. Terus waktu Miya sama Firgi mau pergi ke hotel, eh ketahuan sama Tasya. Dia histeris dan nyerang Miya sampai babak belur, kalau dari videonya sih, keliatan gitu. Selain diserang, Miya juga dipecat dari perusahaan itu. Sat set!"

Qis menarik napas sejenak lalu memandang Wren dengan serius. "Sialnya, ada orang yang videoin adegan itu dan diposting di sosial media sampe videonya viral. Beuh! Rame banget. Jadi deh, berita kalau Miya itu pelakor tersebar. Sedenger gue dari Tante Karla, Miya nggak diterima di perusahaan mana pun lagi karena kasus itu. Kayaknya Tasya suruh semua perusahaan rekanannya untuk nggak menerima Miya bekerja di sana. Miya akhirnya ... kerja di sini."

Saat pandangan Qis kembali menatap Wren, wajah Wren memerah menahan geram. "Terus si cowok bajingan itu, gimana?" Suara Wren mengandung amarah. Qis melihat kedua tangan Wren mengepal murka.

"Ya dia ninggalin Miya dan lebih milih istrinya. Istrinya juga mau maafin Firgi dan mereka baikan. Di depan publik, mereka bikin citra kayak, kesempatan kedua adalah akhir bahagia buat mereka." Qis menghela napas. "Media sosial itu ngeri ya, Wren. Dan, yah, semua skandal itu berakhir buruk buat Miya. Dia jadi punya citra sebagai sekretaris yang nggak bener. Gue tebak sih, paling si Firgi itu nyari selingkuhan baru. Orang macam dia nggak akan kapok kalau cuma ketahuan sekali. Apalagi, istrinya udah bucin akut sama dia. Besar kepala deh, itu cowok."

"Bajingan!" umpat Wren sambil menggebrak meja.

Qis terlonjak dan waspada seketika. Pria itu melihat respon Wren berbeda dari biasanya. Emosi Wren terhadap Miya saat ini ... belum pernah pria itu tunjukkan kepada siapapun.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro