❄ 07

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Sepertinya yang tadi lebih baik nadanya, sayang."

Reina menghentikan permainan biolanya. Ia sedang mengetes kemampuannya dalam menciptakan lagu. Itulah yang dilakukan anak musik.

"Mama mengagetkanku." Kata Reina lalu meletakkan kembali posisi biola diantara pundak dan wajahnya, kembali menggesek senar biola dengan handal.

Barbara tersenyum anggun, "Mama hanya memberikan solusi. Pendengaran mama mengatakan bahwa yang sebelumnya terdengar lebih baik." Kata Barbara dengan lembut.

"Maksudnya seperti ini?" Tanya Reina lalu kembali memainkan biolanya. Barbara tersenyum senang, lalu mengangguk. Barbara mendudukkan dirinya diatas kursi depan piano.

"Mama sedang apa?" Tanya Reina yang menjauhkan biolanya dari pundaknya, meletakkan alat musik gesek itu diatas sofa kecil yang berhadapan dengan meja penuh dengan kertas partitur.

"Sedikit mengangkat memori mama dalam bermain piano." Kata Barbara lalu menekan tuts-tuts piano beberapa kali.

Reina tercengang, "Mama bisa bermain piano?"

"Kamu meragukan mama, sayang? Memangnya apa yang tidak bisa dilakukan oleh mama?" Tanya Barbara balik lalu menekan beberapa tuts dengan handal. Setidaknya, Reina tahu darimana bakat musiknya itu datang.

Reina mengalungkan lengannya keleher Barbara. "Aku sayang mama." Kata Reina tulus.

"Terimakasih sudah menjaga Ren dan Lina dengan baik. Terimakasih sudah mau mendengarkan Ren mengeluarkan seluruh gundahan kepada mama. Mama tidak pernah memukulku, memarahiku juga amat jarang. Mama adalah wanita yang terbaik. Mama itu rolemodel Ren sampai kapanpun." Kata Reina yang berkaca-kaca saat mengatakan hal tersebut. Lalu, gadis itu memberikan sebuah kecupan tulus penuh terimakasih dipipi kanan ibunya.

"Mama juga sayang kamu dan Lina. Lakukan apa yang membuat kalian senang, ya." Kata Barbara lalu mengajak Reina duduk disebelahnya.

Reina menatap penuh tanya kearah Barbara, "Bisa bermain piano kan? Kita main bersama ya." Ajak Barbara yang disanggupi oleh Reina.

Siang itu waktu Reina dihabiskan bersama sang Mama dengan tenang.

Setidaknya, Reina belum memikirkan Jeno disiang itu.

▪︎▪︎▪︎

Secangkir kopi dengan kepulan asap yang menandakan bahwa kopi tersebut masih panas menemani Jeno disiang hari. Entah apa yang merasuki dirinya untuk meminum kafein itu, padahal tadi pagi, zat tersebut sudah mengalir dalam dirinya.

"Aku perlu waktu sendiri. Aku duluan, Jeno."

Sederet kalimat itu terus menghantui pikirannya. Apakah Reina memiliki masalah hingga ia harus sendiri? Biasanya, gadis itu akan menceritakan masalahnya dan masalah itu akan berakhir dengan Jeno yang menyelesaikannya.

Jeno terlalu mengkhawatirkan gadis yang ia kenal sejak kecil. Gadis itu memang selalu mengatakan dirinya baik-baik saja, dan malah mengkhawatirkan yang lain. Tapi, Jeno juga tahu kalau gadis itu menangis dalam hatinya.

Jeno ingat awal pertemuan mereka. Bertemu enambelas tahun yang lalu, Jeno kecil yang berlarian kesana dan kemari dirumah barunya hingga sang ibu kelimpungan dibuatnya. Hari pertama itu sangatlah sibuk, sang ibu harus turun tangan dalam menata perabotan dirumah baru mereka. Namun, Jeno kecil juga perlu perhatian ekstra. Salah-salah, Jeno kecil bisa terluka.

"Astaga, Jeno... sudah berapa kali bunda katakan? Jangan lari-larian, nanti kalau Jeno kenapa-napa gimana?"

Jeno terkekeh geli saat mengingat bundanya itu mengomel disepanjang proses penataan perabot. Tapi, Jeno itu juga keras kepala. Mana peduli dengan perkataan bunda, ia berlarian kesana dan kemari dengan sebuah robot mainannya. Keluar masuk rumah baru itu tanpa peduli dengan dirinya yang bisa saja terjatuh karena kesenggol oleh orang dewasa yang sibuk dengan perabotan rumah.

"Mama, itu temen balu len?" (Re: mama, itu temen baru Ren?)

Jeno kecil terdiam dengan tangan yang terangkat tinggi-tinggi sebuah mobil mainan tersebut. Jeno kecil menatap sosok perempuan dengan sebuah boneka beruang didekapannya.

"Mungkin, sayang. Ayo kita sapa tetangga baru kita." Kata wanita yang sedaritadi mengandeng perempuan tersebut.

Jeno kecil mendekati mereka. "Pagi, tante. Mau jumpa dengan bunda ya?" Tanya Jeno kecil dengan nada khas anak-anak.

"Anak tampan. Bundanya ada didalam ya?" Tanya wanita tersebut dengan tutur kata yang lembut. Jeno kecil mengangguk lalu berlari masuk kedalam rumah untuk memanggil bundanya.

"Bundaaaaa... ada tamu." Teriakan Jeno kecil mampu membuat seluruh makhluk yang bernapas didalam sana memberikan atensinya pada Jeno kecil.

"Siapa, Jeno?" Tanya sosok wanita yang keluar dari bilik dapur dengan sepasang sarung tangan yang membungkus tangannya.

"Pagi. Aku dari rumah didepanmu. Kudengar ada yang pindah kemari. Kamu bisa memanggilku Barbara." Kata wanita yang masih berdiri diambang pagar rumah Jeno.

"Nyonya Barbara, senang bertemu denganmu. Kamu juga bisa memanggilku Mina." Balas Bundanya Jeno tersebut.

"Jangan memanggilku Nyonya. Panggil saja Barbara. Kulihat kita sebaya."

Mina tersenyum membalas perkataan Barbara. "Ini anakmu? Manisnya..." kata Mina sambil melihat anak perempuan yang masih digandeng Barbara.

Barbara terkekeh, "Ya. Dia anakku yang pertama. Yang satu masih didalam perutku." Kata Barbara.

"Pagi tante. Aku Leina. Anaknya mama Balbala." (Re: Pagi tante. Aku Reina. Anaknya Mama Barbara).

"Wah... selamat, Barbara. Reina, kamu manis. Ini anaknya tante Mina, namanya Jeno Lee." Kata Mina dengan senyum sambil mengambil tangan Jeno untuk mendekat kearah mereka.

Mina menoleh kedalam saat ada yang berteriak. "Astaga... itu pasti suamiku. Maaf aku harus meninggalkan kalian sebentar. Aku ada urusan." Kata Mina yang sedikit terburu-buru.

"Aku bisa membantumu kalau kamu mau, Mina." Tawar Barbara yang dibalas dengan gelengan Mina.

"Kasihan janinmu. Jeno, sudah bunda katakan jangan berlarian. Nanti kamu jatuh." Titah Mina yang pusing dibuat oleh tingkah Jeno kecil.

"Jeno bisa kerumahku selagi kamu membersihkan rumah ini. Debu disini tidak sehat untuk anak anak seperti Jeno. Lagipula, ada Reina yang bisa berteman dengannya." Barbara berkata dengan nada serius. Mina mengulum bibirnya.

"Apa tidak apa-apa? Jeno sedikit bandel. Tidak bisa duduk dengan jangka waktu yang lama." Kata Mina. Barbara menggeleng.

"Jeno, ikut tante kerumah tante. Tante tadi buat puding coklat. Kamu suka?" Tanya Barbara yang sedikit mensejajarkan dirinya dengan tubuh Jeno kecil. Jeno kecil mengangguk dan mau-mau saja saat dirinya digandeng oleh Barbara.

"Jangan nakal-nakal disana, Jeno."

Jeno tersenyum saat memikirkan awal pertemuan itu. Jeno kecil dengan Reina kecil tidak begitu banyak bicara. Tapi, mereka menurut saat Bunda Mina ataupun Mama Barbara meminta mereka untuk bermain.

'Aku mau berteman dengan Leina. Tapi, kenapa sulit untuk bicara dengannya?'
- Jeno (4 tahun)

▪︎▪︎▪︎

Sweetest Problem
Chapter 07 | Done

▪︎▪︎▪︎

Haiii, bagaimana kabarnya?

Sehat selalu kan?

Tetap ceria, sehat, perbanyak minum air.

See ya ^^

︎▪︎▪︎▪︎

To Be Continue

︎▪︎▪︎▪︎

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro