❄ 09

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Mau kemana lagi?" Tanya Mark dengan tatapan lembut yang dilemparkan kepada Yena. Gadis itu tengah memakan sepotong brownies, tentu saja dipaksa oleh Mark.


"Sini aja. Aku mau ngerjain tugas Bu Kim." Kata Yena lalu mengeluarkan binder warna ungu dengan sebuah kalimat yang sedikit membuat Mark tertegun.

Mark meraih binder tersebut, "Masih menyimpannya?" Tanya Mark tak percaya. Yena tersenyum tipis.

"Tak baik membuang pemberian orang lain. Apalagi dekat."

Mark tak menampik, ia merasakan kelegaan di hatinya. Ia mengembalikan binder ungu tersebut, lalu mengambil binder berwarna putih polos yang dihias dengan kalimat yang sama dengan binder milik Yena.

"Kamu juga sama. Masih menyimpannya?" Tanya Yena dengan kekehan geli. 

"Tak baik membuang pemberian orang lain. Apalagi dekat." Ucap Mark yang menyalin perkataan Yena dengan sempurna.

Mengundang gelak tawa diantara mereka.

"Sudah. Aku mau ngerjain tugas." Kata Yena dan mulai mengerjakan tugas dengan serius. Sama halnya dengan Mark, walaupun, ia menatap Yena dengan lengan yang menopang wajahnya serius. Mengabaikan tugas Bu Kim yang akan dikumpulkan besok.

Tak apa, toh sudah siap.

"Mark,"

"Hm?"

"Aku tak mengerti yang ini. Ajarin." Kata Yena yang membuat Mark sedikit merasa bahagia.

Mark mengambil binder warna ungu tersebut dan pen yang ada ditangan Yena.

"Begini. Dengarkan baik-baik ya."

'I'm so stupid to leave you alone at that time. I'm so sorry. And, I won't leave you now and forever.'
-Mark

▪︎▪︎▪︎

"Terimakasih sudah mengantarku pulang, Mark." Kata Yena dengan senyum tulus didepan gerbang rumah yang terlihat mewah nan megah.

Mark tersenyum diatas jok motornya, "Sama-sama. Cepat masuk, bersihkan diri dan segera tidur. Hari esok menunggumu." Kata Mark dengan lembut.

"Tidak mau mampir?"

Mark menggeleng, "Tidak usah. Paman pasti masih membenciku." Kata Mark dengan lirih. Yena menggigit bibir bawahnya, sedikitnya ia merasa bersalah.

"Kamu tidak apa-apa? Papa sudah tidak marah." Tutur Yena yang membuat Mark tersenyum tipis.

"Tidak apa-apa. Sudah ... kamu masuk saja. Aku akan pulang setelah kamu masuk." Kata Mark yang disanggupi oleh Yena.

"Terimakasih, sudah mengajakku jalan-jalan." Kata Yena dengan tulus, lalu segera masuk kedalam rumah tersebut.

"Anything for you, sweety pie." Kata Mark dengan pelan sambil menatap rumah tersebut dengan tatapan yang sulit diartikan, sebelum meninggalkan kawasan rumah megah itu.

Yena mengecek ponselnya, sudah tidak ada pesan dari Jeno. Terakhir disaat jam sebelas itu.

Sedang apa Jeno?

Apa sedang bersama Reina?

Bermain dengan Reina?

Keluar jalan-jalan dengan Reina?

Apa ... makan bersama dengan Reina?

Katakan saja, Yena hampir mendekati kebutaan cinta. Ia akui, ia yang pertama kali mendekati Jeno di saat pria itu seorang diri duduk dekat dengan stan makanan saat bazaar setahun silam.

Mengajak Jeno berkenalan, dan berbincang tentang hal apapun juga. Sebelum Reina datang, dan ia tahu bahwa Jeno memusatkan perhatiannya secara menyeluruh hanya untuk Reina.

Yena akui ia senang berada didekat Jeno. Jeno itu sosok yang baik, ia tidak berkata yang tidak-tidak terhadap Yena seperti yang lainnya.

Tapi, Jeno itu susah didekati. Disitu ada Jeno, maka disitu ada Reina. Kemana-mana selalu mereka berdua.

Gosip kampus yang mengatakan bahwa, Jeno dan Reina itu berpacaran juga sudah masuk ketelinganya. Disaat itulah juga Yena bisa mendengar suara pecah dihatinya.

"Kami hanya berteman. Kenapa?"

Satu kalimat yang membuat Yena kembali bangkit untuk memperjuangkan Jeno. Kalimat yang dilontarkan Reina saat mereka tidak sengaja bertemu didekat lapangan basket. Kala itu, Reina tengah menemani Jeno yang mengasah kemampuannya dibidang olahraga. Layaknya pacar, Reina membawa botol minum dan handuk untuk Jeno.

Yena yang sekedar lewat, langsung mendekati Reina yang tengah menonton Jeno dkk dilapangan.

Yena akui, ia suka dengan kepribadian Reina yang tenang, dan tetap menyenangkan untuk diajak berbicara. Berbeda dengannya, yang terkenal dengan sikap mudah diajak bergaul. Maksudnya, Reina juga mudah diajak berbicara. Hanya saja, ada rasa segan yang selalu terselip setiap berbicara dengan Reina.

Sedikit berbasa basi sebelum menuju point utama adalah hal yang biasa untuk dilakukan. Yena mulai bertanya tentang hubungan Reina dengan lelaki pujaannya, dan ia merasa luar biasa leganya saat mendengar klarifikasi tersebut.

"Kenapa kamu tak membantah hal tersebut?"

"Buat apa membantah, kalau mereka akan tetap kukuh pada pandangan mereka? Biarkan saja. Sebentar lagi juga berita tersebut akan surut."

Yena semakin gencar mendekati Jeno. Selalu berlalu lalang difakultas kesenian, membiarkan berita bahwa anak tunggal donatur terbesar sedang bersama Lee Jeno. Yena senang. Tentu saja.

Dan ia semakin senang saat Jeno membawanya dicafe seberang kampus.

"It's too fast. Do you want be my girlfriend?"

Perasaan bahagia menjalar ditubuh Yena. Rasanya tidak ada lagi peristiwa yang sempurna daripada ini.

Dengan secepat mungkin Yena mengangguk, membawa sebuah senyum diwajah Jeno.

Sebuah peristiwa yang terasa menyenangkan saat itu. Namun, entah mengapa, sekarang gadis itu merasa sesuatu yang ganjal dengan dirinya.

Enggak ....

Jeno tak menjauh. Setiap Yena meminta Jeno untuk datang, lelaki itu segera datang dihadapannya.

Yena senang. Tapi, hatinya merasakan sesuatu yang hambar.

Apakah ... pilihannya salah?

▪︎▪︎▪︎

Sweetest Problem
Chapter 09 | Done

︎▪︎▪︎▪︎

Yessss, double up.

Take care of health, don forget to drink.

See ya ^^

︎▪︎▪︎▪︎

To Be Continue

︎▪︎▪︎▪︎

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro