Bab 28

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hubungan toksik! Seperti itu Liliana mendefinisikan perkawinanya dengan Samuel. Namun, Liliana tidak munafik, meski kini dia membenci suaminya, dia juga menikmati saat Samuel mencumbunya dengan ganas. Seperti saat ini. Liliana larut dalam sensasi luar biasa, perih bercampur nikmat. Andai tidak ada aksi seks ramai-ramai, mungkin Liliana berusaha bertahan.

"Saaam," rengek Liliana sembari menjambak rambut suaminya. Bustier mengumpul di pinggang ramping, memudahkan bibir Samuel menstimulasi area dadanya, menjilat teramat lihai, mengisap rakus, meninggalkan jejak kebiruan bekas gigitan di sekitar areola. Kewanitaan Liliana banjir maksimal, organ intimnya berkedut mendamba, pinggulnya meliuk, menggeliat seirama tusukan kasar dua jari Samuel di bawah sana.

"Aaah!" Liliana memekik, dia bahkan bisa orgasme tanpa penetrasi.

Liliana menyentak kuat lengan terborgol, mendesis saat pagutan Samuel terlepas dari puting. Liliana mengedip nakal, lantas mendorong tubuh Samuel rebah di atas ranjang. Laki-laki itu menyeringai saat wanitanya menarik boxer, membebaskan organ seksual Samuel yang menjulang kukuh.

"Wanna try other stuff?" Liliana berbinar saat merogoh sesuatu di bawah ranjang. Mata Samuel melotot saat melihat benda berwarna pink yang melingkar di telunjuk Liliana, cincin raksasa berbahan silikon.

"Li, aaargh!" Samuel menggeram sembari menengadah, memejam menikmati pijatan lembut diikuti isapan saat kejantanannya diselimuti lapisan bibir tipis istrinya. "Thi-this is fuck-ing awesome, Baby." Samuel mengerang, meracau. Pinggul laki-laki itu ikut turun naik seirama dengan jilatan Liliana, memutari organ seksual. Samuel terbuai, percintaan kali ini terasa berbeda, Liliana memanjakan dengan sentuhan, melarikan jari jemari di paha kekar Samuel. Dia tidak menyadari, jika Liliana sudah memasang ring vibrator di pangkal organ intimnya.

Jejak basah memenuhi tungkai kukuh, menghantarkan aliran listrik, berdenyut di setiap titik. Samuel mengejang sembari mengerang, mencoba bangkit menumpu dengan lengan. Sesekali tangan Liliana menyentak, collar ring di lehernya ikut tertarik. Samuel menarik rantai, tubuh Liliana terjungkal menimpanya. Dia memutar istrinya, merentangkan paha Liliana selebar-lebarnya.

"Ughhh!" Liliana melenguh, Samuel meraup rakus liang hangatnya, mencerup. Pinggul Liliana bergerak resah, turun naik seiring jilatan dan tusukan lidah Samel. Liliana tidak tinggal diam, jemari mungilnya menggenggam kejantanan, menjilat senti demi senti, melahap hingga tenggelam di balik lipatan bibir.

"Oh, Saaam!" Liliana berteriak, tungkainya bergetar hebat, kewanitaan Liliana berdenyut, menjepit kepala Samuel yang tidak berhenti menstimuslasi, sensasi melenakan mengalir mendistraksi nalar. Gelenyar kenikmatan perlahan mengumpul, mengerucut di satu titik, lantas menghempas Liliana berkeping-keping.

"Shit!" Samuel menampar bokong Liliana, pedih tetapi nikmat sekaligus.

Liliana menggelepar, Samuel tidak membiarkan Liliana menikmati orgasme, dia mencerup cairan cinta istrinya bersama gigitan di klitoris. Liliana menjerit, menyentak tangan, kepala Samuel terbenam kuat di liang senggama. Dia mendorong bokong Liliana, jejak lembab menyapu permukaan tubuh, dada hingga perutnya basah. Samuel mengangkat tubuh Liliana dengan mudah, organ seksual bertemu, merayu, kejantanan tenggelam sekali hentak, disambut jepitan area intim istrinya.

"Damn, Liliana!" Samuel bangkit, memeluk dari belakang, memilin puncak dada merah muda, menggesek puting runcing.

"Oh, my!" Liliana kembali menjerit, mengacak rambut lantas menyeka peluh bercucuran. Cock ring di pangkal paha Samuel bekerja sama dengam hunjaman laki-laki itu, menggetarkan liang senggama Liliana. Penyejuk ruangan seolah tidak berfungsi, yang ada hanyalah panas, membakar, membara.

Pinggul Liliana bergerak liar, berkelindan dengan sodokan kasar Samuel. Punggung Liliana perih, laki-laki itu menggigit setiap jengkal tubuh telanjangnya. Namun semuanya terbayar, kalah oleh lecutan birahi.

Dinding kamar menggemakan teriakan, jeritan, desahan, serta lenguhan keduanya. Suara pertemuan organ seksual menambah sensasi sensual. Decapan demi decapan, hunjaman demi hunjaman. Semakin cepat, semakin kuat, semakin ganas. Samuel dan Liliana berpacu, berlomba-lomba meraih puncak hingga akhirnya sama-sama berteriak, melolong, melepaskan cairan kepuasan.

***

Pukul dua dini hari, Liliana terbangun. Mereka tergeletak mengenaskan di lantai. Entah berapa kali mereka melakukan dengan gaya yang berbeda, sampai tertidur entah karena kehabisan tenaga atau pengaruh alkohol. Liliana beringsut pelan, meraba kunci borgol di laci nakas. Dia melepaskan ikatan di tangannya, Liliana menyeringai, tersenyum licik, memasang borgol di kaki ranjang. Liliana menyentuh pipi suaminya, tidak bergerak! Dia menendang pelan paha Samuel, laki-laki itu sama sekali tidak bereaksi. Liliana tertawa tanpa suara, Siti melakukan tugasnya dengan baik, gelas terakhir Samuel bukan lagi obat perangsang, tetapi obat tidur.

Liliana bangkit, beringsut menarik apa saja dari lemari, tergesa menutupi tubuh telanjang. Langkahnya tertatih menuruni undakan, tubuh Liliana terasa remuk, pegal dari kepala sampai kaki, gemetaran sampai harus memegang birai tangga. Ruangan tengah tidak sepenuhnya gelap, beberapa lilin terpasang di setiap sudut ruangan. Liliana menyeret langkah, terpincang-pincang hingga menemukan ruangan paling ujung. Liliana masuk lantas menghidupkan ponsel.

"Di mana kira-kira Samuel menyimpan benda berharganya?" Liliana bergumam sendiri. Sembari meringis, pandangannya berotasi. Mata sipitnya mengindera setiap detail ruangan. Jemari mungil Liliana meraba dinding, meniti setiap inci. Memeriksa setiap lekukan, mengecek semua profil yang mencuat indah.

Ah! Liliana mendesah putus asa, brankas di belakang kursi Samuel hanya berisi beberapa batang emas dan lima ikat pecahan seratusan ribu. Sembari mengembuskan napas, Liliana mengenyakkan bokong. Menyandarkan kepala pada kursi Samuel yang besar dan empuk.

"Sial!" Liliana mengumpat, dia membuka semua laci, nihil! Hanya selebaran, brosur dan profil perusahaan. Dia meraba meja, atas bawah bahkan menunduk, merangkak mengelusi kaki meja.

Duk! Kepalanya terantuk sesuatu di kolong meja, kemudian diikuti suara benda bergeser. Pekikan Liliana dibungkam bekapan sendiri. Dia menangkup bibir dengan kedua tangan. Mata Liliana memelotot. Ubin di bawah kakinya bergerak ke samping, membuka perlahan.

Jari Liliana bergetar, meraih bundel dokumen yang dia cari. Logo burung garuda dan Kementrian PUPR tersemat pada lembaran pertama. Liliana mencelus saat membaca kewajiban pihak kedua, dicetak tebal pada halaman selanjutnya.

"Suplai 11.5 Ton Besi Beton Ulir Diameter 10, 16, 20, 32 mm"

"Gotcha! Ketemu." Liliana tersenyum lebar dengan mata berbinar. Dia membuka aplikasi pada ponsel, mencari nama Benedict lantas mengirim pesan.

[Liliana 03.05: Jemput aku. Aku nunggu di lorong sebelah.]

Liliana tidak tahu Leander butuh dokumen apa, tidak lupa dia mengambil beberapa ikat rupiah, mendekapnya bersama bundel di dada lantas berlari keluar sembari menahan perih di selangkangan. Liliana ke dapur, lalu lurus ke belakang menuju kamar Siti, kemudian mengetuknya pelan. Masih menguap, wanita itu menjawab lirih.

"Ya, Bu."

"Mana tas saya?" Liliana celingkukan, lalu masuk ke kamar. Siti bergerak laiknya hidup dan mati, dia teramat mengantuk. Sepeti halnya Liliana, Siti pun baru tidur sekitar tiga puluh menitan. Siti setengah memejam, tetapi tidak dengan Liliana. Majikannya itu ibaratnya baterai yang full charge. Stamina yang luar biasa.

"Ini, Bu." Siti mengulur tote bag, Liliana memasukkan dokumen-dokumen tersebut ke dalam tas. Liliana menyerahkan seikat ratusan ribu pada Siti.

"Tinggalkan rumah ini, kalau kamu masih sayang nyawa, Siti." Liliana meremas bahu Siti. Wanita itu melongo beberapa saat menatap lembaran merah bergambar mantan Presiden Republik Indonesia. Dia menatap majikannya penuh tanda tanya, ada rasa tidak tega meninggalkan Liliana sendirian.

"Ibu mau ke mana? Saya ikut Ibu saja."

Liliana menggeleng, "Saya belum ada tujuan, Siti. Kamu jaga diri, ya. Saya pergi dulu." Liliana berderap menjauh, keluar rumah lewat pintu dapur, mengendap-endap membuka pagar belakang lantas menutupnya kembali. Liliana tidak tahu, bahkan tidak sanggup membayangkan neraka seperti apa yang terjadi di rumahnya ketika Samuel bangun nanti.

***

Yang baca banyak, yang vote komen kok sepi. 😔

Gimana kesan sexy readers tentang novel ini? Komen yang banyak yuk.

Love,
💋 Bella - WidiSyah 💋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro