Bab 42

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jantung Benedict seperti akan meloncat keluar, dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Namun, Mbok Pur tidak mungkin mengerjainya seperti ini ini, apa lagi telinga Benedict sempat mendengar keributan di seberang panggilan. Sepertinya petugas keamanan yang berjaga di rumah Samuel berusaha menghubungi polisi. Benedict bangkit dari duduknya lalu berjalan ke arah dinding kaca di belakang meja kerja Gilbert.

"Mbok Pur tenang dulu, mana Ibu? Biar saya bicara sama beliau."

[Ibu kabur pakai mobil Bapak. Aduh, Pak Ben, matur nuwun, tolong cari Ibu LIliana. Jangan sampai beliau bikin macam-macam di luar sana.]

"Iya, Mbok, pasti saya bantu, tapi apa Ibu bawa hpnya?" tanya Benedict. Satu-satunya jalan menemukan Liliana dengan melacak ponselnya. Benedict bisa meminta tolong kenalannya di divisi siber.

[Sepertinya bawa ponsel Bapak.]

"Ya sudah, Mbok Pur tenang saja di situ, biar saya telepon polisi. Saya tutup ya."

Benedict berjalan mondar-mandir sambil mengacak rambut, Gilbert yang sedari tadi memperhatikan putranya ikut berdiri lalu menghampiri Benedict.

"Samuel kenapa, Ben? Papa punya nomor hpnya kalau kamu perlu."

"Tolong kirim nomornya ke WhatsApp Ben, Pa. Ben harus mencari Liliana." Benedict berderap menuju pintu. "Maafin, Ben, Pa. Sepertinya enggak bisa nganterin Papa pulang."

"Papa bisa pulang sendiri," sahut Gilbert cepat, laki-laki itu ikut berderap mengikuti Benedict. Jemari sepuh Gilbert menggenggam pegangan pintu, menghalangi akses Benedict. "Tapi jawab dulu, ada apa dengan Liliana? Ada apa dengan Samuel?"

"Samuel ditembak, Liliana yang menembaknya. Ben enggak punya waktu buat cerita. Habis ngurus ini, Ben ketemu Papa." Benedict melepas cengkeraman tangan Gilbert lalu membawanya ke samping tubuh laki-laki itu. "Benedict jalan dulu, Pa."

***

Sementara di tempat berbeda, di dalam mobil Samuel, Liliana merenung. Sekarang apa yang harus dilakukan? Bagaimana cara membebaskan diri dari ancaman hukuman? Kenapa tidak sekalian saja dia bunuh asisten rumah tangga dan satpam? Ke mana dia harus pergi?

Pertanyaan-pertanyaan itu berputar dalam otak Liliana. Malam telah larut. Meskipun demikian jalan raya tidak sunyi, justru ramai dan terang. Hanya saja hati Liliana gamang. Dia bingung harus melakukan apa. Liliana menyopir tanpa arah. Ketika dilihatnya indikator bahan bakar menunjukkan sisa bensin yang tinggal sedikit, Liliana masuk ke sebuah pom bensin milik Shell.

Sial, Liliana tidak menggunakan alas kaki. Darah Samuel terasa lengket di kakinya.

Setelah membayar bahan bakar dengan e-money milik Samuel, Liliana pergi ke toilet untuk mencuci kaki. Bersama air yang membasuh, darah Samuel larut, masuk ke saluran pembuangan. Liliana berharap nyawa Samuel tak dapat diselamatkan. Penjara menunggu Liliana di depan mata. Tetapi penjara tetap lebih baik ketimbang hidup bersama iblis yang bagaikan mengisap dirinya hingga tak bersisa.

Liliana melanjutkan perjalanan. Dia melewati sebuah pos polisi. Sempat terbersit di benaknya untuk menyerahkan diri. Namun kalau bisa kabur, kenapa harus menyerahkan diri? Ya, begitu lebih baik. Biar saja Liliana menghukum dirinya dengan caranya sendiri.

Pintu Tol Cinere – Jagorawi, Liliana membaca papan petunjuk. Sudah sejauh itu rupanya Liliana berkendara. Sekarang dia di persimpangan. Melanjutkan perjalanan ke luar kota atau putar balik?

Liliana memutuskan untuk melanjutkan perjalanan meskipun dia tidak tahu hendak ke mana. Sekarang masih tengah malam. Liliana tidak mau merepotkan Joy atau Benedict. Keluarga besarnya pun tidak dapat diandalkan untuk menolong, apa lagi menyembunyikannya. Tak dapat dimungkiri semua ucapan Samuel tentang keluarganya benar semuanya. Sakit memang, tetapi itulah kenyataannya. Meski anak kandung satu-satunya, keberadaannya sama sekali tidak diharapkan.

Mobil Samuel akhirnya memasuki kawasan Depok. Liliana menepikannya di pinggir jalan yang sepi. Yah, dia akan tidur di sini. setelah memastikan pintu mobilnya terkunci, Liliana menurunkan sedikit kaca di sampingnya agar sirkulasi udara tetap terjaga. Semilir angin malam menyapu lembut puncak kepalanya. Liliana merendahkan sandaran kursi, lalu memejamkan mata. Ajaib, kesadarannya terenggut jauh lebih cepat dari perkiraannya. Liliana tertidur pulas, bahan lebih lelap saat dia masih berada di ranjang empuknya.

Liliana mengerjap-ngerjapkan mata. Cahaya matahari masuk dari celah jendela mobil. Ketika dia duduk, pantulan wajahnya terlihat di cermin persegi panjang. Liliana tampak berantakan. Sorot matanya ketakutan dan bingung, sebab memang itulah yang dia rasakan sekarang.

Dingin. Liliana memeluk dirinya sendiri. Aneh bukan, kenapa suhu di sekitar mendadak jatuh padahal matahari bersinar hangat. Lapar dan haus. Liliana melihat ke sekeliling, memeriksa di manakah dirinya berada.

Warung tenda bubur ayam di depannya tengah bersiap-siap buka. Pemiliknya tengah memasang kain terpal, mengaitkan tali tambang ke paku yang menancap di tanah. Liliana nekat menghampiri warung tenda tersebut.

"Makan sini atau bungkus?" Penjual bubur ayam itu senang mendapatkan penglaris.

"Bungkus."

Mamang pedagang mengambil kotak styrofoam, mengisikan bubur yang beraroma gurih daun salam, pandan, dan jahe. Liliana menahan liurnya agar tidak menetes. Kelezatan bubur semakin lengkap ketika kuah kuning menyiramnya. Duhujani suwiran ayam, cakwe, daun bawang, dan kacang kedelai, bubur ayam ini sempurna.

Liliana menerima dengan tangan bergetar. Dia tidak punya uang cash. E-money milik Samuel menyisakan banyak sekali. Selain itu saldo tabungan suaminya juga masih ada ratusan juta. Liliana mengecek melalui e-banking.

"Nggak punya uang?" tanya mamang pedagang.

"Bisanya bayar pakai uang di sini," kata Liliana sembari menunjukkan ponsel Samuel.

Mamang pedagang melihat kaki telanjang Liliana dan rambutnya yang acak-acakan. Dia mendadak iba.

"Udah, bawa aja."

"Boleh, Bang?"

"Iya." Mamang pedagang tidak yakin makhluk di hadapannya ini manusia sungguhan. Hantu zaman sekarang muncul tidak kenal waktu. Mau pagi atau malam, suka-sukanya saja.

"Terima kasih." Liliana cepat-cepat berlari kembali ke mobil. Kakinya menginjak permukaan kerikil yang tajam. Kulitnya memang tipis sehingga gampang terluka. Namun Liliana masih dapat mengabaikan luka kecil itu.

Bubur ayam khas Cirebon yang lezat menghangatkan lambung Liliana. Dia punya tenaga lagi sekarang. Sayangnya suasana hati Liliana tetap tidak baik. Dia mendadak sedih. Liliana menangis di atas kemudi.

Ponsel Samuel berbunyi. Benedict meneleponnya.

"Iya, Ben," kata Liliana dengan suara serak.

[Kamu di mana? Asisten rumah tangga kamu meneleponku. Kamu menembak Samuel?]

"Iya. Aku mau dia mati."

[Kamu sekarang di mana?]

"Selamat tinggal, Ben." Liliana menolak memberi tahukan keberadaannya. Cukuplah menyusahkan orang-orang di sekitarnya. Joy terluka karena dia. Liliana tidak mau Benedict mengalami hal yang sama.

Saat matahari kian tinggi dan orang-orang semakin ramai berlalu lalang, Liliana memutuskan untuk pergi ke pusat perbelanjaan besar yang sejak tadi seakan memanggilnya untuk singgah. Satpam yang melihat Liliana tidak menggunakan alas kaki, mengusirnya. Tidak mengizinkannya masuk.

Namun tekad Liliana sudah bulat. Dia harus menyelesaikan urusannya. Maka, Liliana melajukan mobil ke basement. Dari sana dia mencari tangga darurat. Liliana berjalan menaiki anak tangganya, terus sampai ke puncak.

Angin lebih kencang di atas. Tidak ada siapa-siapa di puncak gedung. Liliana melangkah ke pinggir,.menatap ke bawah. Jika dia lompat, maka tubuh kurusnya akan hancur dan kendaraan yang berlalu lalang di bawah mungkin melindasnya.

Selamat tinggal dunia, selamat tinggal segalanya. Liliana memejamkan mata, bersiap terjun.

***

Woah, gimana nasib Liliana? Kalau mau baca cepat lanjutannya, silakan mampir ke Karyakarsa Belladonnatossici. Sudah tamat di sana.

Oh ya, bagi Sexy Readers yang pengen belajar nulis dan dibimbing dari nol, ayo join pelatihan kepenulisan bersama Gorgeous Media. Semua peserta bakal dapat materi dan gratis konsultasi naskah. Bahkan bisa langsung terbit loh.


Tunggu apa lagi? Buruan daftar. Peserta terbatas untuk 20 orang saja!



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro