Kesatria Gagal

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



Sorak para penonton mulai menggema di sekeliling arena pertarungan yang melingkar itu bagai kepompong sempurna. Pertarungan antar kesatria di depan sana dapat memikat perhatian penonton hingga jumlah yang dapat dikatakan luar biasa.

Suara aduan pedang yang saling berbenturan itu sangat cepat bagaikan kilat putih. Petarung kali ini adalah seorang perempuan berambut putih dengan matanya yang biru. Ia menggengam sebuah Rappier yang cukup runcing.

Dan di sudut yang berlawanan adalah seorang lelaki berambut hitam yang membawa sebuah pedang di tangan kanan dan perisai yang kokoh di tangan kirinya. Namun dengan zirah yang hampir menutupi seluruh tubuhnya, pergerakan yang ia lancarkan menjadi terbatas.

Perempuan berambut putih itu menari-nari di atas arena dengan anggun. Melesatkan setiap serangan dan hantaman dengan cepat. Kesatria berzirah lengkap itu hanya bisa mundur dengan pasrah karena perlengkapan yang dipakainya membuat tubuhnya berat seakan ditarik gravitasi bumi.

Sesekali kesatria  itu menghunuskan pedangnya, namun nyatanya meleset semua. Perempuan berambut putih itu melompat seperti kelinci lincah sambil memainkan pedang Rappiernya, menerjangnya bagai elang pemburu.

Lagi-lagi kesatria berzirah lengkap terdorong mundur secara paksa. Ia mulai kelelahan, dapat dilihat ketika ia tertunduk sambil mengeluarkan napas yang berat. Perempuan berambut putih itu kini menghunuskan senjatanya tepat ke leher sang kesatria.

Tanpa di beritahu ia pun  melepaskan atribut tempurnya dan sekali lagi suara penonton menggema hampir ke seluruh penjuru kerajaan.

Pertandingan ini di lakukan oleh dua orang tidak lebih dan harus menyandang pedang sebagai  Kesatria ataupun Kesatria Sihir.

Setelah pertandingan ini masih banyak kesatria yang akan berpartisipasi dalam festival ini. Festival Kesatria Sihir, festival yang selalu diadakan untuk menentukan calon Kesatria Legion selanjutnya.

"Hmmm... sepertinya kali ini giliranku."

Aku pun mulai mulai maju ke dalam arena pertarungan itu. Tersenyum kecil seperti akan menggenggam sebuah kemenangan.

Akhirnya aku telah berada di atas arena pertarungan ini. Sebilah pedang berwarna putih bukan perak tergantung di paha kiriku. Saat kuentakkan kakiku saja, sorak tawa menghujaniku dari berbagai penonton.

"Hahaha ... lihat, dia mengikuti pertandingan ini lagi"

"Woyy... sebaiknya kau mundur atau tidak kau akan di tendang keluar arena, ahahaha"

"Hahaha... Kesatria Gagal, ingat julukanmu. Sudah pasti kau akan langsung kalah."

Suara itu bagai bisikan di dalam telingaku. Aku hanya dapat tersenyum geli mendengarnya. Kini aku pun melangkah maju mendekati arena dalam.

Lawanku kali ini adalah seorang lelaki berjanggut dengan aksen seperti orang mabuk. Ia menggenggam sebuah kampak dengan lengan kanannya. Tubuhnya yang begitu besar membuat diriku seperti seorang anak kecil.

"Anu... bisakah kau bermain pelan dengan ku?"

Dengan perlahan aku pun mulai menyatukan kedua tanganku seperti sedang memohon agar sedikit di ringankan. Tetapi -

"Hahaha... ada apa pria kecil? Apakah kau takut dengan paman ini"

"Jangan seperti itu, paman ini baik kok tapi—"

Tiba-tiba bunyi gong tanda dimulainya pertarungan terdengar. Sebelum menyelesaikan perkatannya, ia langsung menerjang diriku tepat di hadapannya dengan ganas seperti seekor monster yang kelaparan.

Aku tersenyum geli, pasti para penonton akan keheranan dengan hal ini. Dalam beberapa detik itu, ia pun langsung mengambang hebat lalu terlempar keluar arena dengan keras.

"Hmmmp ... " aku hanya tersenyum seperti malaikat kematian.

Para penonton terkejut dengan kejadian itu, mulut mereka menganga seperti pintu terbuka. Bahkan untuk seorang Raja yang ikut menonton pertandingan itu terhenyak bisu seperti ada yang menutup mulutnya.

Lalu beberapa detik kemudian, suara yang terdengar bukan hinaan, tawaan ataupun pelecehan, melainkan teriakan antusias dari para penonton. Suara tepuk tangan kali ini yang memenuhi arena pertandingan itu.

Tetapi, walaupun aku mendapat sorakan kemenangan, wajahku tertunduk ke bawah, mulut terkunci tanpa suara. Suara bisik-bisik mulai sedikit terdengar dari arah penonton, sepertinya mereka penasaran dengan raut wajahku kali ini.

Kemudian, aku pun pergi keluar arena sambil berkata dengan lantang.

"Aku menyerah!!"

Sepertinya kejutanku berhasil juga.  Aku pun mulai menghentakkan kaki dan kini aku pun keluar dari arena dengan langkah ringan sambil memasukan pedangku kembali.

"Sepertinya aku tidak cocok menjadi anggota Kesatria Legion," gumamku.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro