Bagian 2B

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Muhammad Azri Rafardhan, tetangga baru di sebelah rumah Kaila itu nampak tengah membaca buku di teras rumahnya. Laki-laki berusia 24 tahun itu pindah bersama orang tuanya sebulan yang lalu, tapi meskipun begitu dia maupun Kaila tidak pernah bertemu sama sekali. Azri hanya mengenal Firman dan orang tuanya.

Sebuah pemandang di depan rumah Kaila mengganggu konsentrasinya, seseorang dengan topi hitam dan jas warna oranye berhenti didepan rumah Kaila sembari melihat ke kiri kanan. Azri mulai mendekati pria itu.

"Assalamualaikum, pak?" tanya Azri dari halaman rumahnya yang hanya berbatas pagar besi dengan rumah Kaila, pagar besi itupun tidak terlalu tinggi jadi memungkinkan untuk saling melihat maupun berkomunikasi.

"Waalaikumussalam, Nak," jawab pria itu yang kira-kira berumur tiga puluhan.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

"Ini, Nak. Saya mau anter barang tapi rumahnya sepi. Kamu tau orangnya dimana?"

"Oh keluarga pak Anhar, pak?" tanya Azri lagi

"aduh saya kurang tau, pak. Soalnya tadi pagi saya lihat Pak Anhar sama istri nya rapi gitu pakai pakaian couple bawa kado juga mungkin ada acara" jelas Azri.

"Pulangnya kira-kira kapan ya, Nak?"

"Kurang tau, pak. Ada yang bisa saya bantu?" tawar Azri

"Ini barang pesanannya udah dateng, Nak. Atas nama Kaila Ayudia Maesya, saya mau minta titip nanti kalau Kaila nanya dari siapa bilang aja dari pak Tatang. Saya gak bisa nunggu lama Nak banyak yang harus saya antar, ini juga paketnya telat takutnya Kaila marah" jelas pria itu.

"Kaila?" batin Azri. Yang dia tau hanya Firman, dia tidak tau kalau di rumah itu masih ada satu anggota keluarga lagi.

"Ini beneran alamatnya kan, pak?" tanya Azri

"Ya bener. Saya sering nganter barang ke sini,"

"Oh ya udah, pak. Insyaallah saya bisa"

"Alhamdulillah, makasih nak makasih," kata pria itu sembari menyerahkan paket yang di bawanya berserta kertas tanda terima yang harus di tanda tangani Azri.

"Maaf ngerepotin, sekali lagi terima kasih"

"Ya pak ya. Sama-sama".

Setelah menandatangani kertas tanda terima pria itu kemudian pamit. Azri menimang-nimang paket di tangannya sembari melihat nama pemilik paket itu. Kaila Ayudia maesya nama yang membuatnya bingung pasalnya dia hanya tau keluarga Anhar hanya mempunyai satu orang anaknya yakni, Firman.

"Ah terserah nanti paketnya aku kasih Firman aja" kata Azri.

***

Suasana di tempat pernikahan lumayan ramai karena acaranya jam sepuluh mungkin belum banyak yang datang, aku dan Bang Firman sampai tepat jam sepuluh. Setelah turun dari motor aku menunggu Bang Firman memarkirkan motornya dengan membawa kado yang sempat aku beli tadi di tengah jalan. Gak enak juga kalau menghadiri acara sakral gini gak bawa buat tangan. Setelah beberapa menit Bang Firman sudah kembali dari tempat parkir.

"Nungguin siapa sih?" tanya Bang Firman

"Nungguin Abi sama Umi" jawabku, padahal jelas-jelas yang di tunggu adalah dia.

"Mereka udah gede ngapain di tungguin. Udah masuk yuk ah!" ajak Bang Firman

Aku kemudian mengikuti langkah Bang Firman, setelah menaruh kado aku celingak-celinguk mencari Bang Firman tau-tau dia sudah ambil tempat di kursi barisan pertama dengan sepiring lauk di tangannya.
Secepat itukah? Itu karena efek lapar atau aku yang tidak memperhatikan gerak-geriknya. Aku secepatnya mengambil nasi dan menyusulnya duduk di kursi barisan pertama juga.

"Abang itu laper banget ya? Baru juga Kaila cariin udah stand by duluan," tanyaku setelah mendudukan diri di sebelahnya.

"Kamu aja kali yang lambat, orang udah ambil nasi kamu masih celingak-celinguk lihat dekorasi kayak gak pernah liat orang nikahan aja," katanya.

Aku berhenti menjawab intinya adik selalu di salahkan lagipula debat sama Bang Firman sama halnya dengan dua garis sejajar yang gak akan pernah ketemu, kalau aku dan Bang Firman gak akan pernah sejalan.

Konsep pernikahan yang dominan warna putih itu memang menarik perhatianku, mulai dari teropnya, kursi tamunya sampai gaun pernikahannya juga warna putih. Biasanya warna ini di pake pas akad jarang-jarang ada yang memakainya pada acara resepsi seperti ini atau aku yang kurang memperhatikan pernikahan kebanyakan orang selama ini. Berada di kursi barisan pertama rasanya lebih enak daripada di belakang, udah puas lihatin pengantinnya, puas liat yang nyanyi di acaranya ya lebih kurang begitu. Dela kelihatan cantik dengan gaun brukat warna putih yang lebarnya nauzubillah. Orang kalau lihat gaun pengantin mungkin pebawaaanya baper apalagi kalau jomblo, lain halnya denganku melihat Dela menggunakan gaun itu membuatku bertanya-tanya, itu gak gerah apa ya? Gak berat? Padahal yang pake aja mukanya biasa aja malah bahagia.

Dela sendiri adalah temanku semasa sekolah dulu, orang tuanya dekat dengan orang tuaku. Sementara Fatih, suaminya merupakan teman SMA Bang Firman. Dela seumuran denganku tapi setelah lulus SMA dia lebih memilih istirahat sejenak sementara aku melanjutkan ke bangku kuliah, aku tau Dela itu orang yang bisa dibilangin berkecukupan jadi aku memakluminya saat dia memutuskan untuk istirahat sejenak daripada kuliah. Setelah selesai menikmati hidangan aku dan Bang Firman serempak naik ke atas altar sekedar untuk memberikan ucapan kepada mempelai atau berfoto-foto sebagai kenangan kebetulan pasangan pengantin ini menyewa photogafer, jadi gak perlu foto pake Handphone kan udah ada Canon.

"Barakallah Ya, Del. Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah. Di berikan keturunan yang Sholeh Sholehah, selalu bersama sampai maut," kataku memberi ucapan

"Itu ucapan apa puisi sih?" komentar Bang Firman di belakangku.

"Suka-suka Kaila doang, itu kan namanya doa, Bang,"

Kedua pasangan itu malah tertawa melihat perdebatan kecil kami. Nih Abang malu-maluin aja pake negur-negur di atas Altar.

"Ya makasih ya, il doanya, semoga Allah membalas doamu dengan kebaikan," kata Dela

"Amiien".

"Selamat ya, brother semoga cepet dapet momongan," kata Bang Firman, giliran aku yang mengomentarinya.

"Biasa aja kali ngucapinnya, yang nikah kan mereka jadi suka-suka mereka doang mau punya momongan kapan," komentar ku.

"Berisik deh!".
Aku mempout bibirku, Bang Firman sukanya negur tapi pas di tegur gak mau.

"Jadi kapan kamu nyusul, Fir?" tanya Fatih, pengantin laki-laki yang sekaligus teman Bang Firman.

"Anu-

"Bang Firman orangnya agak cerewet jadi nikahnya mungkin agak lambat," jawabku memotong perkataan Bang Firman dan itu sukses membuat ku mendapat jitakan di jidat.

"Aw sakit, Bang" rintihku sembari meraba-raba jidatku.

Setelah selesai berbincang-bincang pendek dan berfoto aku memutuskan untuk turun lebih dulu tapi samar-samar mendengar percakapan antara Bang Firman dan Fatih.

"Dia dateng tuh, kamu gak ketemu?" tanya Fatih

"Siapa?"

"Ck.. itu lho Si NR" jelas Fatih.

NR? Siapa NR? Aku berpura-pura mengambil ponselku takut di kira menguping percakapan orang dewasa tapi ini aku lumayan denger loh karena jaraknya emang gak terlalu jauh.

"Oh dia dateng?" tanya Bang Firman lagi

"Ya," jawab Fatih singkat

"Ya udah ntar kita bicara lain waktu, brother" kata Bang Firman yang kemudian menyusul ku turun, aku segera memasukan ponselku dan mengekorinya ke tempat parkir.

"Gak duduk-duduk dulu, Bang?" tanyaku

"Buat apa?" tanya Bang Firman sebari berbalik melihatku.

"Ya bicara-bicara kayak, Umi, Noh" tunjukku ke arah Umi dan Abi yang tampak sedang berbincang-bincang dengan keluarga pengantin wanita, Dela.

"Gak ah, Abang mau pulang aja"

"Ya udah" kataku pasrah.

Sebelum berbalik sempurna Bang Firman di kejutkan dengan kemunculan seorang wanita di belakangnya, wanita itu menggunakan stelan gamis warna biru dan tas selempang dari anyaman rotan. Wanita itu juga nampak terkejut dengan berbaliknya Bang Firman.

"Assalamualaikum?" sapa wanita itu

"Waalaikumussalam" jawab Bang Firman dengan nada suara yang super ramah tak lupa senyum yang manis bak pangeran yang membuat ku curiga.

"Udah mau pulang, kak?" tanya wanita itu lagi.

Kak? Aku menganga mendengar wanita itu mengatakan kakak kepada Bang Firman. Ini pertama kali aku melihat Bang Firman berinteraksi dengan lawan jenis, apalagi dengan tingkahnya yang tiba-tiba berubah membuatku semakin curiga, siapa wanita itu?.

"Ya ini udah mau pulang. Soalnya udah lama disini, duluan ya?" Pamit Bang Firman.

"Ya, kak silahkan" kata wanita itu dengan senyum di wajahnya bukan hanya tersenyum kepada Bang Firman senyum itu juga di tunjukkan padaku.
Senyum yang meneduhkan hati. Setelah membalas senyumnya aku kembali mengekorinya Bang Firman ketempat parkir.bayangan wanita itu masih melayang di pikiranku.

Siapa dia? Kenapa dia memanggil Bang Firman dengan sebutan kakak? Oke ini harus di selidiki.

🌸🌸🌸

"Tak ada yang namanya kebetulan di dunia ini, semua sudah kehendak Allah termasuk bertemu denganmu"


Have You Read Al Qur'an today?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro