epilogue

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bayan, seperti nama dan karakternya yang mirip tokoh Kabayan. Dia tak lebih dari sekadar fiksi bagiku.

Awalnya aku ingin mengusahakan lagi hubunganku dengan Bayan, katanya dia mau sekadar berteman, kan? Ya sudah, ayo berteman! Kenyataannya tidak begitu, tiap kali aku berada di dekatnya, dia menjauh seolah-olah aku adalah kuman.

Aku bicara, dia mendadak tuli. Aku melakukan sesuatu untuknya, dia mendadak buta. Aku bahkan tidak tahu dosa apa yang telah kubuat sampai hubungan ini luluh lantah. Mungkin aku ini reinkarnasi dari pelakor, atau selir raja yang sering berbuat licik. Hm, otakku memang telah terkontaminasi drama.

Sudahlah. Patutnya aku menutup juga ceritaku dengannya, disimpan rapi-rapi supaya bisa dikenang, simpan juga jauh-jauh supaya tidak dihantui rindu. Percuma saja, ibaratnya aku ini memperjuangkan harapan semu.

Aku meng-capture percakapanku dengan Bayan, dari awal sampai akhir. Setelah itu aku menyusunnya di Microsoft Word, nanti kapan-kapan bisa ku-print dan dijilid. Biar rapi seperti makalah.

Sepertinya penyakit jiwa yang diidap Bayan berpindah padaku.

Hari-hari setelahnya aku dan Bayan kembali menjadi asing. Aku mengalah, dan memilih untuk mengikuti caranya bungkam terhadap diriku. Meski satu kelas, kami tak pernah saling bertegur sapa, apalagi bicara. Kalau kami berada di kelompok tugas yang sama, kami tetap tak saling bicara, paling-paling kami hanya bicara seperlunya.

Awal-awal aku masih tidak menerima keadaan, lama kelamaan aku mulai terbiasa tanpa kehadiran Bayan. Terbiasa melihatnya bersenda gurau dengan gadis lain. Juga ... terbiasa untuk pura-pura menjadi roh halus ketika bersamanya.

Untungnya tidak ada yang menyadari kerenggangan hubungan kami, paling-paling yang tahu tentang aku dan Bayan hanya Fauzan; Musa; Rahma; dan Marlena.

Hubunganku dengan Miselia juga tidak membaik layaknya tetangga kamar indekos pada umumnya. Aku selalu menunjukkan wajah bengis kepadanya, dia juga seperti sengaja terus membawa Bayan ke indekos untuk membuatku 'panas.' Bukan cuma Bayan yang sering diajaknya kemari, cowok-cowok lain juga. Tidak terhitung berapa lelaki yang sering ia ajak ke indekos. Aku tidak peduli, sih. Hanya saja ... aku risi apabila dia sudah mengajak Bayan ke indekos. Entah apa yang mereka lakukan, yang jelas tiap kali aku memergoki keduanya duduk berdua di ruang tamu, aku selalu keluar indekos. Mencari udara segar.

•••

Minggu berganti bulan, beberapa semester telah kulewati. Tentunya tanpa Bayan di sisi. Kita dekat, namun disekat benteng kokoh yang tak bisa diruntuhkan. Hubunganku dengannya seperti memutus tali yang nyaris mengikat. Intinya, kita kembali menjadi entitas yang saling tidak mengenal.

Selama kuliah aku menyibukkan diri dengan ikut organisasi, tidak, aku tidak ikut hima. Disana ada Bayan. Cukup saja kami sekelas, jangan satu organisasi juga. Aku ikut unit kegiatan mahasiswa (UKM) jurnalistik bersama Marlena, selain itu aku juga aktif menjadi relawan. Tak lain agar aku lupa akan sosok Bayan. Setiap aku melakukan kebiasaan lamaku—rebahan sambil movie/drama marathon, aku selalu teringat cowok itu.

Tiga tahun delapan bulan kemudian aku berhadapan dengan skripsi, tugas akhir yang menjadi awal dari step kehidupan berikutnya. Dua bulan lebih aku melakukan penelitian, akhirnya besok aku resmi menyandang gelar sarjana.

Mama, Papa, dan Zafran akan menghadiri wisudaku besok, di gymnasium. Salah satu fasilitas kampus yang menyimpan banyak cerita tentang ospek, juga awal kisahku dengan Bayan.

Ah, Bayan. Cowok sialan itu ... aku masih belum menemukan penggantinya. Juga, tak peduli akan ada yang menggantinya atau tidak. Aku takut jatuh cinta, takut berpisah lagi.

Ponselku berbunyi, notifikasi pesan masuk datang beruntun. Siapa pula yang menghubungiku malam-malam begini? Mama ada di sampingku, Papa dan Zafran juga sudah terlelap di hotel dekat kampus. Tidak mungkin kalau keduanya tiba-tiba meneleponku untuk meminta sesuatu.

Sumpah, aku ingin istirahat. Gladiresik wisuda baru selesai pukul sembilan malam, dan besok aku harus sudah siap pukul enam pagi. Aku tidak ingin terlambat di acara penting dalam hidupku!

Mataku membelalak ketika melihat pesan WhatsApp tersebut, percaya tidak percaya, Bayan menghubungiku.

Inti pesannya dia hanya menanyakan aku sedang apa, sebab dia ingin mengajakku jalan malam ini. Namun dalam pesan tersebut ia juga mengatakan kalau dia banyak salah ketik, karena grogi menghubungiku lagi setelah sekian lama.

Sekarang ketika aku sudah melupakannya, dan mendapatkan pesan seperti itu, aku harus apa?

🌻🌻🌻

The end~
Maaf ya kalau alurnya kecepetan, atau gak puas sama ceritanya. Sekali lagi, aku berterimakasih sebanyak-banyaknya❤️💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro