47 || ☆Kelinci dan Tuan Rubah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Malam itu saat jarum jam menunjukkan waktu dini hari, di bagian Tokyo yang masih hidup menampilkan kerlip gemerlap lampu dan ramainya jalan, akhir-akhir ini Amatsuki asyik menggoreskan penanya. Dengan rapi memenuhi lembaran sebuah buku harian khusus yang ia beli minggu lalu. Tumben sekali.

Kemudian ketika berangkat kerja, Ama segera menyimpan bukunya hati-hati di laci meja tulis lalu menguncinya. Bagaimana pun itu adalah catatan rahasia miliknya yang tidak boleh diketahui oleh siapa pun. Termasuk seseorang, Kashitaro Ito, kekasih satu atapnya.

Suatu pagi sehabis alarm handphone milik Amatsuki berteriak nyaring membelah hening di rumahnya bersama Kashi, pemuda bulan itu bergegas mandi dan bersiap dengan terburu-buru. Kashitaro yang masih terbaring di kasur sambil terkantuk-kantuk menatap Amatsuki heran.

"Ama-chan, kenapa kau terburu-buru? Mau berangkat kemana sepagi ini?"

Tangan semi kekar milik Kashi segera meraih dan menarik Ama yang sejak tadi hilir-mudik memasang baju ke pelukannya. Kontan saja hal itu membuat Ama terkejut. Ahh dia melupakan Kashi saking rusuhnya hari ini.

"A-aku lupa geladi resik konser hari ini diadakan lebih awal---!!"

Bagaimana bisa Amatsuki. Kefokusan dan ketepatan waktumu yang disiplin itu menjadi kendor sekarang.

Kashitaro menggeleng pelan menatap kelakuan brunette manisnya, menepuk-nepuk kepala itu pelan. "Yosh, semangat buat hari ini Ama-chan! Jangan pulang terlalu malam, ya."

"Ittekimasu--!!" Amatsuki mengangguk dan segera pergi berangkat dari kamar, sepersekian detik kemudian ia malah kembali dan mendaratkan kecupan lembut singkat di bibir Kashitaro dengan wajah memerah lantas benar-benar kabur. Meninggalkan Kashi yang menggeleng sambil terkekeh pelan.

Matahari mulai semakin meninggi, Kashitaro sudah bangun menyiapkan sarapan, tak lupa memberi makan gerombolan kucing-kucingnya dan Amatsuki. Saat berjalan melewati meja tulis milik Ama, pandangan netra olive green pemuda topeng kitsune itu jatuh menatap sebuah buku bersampul polos yang terlihat menarik perhatiannya.

"Ahh.. apa ini milik Amatsuki?" ia bergumam sambil membuka buku itu lalu membaca isinya. Tulisan rapi dan sangat dikenalnya seketika merenggut atensi Kashitaro begitu lama hingga termenung. Amatsuki, benar-benar sangat manis..




01

Pertama-tama dan paling utama aku benar-benar mengucapkan terima kasih pada Kami-sama. Karena takdir yang sudah digariskan olehnya, aku bukan hanya melihatmu Tuan Rubah.

Bukan pula hanya mengenalmu.

Bukan pula hanya dekat denganmu.

Bukan pula hanya jatuh hati padamu.

Namun kau juga sama. Dipertemukan denganku, diperkenalkan denganku, dekat denganku, lalu jatuh hati.

Pertanyaannya: akankah kau selalu berterima kasih layaknya aku sekalipun nanti, di hari-hari setelah ini, kita tidak lagi dekat bersama dengan rasa yang serupa?

02

Dulu, entah berapa tahun lalu itu, aku pernah patah hati dan menumpahkan air mata sejadi jadinya.

Jika diibaratkan hujan, pasti sudah banjir. Segalanya terendam.

Namun Tuan Rubah datang, entah atas perintah siapa. Tuan Rubah hadir, dan tetap hadir setiap hari.

Hingga tanpa aku menyadarinya, si kelinci kecil ini jatuh hati.

Sekalipun kelinci ini tahu bahwa penyebab patah hati adalah jatuh hati sendiri ironisnya, namun aku tetap ingin berterima kasih padamu.

Sebab jika Tuan Rubah tidak hadir hari itu, pasti sampai hari ini hatiku masih patah. Entah siapa yang akan membenahi dan menata ulang segalanya...

...jika bukan Tuan Rubah.

03

Seperti yang hampir semua orang tahu.Tiap-tiap hati yang jatuh hati pasti akan patah. Pasti akan hancur. Pasti akan remuk berserakan.

Begitu pula dengan hatiku. Dan begitu pula dengan hatimu.

Namun, meski hatimu berulang kali patah, berulang kali hancur, berulang kali remuk karenaku, Tuan Rubah tetap bertahan.

Aku sangat mengaguminya. Meski kita banyak berdebat berkelahi, Tuan Rubah tetap tinggal.

Terima kasih.

Terima kasih atas patah hati yang kita sama-sama buat. Terima kasih juga sebab Tuan Rubah membantuku bangkit kembali. Terima kasih juga untuk tetap tinggal.

Pokoknya... terima kasih.

04

Tuan Rubah bukan orang yang pertama kulihat tiap aku membuka mata, namun Tuan Rubah bisa jadi orang terakhir yang hadir di mimpiku tiap malam.

Tuan Rubah bukan orang yang pertama kulihat tiap menginjakkan kaki di tempat kerja, namun Tuan Rubah bisa jadi orang terakhir yang berpisah denganku di sana tiap sore.

Tuan Rubah bukan orang yang pertama mengucap selamat pagi kepadaku, namun Tuan Rubah bisa jadi orang terakhir yang mengucap selamat malam.

Tuan Rubah bukan orang yang pertama mengucap selamat ulang tahun setiap tahunnya, namun Tuan Rubah bisa jadi orang terakhir yang mengucapkannya.

Tuan Rubah bukan orang yang pertama hadir ketika aku menangis dan tertawa, namun Tuan Rubah bisa jadi orang terakhir yang menemaniku menangis dan tertawa.

Tuan Rubah bahkan bukan orang yang pertama singgah di hatiku, namun Tuan Rubah bisa jadi... orang yang terakhir.

Dan sekalipun bukan Tuan Rubah yang terakhir singgah, aku akan tetap berterima kasih banyak.

Terima kasih sudah hadir, dan sempat ada di tiap momen meski hadir terlambat.

05

Aku kadang-kadang bertanya pada diriku sendiri: ketika aku terlalu larut bersedih kemudian menangis, apa kamu lelah?

Maksudku, kamu lelah melihat wajahku penuh dengan air mata yang mengalir tiada henti-hentinya.

Kamu lelah melihat bibirku yang melengkung ke atas tanpa bisa kembali seperti semula.

Kamu lelah melihatku cegukan saking sedunya tangisku.

Namun, setiap kali aku menangis, yang kulihat adalah kamu hanya diam. Kamu balik memandangku, tapi diam.

Kamu tidak menenangkanku, tidak juga memelukku, tidak memegang tanganku, tidak mengusap bahuku, tidak melakukan apapun.

Saat kutanya kenapa kamu seperti itu, jawabmu singkat: katanya kamu mau aku berhenti menangis tanpa kamu turun tangan.

Sebab jika kamu selalu turun tangan, nanti jika ada hari dimana aku menangis dan kamu tidak ada, siapa yang akan menenangkanku? Bagaimana caranya aku berhenti menangis?

Atas jawabanmu, aku hanya bisa berucap terima kasih. Terima kasih karena telah mengajarkanku bagaimana caranya untuk tidak terlalu bergantung pada orang lain.

06

Ada beberapa hal yang aku inginkan, yaitu :

Kesatu, aku ingin Tuan Rubah ikut tertawa di saat aku tertawa karena leluconmu.

Kedua, aku ingin Tuan Rubah menenangkanku di saat aku menangis kecewa dengan apapun.

Ketiga, aku ingin Tuan Rubah menggenggam erat kedua tanganku di saat aku kedinginan di bawah hujan atau pendingin ruangan.

Keempat, aku ingin Tuan Rubah menyediakan bahu untukku disaat aku ingin turut menyaksikan film di ponselmu.

Kelima, aku ingin Tuan Rubah makan es krim bersamaku di bawah teriknya mentari.

Keenam, aku ingin Tuan Rubah mendekapku erat di saat aku takut akan gelap dan tinggi.

Ketujuh, aku ingin berterima kasih padamu Tuan Rubah, sebab semua itu telah kamu lakukan.

07

Aku pernah sangat ingin memelukmu, entah itu sebab kamu sedang bersedih, entah juga sebab aku sedang berbahagia betul.

Aku juga pernah sangat ingin mencium bibirmu, entah itu sebab kamu yang menyukainya, entah juga sebab aku yang sangat mencintaimu.

Aku pernah sangat ingin menatapmu dalam diam, entah itu sebab kamu yang pasti menatapku balik, entah juga sebab aku yang hanya ingin menyusuri tiap senti wajahmu.

Aku pernah sangat ingin bersamamu, entah sebab kamu yang membutuhkan aku, entah juga sebab aku yang membutuhkan kamu balik.

Namun di antara semuanya, aku sangat ingin berterima kasih, sebab aku sudah dipersilahkan memiliki eksistensi di mata, dan hati Tuan Rubah. Hatimu Kashitaro-san.



Menahan lengkungan senyum yang terbentuk, pemuda rubah itu terkekeh pelan. Ditutupnya buku rahasia Amatsuki dan menyimpannya ke tempat semula. Andai saja ketahuan, pasti Kashitaro bakalan didamprat habis-habisan.

Malamnya, Amatsuki pulang agak terlambat dari biasanya. Lelah tergambar jelas di wajah itu, lantas ambruk merebahkan diri di sofa. Kashitaro duduk menghampiri kemudian mengelus lembut pucuk kepala Ama. "Otsukaresama deshita, Ama-chan."

"Kashi-san aku mau mandi."

"Mandilah, airnya sudah kusiapkan."

"Makan malam kali ini kau yang masak."

"Aku? Jaa.. kare mau?"

"Mau kalau Kashi-san menggendongku sekarang."

Cubitan gemas Amatsuki dapat di pipi, dirasakannya badannya terangkat dalam gendongan. Merangkulkan tangan manja di leher kekasihnya, bisa Ama rasakan aroma Kashitaro yang sangat disukainya.

"Terima kasih Ama. Untuk semuanya."

"Eh?" Bingung mengisi benak si surai brunette. "Terima kasih apa?"

Mempersempit jarak yang terbentang, Kashi menyatukan keningnya dengan Amatsuki. Tindakan tiba-tiba itu tentu saja membuat rona merah dan rasa panas muncul di wajah Ama. Kedua manik mereka saling menumbuk menikmati keheningan sejenak, sampai hening itu dipatahkan suara Kashitaro yang sangat lembut malam ini.

"Terima kasih, mencintaimu adalah sebuah kesempatan berharga yang tidak akan sanggup terbeli siapapun.Terima kasih sudah mempersilakanku."

"Terima kasih sudah memberikan senyum yang selalu Ama-chan pamerkan. Tawa dan tangis yang kau tularkan. Terima kasih atas waktu yang begitu panjang namun tetap terasa singkat ini."

"Nanti, besok, lusa, minggu depan atau seterusnya tolong ingat aku. Bukan sebagai orang yang pernah hadir, namun Tuan Rubahmu ini adalah rumahmu yang selalu memberikan hangat untukmu kelinci manis.."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro