LAYAR 10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Niki ... Nik!" Terdengar ketukan agak kencang dari pintu kamarnya. Niki bangun dengan mata setengah tertutup karena kantuknya.

"Ayah? Ada apa?" Niki sempurna terbangun, kantuknya enyah seketika. Tidak biasanya Rudi membangunkan Niki, padahal belum waktunya tahajud.

"Bunda sakit, Nik. Ayah mau bawa ke rumah sakit, tapi Bunda nggak mau." Rudi tampak frustasi dan bingung.

"Memangnya Bunda ngeluh apa, Yah?" tanya Niki sambil jalan ke kamar orang tuanya.

"Bunda ngeluh sesak napas sama mual. Seharian ini makannya cuma sedikit." Rudi berbicara sepelan mungkin, tapi bisa didengar Niki.

Niki membuka pintu kamar perlahan. Mendapati Ayu tertidur dengan posisi duduk bersandar. Niki menengok Rudi meminta penjelasan tentang posisi tidur Ayu.

"Bunda lebih nyaman tidur seperti itu. Karena napasnya tidak terlalu sesak," bisik Rudi di telinga Niki.

Ruangan kamar sudah tercium aroma minyak kayu putih, berarti Rudi sudah mengolesi Ayu dengan minyak kayu putih. Niki melirik jam di dinding, baru pukul 23.00 WIB. Malam itu Niki dan Rudi siaga. Menjaga Ayu dengan bergantian jaga dan tidur. Hingga pagi Ayu masih stabil, tetapi lama-lama Niki tidak tega melihat Ayu susah payah ke kamar mandi. Napasnya tersengal dan mudah lelah.

"Bun, kita ke rumah sakit, ya? Periksa kenapa Bunda sesak, Niki anterin, deh." Dengan lembut Niki coba membujuk Ayu. Tidak biasanya wajahnya sepucat ini, sekuat tenaga Niki menahan perasaan. Jangan sampai khawatir itu berubah menjadi cucuran air mata. Apalagi di depan Ayu.

Rudi menambahkan dengan sebuah janji, kalau Ayu mau periksa, Ayu boleh minta buku apa pun yang dia mau. Ayu sangat suka membaca novel, apalagi yang historical romance dan fantasi. Ayu tersenyum mendengarnya. Pada akhirnya dirinya menyadari kesulitan bernapas. Rasa mual, mudah lelah, menjadi hal aneh yang Ayu rasakan.

Hari itu jadilah mereka ke rumah sakit. Niki sudah mengirimkan pesan kepada Ran sebelum prosesi buka toko dimulai. Seperti sebelumnya pesan hanya dibaca, tanpa dibalas. Dan Niki tidak peduli itu. Tetapi saat Gusti tidak membalas pesannya padahal sudah dibaca dan sedang online, Niki agak tersinggung. Sesibuk apa sih, pagi-pagi begini.

"Ibu Ayu!" Niki tersadar saat namanya bundanya dipanggil.

Semua diperiksa, dari lambung, jantung, pencernaan, dan alat pernapasan. Masalah terletak di paru-paru Ayu. Terdapat banyak cairan di sana. Cairan ini harus dikeluarkan karena menjadi penyebab utama Ayu sesak dan mual.

Selama ini Ayu tidak pernah sakit parah, yang mengharuskan ada tindakan medis di rumah sakit. Niki memaklumi kalau Ayu ketakutan saat dokter melaporkan diagnosanya. Niki menenangkan Ayu, memberikan informasi kalau tindakan medisnya nanti tidak akan menyakitkan.

Rudi dan Ayu membawa pulang Ayu dengan obat yang jenisnya lumayan banyak. Sementara Ayu minta berobat jalan, sambil memantapkan hatinya. Kebetulan ada teman Ayu yang profesinya sebagai dokter spesialis penyakit dalam. Mereka cukup dekat dulu. Rudi berinisiatif menghubungi supaya membujuk Ayu.

Karena dokter ini sedang tugas di luar pulau, dia hanya bisa membantu dengan video call. Dia memberikan informasi yang bagus-bagus tentang kondisi Ayu dan pengobatannya. Ayu akhirnya mau di bawa ke rumah sakit untuk menjalani terapi pengambilan cairan itu. Niki bersyukur semua berjalan lancar, Ayu bisa cepat pulih dan kembali ke rumah.

***

Beberapa hari Niki terbagi fokusnya dengan pengobatan Ayu. Beruntung semua pekerjaan bisa tertangani. Beberapa pekerjaan bahkan diambil alih oleh Ran dan hasilnya sangat memuaskan. Niki tersenyum melihat penjualan bulan kedua, toko sudah hampir mencapai target di minggu kedua. Dia membayangkan karyawannya akan kebajiran bonus bulan ini. Satu hal yang dia rindukan, melihat semua karyawan senang. Apalagi mereka berjuang di medan paling depan.

"Lagi bahagia sepertinya." Ran masuk dengan beberapa berkas di tangannya. Niki menoleh dan makin melebarkan senyumnya. Tampak semringah dan muncul binar di matanya. Sejenak Ran tertahan di sana, binar yang dia harapkan ada, muncul sekarang.

"Penjualan bulan ini hampir menyentuh target. Aku berharap bulan ini akan menjadi kebahagiaan buat seluruh karyawan."

"Aaah, aku paham. Kamu berpikir soal bonus? Aku pastikan mereka akan dapatkan itu. Selama ini mereka susah payah mengikuti aturan dan ritme kerja yang berbeda. Pasti sulit buat mereka di awal. Tetapi lihat, hasilnya tidak lama lagi kita rasakan."

Baru kali ini mereka dilingkupi perasaan yang sama, tanpa saling mengejek atau sindiran.
"Boleh nggak, sih, kalau kita rayakan lebih dulu pencapaian kita ini?" Ran menaikturunkan alisnya, memberi kode pada Niki.

"Apa maksudnya, tuh?" Niki agak risih dengan tatapan Ran barusan. Jantungnya deg-degan tidak jelas.

Ran mendekati Niki."Kita makan apa yang kamu mau. Aku yang bayar." Ran mengeluarkan dompetnya, bermaksud menunjukkan keseriusannya. Entah, apa sebabnya dompet itu terjatuh saat akan dimasukkan kembali ke kantong. Niki mengambil dompet Ran yang tidak jauh dari kakinya.

Karena jatuhnya kondisi terbuka, tidak sengaja Niki melihat kartu identitas Ran. Niki tersentak dan dompet itu hampir terjatuh lagi kalau Ran tidak langsung menangkapnya.

Dugaan yang selama ini berusaha dilupakan Niki, hari ini terbukti nyata. Semua dugaannya adalah fakta yang tak terbantahkan. Ran adalah Ran Sinara. Sahabat masa SMA sekaligus mantan pacar yang dulu sangat dicintainya dengan tulus.

"Maaf, Nik. Aku sudah mau kasih tahu kamu, cuma nggak kesampaian terus. Apalagi beberapa waktu ini kamu ada masalah."

Niki belum bereaksi apa pun. Dia masih belum percaya dengan penglihatannya. Ran yang selama ini datang dengan menyebalkan adalah Ran yang dulu meninggalkannya tanpa kabar. Ran yang Niki cintai tanpa melihat siapa dan seperti apa dia.

Tanpa ragu Ran merengkuh Niki dalam dekapannya. Niki terisak.

***
Alhamdulillah

Part ini terkuak rahasia Ran. Niki dipaksa kembali merasakan semua kejadin di masa lalunya. Semua campur aduk dan semua keluar dalam bentuk tangis.

Hiks, sesak napas ngetiknya. Jangan sampe nular sedihnya, ya.

Selamat membaca dan selalu jaga kesehatan, ya. Terima kasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro