#8 The First Angry

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Now Playing: So Loudly Cry It (Ost My Mr. Mermaid)

"Dia ngerendahin gue, sih gak masalah. Karena gue memang bukan siapa-siapa. Tapi bisanya dia nggak anggap kata-kata Mr. James? Gue nggak terima soal itu."

Andri segera melepaskan tangannya dengan tiba-tiba karena kaget. Ia menoleh dengan pandangan sebal ke arah Mr. James. Cowok brengsek itu memutar bola matanya malas, kemudian mengalihkan perhatiannya dari Byanca.

Sepertinya tak ada yang tertarik untuk memperhatikan Byanca di pagi yang suram itu. Semua pasang mata yang ada di kelas X IPA 1 memusatkan perhatian pada Andri dan Mr. James. Bagi Byanca, situasi ini cukup menguntungkan. Setidaknya, tidak ada yang melihat ketika Byanca terpaku di tempat dengan wajah bersemu merah. Semu merah yang menyebabkan wajah Byanca seperti jambu itu kemungkinan disebabkan oleh dua hal. Pertama, ia marah dengan sikap Andri yang kurang ajar. Dan kedua... ini yang paling sulit diakui. Byanca tersipu ketika melihat Mr. James membentak siswa pertama kali ditujukan untuk membela dirinya. Ah... gue mikirin apa, sih? pikir Byanca sambil tertunduk lesu.

"Andri! Tindakan kamu tadi itu bisa menghancurkan nama baik sekolah. Kamu tahu nggak?!" tanya Mr. James setengah membentak.

"Tau, kok. Tapi emangnya apa hubungannya sama gue? Kalo sekolah gue punya nama 'baik' terus gue bisa apa? Kalo nama 'buruk' terus gue harus ngapain?" sahut Andri ketus. Ia kembali ke tempat duduknya tanpa memandang hormat Mr. James sedikitpun.

"Hei, Andri! Kamu bisa serius nggak, sih? Ke ruang BK sekarang! Saya mau bicara sama kamu," ujar Mr. James sambil berusaha menahan emosinya. Melihat Andri yang sama sekali tidak menghiraukan eksistensinya, Mr. James tak kuasa lagi menahan emosi. "ANDRI, CEPAT!"

Tentu saja, seisi kelas langsung terlonjak kaget begitu mendengar bentakan itu, termasuk Byanca. Kali pertama Byanca melihat Mr. James, ia tak pernah menyangka bahwa gurunya yang tampan dan perhatian itu dapat marah sedemikian hebat. Dan Byanca pun tak menyangka, bahwa Andri tetap bersikap santai. Apakah Andri sudah terbiasa diancam dan meresponsnya dengan tindakan seperti itu? Rasanya Byanca ingin menendang Andri hingga cowok itu melayang ke belahan dunia lain.

Andri pun mengikuti Mr. James keluar kelas dengan langkah gontai. Di tempatnya, Byanca menghembuskan napas lega, dan tenaganya tadi lenyap seketika telah pulih. Ia kembali ke tempat duduknya dengan tergesa-gesa, takut kalau-kalau ada peristiwa hebat lagi yang akan menimpanya. Jika ia terus berdiri di tengah kelas, barangkali alam memandang gestur itu sebagai 'menantang'.

"By, lo nggak apa-apa?" tanya Sheryl dengan khawatir ketika Byanca telah duduk di sebelahnya.

"Hmm... gitulah. Pokoknya gue kesel banget tau. Jelas-jelas dia yang salah, dia malah kurang ajar sama Mr. James. Dia ngerendahin gue, sih gak masalah. Karena gue memang bukan siapa-siapa. Tapi bisanya dia nggak anggap kata-kata Mr. James? Gue nggak terima soal itu," gerutu Byanca sambil mengerucutkan bibirnya.

"Huh... bejat banget, tuh Andri," imbuh Sheryl berapi-api. "Eh... tapi, kok lo ngomongnya gitu, sih?" tanya Sheryl tiba-tiba. Ia memandang Byanca dengan tatapan tak mengerti.

"Gitu gimana? What's wrong?" tanya Byanca, menunjukkan wajah polosnya.

"Anu... kok lo malah paling gak terima waktu Andri gak sopan sama Mr. James, sih? Kalo lo normal... harusnya lo marah ketika Andri membelai rambut lo dengan nafsu. Tapi..." ucap Sheryl dengan terbata.

Baiklah, Byanca memahami arah pembicaraan Sheryl. Namun, jujur saja ia sendiri tidak tahu mengapa suara hatinya berkata seperti itu. Byanca dapat merasakan bahwa luapan emosinya semakin menjadi-jadi ketika Andri memberikan jawaban meremehkan terhadap Mr. James. Ia tidak mengerti alasannya, namun... itulah yang terjadi.

Untuk mengusir kegundahannya, Byanca memutuskan untuk memecah suasana. "Heh... terus maksud lo gue abnormal gitu?" canda Byanca sambil tertawa parau.

"Ya... ya, iyalah. Apakah perasaan kayak gitu bisa dianggap normal? Gue gak ngerti, By," selidik Sheryl.

"Hmm... gue... gue juga gak tahu. Udahlah, gak usah bales hal canggung kayak gitu saat ini," jawab Byanca pasrah. Byanca saling menautkan jari-jari tangannya di atas meja, kemudian kedua ibu jarinya saling menindih bergantian. Sambil melakukan hal absurdnya itu, Byanca menggigit bibir bawahnya dengan gelisah. Gue nggak bisa cuma diam di sini. Mr. James udah banyak bantu gue. Kalo nanti Andri ngajak bentrok gimana? Oh my God! Kenapa masalahnya jadi rumit gini, sih? Please siapapun ngerti gue, pikir Byanca gelisah. Ia benar-benar berharap ada orang yang memahami pikirannya saat itu-tentu saja tanpa Byanca mengutarakan lewat kata-kata. Lidahnya membeku sekarang, dan pikirannya terlalu kosong untuk mengutarakan perasaannya.

"Oii... Byanca! Lo ngapain ngelamun di sini? Lo udah tahu belum si Andri dipanggil ke ruang BK? Ada Mr. James juga yang ngurus dia di sana. Lo yakin nggak mau ikut lihat?" tanya Jasmine. Gadis berambut sebahu itu tiba-tiba saja telah muncul di hadapan Byanca dan Sheryl. Tas ransel masih bergelantungan di bahunya yang ramping. Sepertinya Jasmine baru saja sampai di sekolah.

Namun, bukan itu yang Byanca pikirkan sekarang. Gue gimana bisa nggak ngerti? Itu semua terjadi karena gue. Thanks, ya Min. Lo dateng pas banget waktu gue butuh lo memecahkan suasana, ucap Byanca dalam hatinya. "Oh... ruang BK? Oke. Kita ke sana bareng-bareng, yuk! Gue penasaran banget, nih," kata Byanca dengan nada semangat. Tapi sebenarnya, ia hanya berusaha menutupi kekhawatirannya. Untuk kali ini, Jasmine tidak memahami itu, karena Jasmine pun tidak mengerti latar belakang masalahnya.

"Let's go!" sahut Jasmine cepat. Ia menarik tangan Byanca keluar kelas dan menuju depan ruang BK.

***

"Andri, kamu itu juga murid di sini. Kamu harus mematuhi aturan sekolah-bukan, lebih tepatnya norma kesusilaan. Meskipun kamu anak orang kaya atau anak siapa, norma itu berlaku buat semua orang. Kalo semua orang bilang bahwa uang dapat membayar segalanya, itu salah besar. Cuma orang kebal hukum yang bisa bicara seperti itu. Meskipun kamu punya uang, kamu tetap harus taat aturan, apalagi norma. Itu bisa menjaga pandangan masyarakat tentang kamu," ucap Mr. James di balik pintu ruang BK.

"Cih... gue nggak perlu Mr. James menyampaikan petuah-petuah basi kayak gitu. Gue langsung aja tanya... emangnya terus gue bisa apa kalo gue menjaga pandangan orang-orang? Gue Cuma butuh hidup bebas. Kenapa, sih semua orang nyuruh gue berperilaku terhormat? Gue bosen, dan nggak ada yang pernah ngertiin gue," gerutu Andri.

"Ya pasti. Semua orang yang ada di sekitarmu pasti peduli sama masa depan kamu. Dengan berperilaku baik, kamu bisa dipandang orang lain. Kamu tahu? Di dunia kerja nanti, perusahaan yang bagus nggak akan melihat latar belakang kamu. Mereka melihat kemampuan kamu sendiri," sahut Mr. James, berusaha untuk tetap bersabar.

"Gue nggak butuh itu semua."

"Memangnya kamu mau jadi apa? Kamu nggak tertarik sama pekerjaan orang tua? Baiklah. Memang ada beberapa orang seperti itu. Tapi, setidaknya kamu harus menemukan mimpi kamu sendiri. Di sekitar kita ada banyak orang yang bisa jadi contoh sederhana. Kamu bisa cari tahu latar belakang Hansel..."

"STOP IT! Gue nggak mau denger apapun yang berhubungan sama Hansel."

***

Huft... thank you buat kalian semua yang udah mampir ke ceritaku. How do you feel about this chapter? Hehe... rencanaku update selanjutnya hari Selasa, 19 Feb 2019. So, stay tuned terus, yaa.
Contact author behind the words on Instagram: @jessieyicha and @storywith.jessie
Writing tips on Blog Writing Action with Jessie https://writingactjessie.blogspot.com

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro