1. Nightmare

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'I need somebody on my side tonight. Somebody to ride for me'

-Daniel di Angelo-

***

Gelegar motor Yamaha R1 memekakkan telinga ketika melesat dengan kecepatan tinggi seakan-akan ingin menantang angin yang menghalanginya melintasi jalanan basah setelah diguyur hujan lebat. Adrenalin mengalir deras di setiap pembuluh darah bercampur amarah yang mendidih hingga ke ubun-ubun. Rahangnya mengetat begitu pula geligi saling gemeletuk. Bukan karena disambut hawa dingin melainkan usaha keras meredam emosi meski hal tersebut dirasa sia-sia. Bagaimana tidak, jutaan pertanyaan masih bergulung-gulung dalam benak bagai ombak menghantam karang, mencoba meruntuhkan benteng terakhir kesabarannya.

Kenapa?

Hanya satu kata yang menggaung terus-menerus di gendang telinga tanpa henti bersamaan tangannya meremas erat setang motor seakan-akan satu cengkaman bisa mematahkannya. Di balik helm hitam di mana tidak ada seorang pun bisa menangkap guratan kemurkaan, iris mata hijaunya menggelap sekelam malam tanpa bulan dan gemintang. Dia melirik beberapa detik ke spion kiri sebelum disadarkan bunyi klakson panjang dari arah kanan manakala hendak membelokkan motor.

Refleks dia membanting kemudi ke kiri membuat ban berdecit nyaring beradu dengan aspal sebelum akhirnya membentur pembatas jalan begitu dahsyat. Tubuhnya terpental hebat, terseret sekian meter lalu terguling-guling mirip gelondongan kayu yang terlepas dari lilitan rantai. Dia tergeletak tak berdaya menanti maut bakal menjemput atau sekadar bertemu sapa sembari meninggalkan jejak trauma.

Kedua mata Ryder terbuka lebar dibarengi dada kembang-kempis serasa oksigen di sekitarnya tersedot habis setiap kali potongan mimpi buruk itu datang. Badannya basah bermandikan keringat seperti atlet yang baru saja menyelesaikan marathon berkilo-kilo meter jauhnya. Ryder memaksa otaknya mengingat kembali bagaimana cara bernapas yang benar.

Satu.

Dua.

Tiga.

Tarik pelan. Rasakan dalam-dalam. Embuskan tanpa terburu-buru.

Lamat-lamat paru-parunya mau menurut, merauk sebanyak mungkin udara layaknya manusia serakah demi mengembalikan puing-puing kesadaran yang terseret mimpi buruk tadi.  Begitu pula nadinya yang berdenyut-denyut enggan surut seakan-akan belum terlepas dari potongan kejadian nahas tersebut.

Seirama. Berdetaklah seirama!

Bukan hanya itu saja, kelopak mata Ryder tak mampu berkedip, masih membeliak mengamati langit kamar yang menjadi saksi bisu atas ketakutannya yang hadir tiap malam.

Fuck, batin Ryder menggeram kesal, mengepalkan tangan hingga buku-buku jarinya memutih.

Ryder menyeret dirinya turun dari kasur, menyambar segelas air di atas laci lalu menenggak sampai tak tersisa sekadar membasahi kerongkongan yang terasa sekering padang pasir. Kemudian ekor matanya melirik ke arah jam digital di sebelah lampu tidur.

02.00 AM

Dia mengusap wajah berharap kilasan mengerikan atas insiden tersebut hilang dari ingatan. Sialnya, kejadian itu terlanjur terpatri indah dalam benak, tak mau sirna pun tak rela Ryder mengalami amnesia.

Sekali ini saja hilanglah! batinnya frustasi berbaur pedih. Saking perihnya, dia ingin mencabut paksa jantungnya sekarang asal perasaan itu lenyap.

Sialnya tidak! Dia tidak bisa!

Sisi lain dari diri Ryder menjerit dan mengelak tegas bahwa kepingan bunga tidur tadi terlalu nyata kendati hari demi hari telah bergulir lama. Seolah-olah sebagian besar jiwa Ryder terjebak di sana dan mengulang-ulang adegan bagaikan rekaman kaset yang tak bosan diputar. Sialnya, bagian ini dipergunakan untuk menyiksa batin juga mentalnya. 

Dia menderam, kepalan tangannya makin kuat hingga guratan nadi kian jelas. Ryder meraih gelas kosong dan membantingnya sekuat tenaga sampai hancur berkeping-keping.

Selalu di jam yang sama.

###

Ryder mengerang seraya mengumpat pelan manakala dering ponsel memanggil-manggil tak sabar. Setelah melewati mimpi buruk menyebalkan, dia memutuskan mencari aktivitas yang bisa mengalihkan pikiran sekaligus menyalurkan sentimental tak berkesudahan. Setidaknya di ruang gym, Ryder bisa memukul samsak sepuas mungkin hingga kelelahan dalam beberapa jam dan jatuh tertidur di atas sofa.

Sebelah tangan Ryder meraba-raba di mana letak benda sialan tersebut sembari mengerjap-ngerjapkan mata mendapati sinar matahari begitu lancang menerobos dinding kaca ruang pribadinya tanpa permisi.

Thomas's calling ...

"Fuck ..." desis Ryder membaca nama pelatihnya.

Apalagi sekarang?

Dia menekan loudspeaker dan melempar begitu saja gawai keperakan itu di atas meja ketika suara Thomas yang agak cempreng berseru,

"Kau di mana?"

"Menurutmu di mana?" Ryder melontarkan balik dengan nada tajam, menutupi mata menggunakan lengan kiri untuk menghalau hangatnya jejak mentari.

"Sampai kapan kau terus begini?" tanya Thomas terdengar frustrasi. "Pertandingan besar sudah di depan mata Ryder!" sambungnya penuh penekanan yang menyiratkan bahwa tiba saatnya Ryder kembali unjuk gigi bukannya bermalas-malasan seperti manusia tidak punya masa depan.

"Di depan mataku ada cahaya matahari yang sialan menyilaukan," jawab Ryder tak menggubris kalimat Thomas. "Kau tahu aku tak kan--"

"Sudah tiga tahun!" potong Thomas makin kesal. "Kau sudah pulih! Sialan pulih sampai orang-orang mempertanyakan apa kau gantung sepatu atau tidak!"

"Akan kupikirkan nanti," tukas Ryder mengambil ponsel dan memutuskan telepon sepihak. Dia mencebik, kenapa pelatihnya itu mengejar-ngejar tanpa lelah tentang pertandingan yang sama sekali tidak terlintas dalam kepala.

Dia menepuk tangan dua kali membuat tirai besar di depannya bergerak dan menutup sempurna. Begitu dirinya terpisah oleh kehidupan dunia di luar sana, Ryder membuka mata dan meresapi percakapannya bersama Thomas barusan.

"Sudah tiga tahun! Kau sudah pulih! Sialan pulih sampai orang-orang mempertanyakan apa kau gantung sepatu atau tidak!"

Dia menghela napas panjang, meloloskan sebagian kecil dari kerikil-kerikil yang memenuhi rongga dada. Memang benar kalau sampai sekarang belum ada pernyataan resmi yang keluar dari bibir Ryder usai mengalami kecelakaan motor tiga tahun lalu. Dia hanya bilang vakum di samping memulihkan tubuh usai menderita cedera berat. Namun, bukan berarti kata tersebut diartikan gantung sepatu kan? Penyanyi dan aktor saja bisa bebas hiatus, kenapa dirinya tidak? Lagi pula, kenapa waktu berjalan terlalu cepat di saat dirinya masih betah jalan di tempat.

Ponselnya berdenting lagi. Kali ini notifikasi pesan membuyarkan lautan pikiran yang sedang diselami Ryder. Dia berpaling, mengulurkan tangan tuk membaca tiga pesan dari Thomas. Seketika dia mendecih sembari geleng-geleng kepala lalu menaruh benda itu tanpa membalas kalimat yang dikirim oleh si pelatih cerewet.

Thomas : Sudah waktunya kau kembali.

Thomas : Aku tahu orang mana yang cocok denganmu.

Thomas : Aku akan menemuimu sore ini jika kau tidak menyuruh anjing sialanmu menggonggong kepadaku.

"Bloody hell," geram Ryder.

###

Di atas sepatu skating Edea Piano putih, Alexia memasuki ring usai pemanasan bersama beberapa temannya. Dia meluncur ke sudut kiri arena, melemaskan kaki di atas permukaan es selagi merentangkan tangan begitu anggun bagai kepakan sayap angsa. Setelahnya, Alexia mengasah beberapa lompatan juga putaran tanpa cacat disusul cross-grab catch-foot spiral. Dia melesat mengitari ice rink sembari mengangkat kaki kanan lurus ke belakang yang dipegang tangan kiri, membayangkan ketukan lagu Set Fire To The Rain yang kemarin digunakan sebagai backsound di ajang skater internasional Kanada.

Berkat ini pula, Alexia berhasil mendapatkan peringkat pertama dalam program pendek maupun bebas. Setidaknya mengobati kekecewaan di dua pertandingan sebelumnya, di mana Alexia harus puas menempati posisi ketiga akibat tergelincir saat landing setelah gerakan kombinasi. Beruntung kala itu, dia tidak sampai terkilir.

Selanjutnya, Alexia melaju dan mengambil tiga putaran kecil lalu memosisikan lengan kiri ke depan dan lutut kirinya ditekuk. Dia melompat cepat dan berbalik ke depan seraya menendang kaki kanan ke belakang dan merentangkan tangan. Gerakan triple salchow tersebut langsung disambung double axel yang memukau bersama putaran candle spin sekaligus extreme Y spin--mengangkat kaki kiri lurus ke atas dan memegangnya erat sembari berputar cepat. Salah satu trik andalan yang membawa nama Alexia di atas puncak podium Kanada.

Begitu Alexia kembali ke pinggir arena, pelatihnya--Thomas--bertepuk tangan dan berseru, "Brilian, Lex! Saranku memang benar kan? Aku memang tahu apa yang terbaik untukmu, Nak. Garis bawahi, kau menari tanpa tergelincir. Pertahankan, girl!"

Yang dipuji hanya tersenyum simpul sembari mengangguk-anggukkan kepala tanpa menanggapi pujian berlebihan tersebut.

"Lex," panggil Thomas mengekori Alexia yang duduk di salah satu bangku penonton. Gadis itu tak menyahut selagi menyingkirkan parutan es di bilah pisau sepatu menggunakan handuk kecil sebelum memasang hard guards merah muda. Thomas mendaratkan pantat di sebelah kanan Alexia dan berkata, "Kupikir kau perlu mencoba hal lain."

Ada jeda beberapa detik bagi Alexia mencerna kalimat Thomas. Sesaat kemudian alisnya menyatu tak mengerti. "Apa maksudmu?"

"Setelah kulihat progresmu selama beberapa tahun ini dan segala prestasi fantastis yang kau dapatkan. Aku berpikir kalau kau cocok bermain berpasangan, Lex, bukan pemain tunggal lagi," tutur Thomas seperti sedang mengobral janji manis yang meyakinkan. "Kekuatan kakimu lebih dari mampu dan gerakanmu--"

"Tom," sela Alexia. "Aku lebih suka bermain tunggal seperti ini. Lebih bebas dan tidak pusing-pusing menyamakan pikiran," tolaknya secara halus.

Memang sedari awal Alexia lebih suka bermain sendiri daripada harus menciptakan hubungan bersama pria yang bakal jadi partner mainnya. Manalagi bukan rahasia umum bila dua orang yang ditemukan dalam pairs skating ujung-ujungnya terlibat asmara. Sementara ada batas antara karier dan cinta yang tidak ingin dicampuradukkan bagai semangkuk salad.

"Peluangmu cukup besar di Olimpiade bila main berpasangan daripada tunggal. Kau tak mau mengulang kegagalanmu seperti di Lombardia dan Helsinki kan? Lawanmu lebih berat, Lex," jelas Thomas mengingatkan kekalahan Alexia beberapa bulan lalu.

"Sama saja kalau aku bermain pasangan," kilah Alexia tak menaruh minat sedikit pun. "Tidak ada bedanya. Lagi pula siapa yang bakal menjadi partnerku?"

"Ryder."

Alexia tertegun cukup lama mengamati bola mata Thomas yang membara. Dia tahu nama itu--si Ice Prince--begitu julukan yang diberi oleh penggemar yang isinya kebanyakan kaum hawa. Tidak ada orang yang tidak tahu tentang sepak terjang skater tampan andalan orang Inggris. Si langganan emas kompetisi nasional maupun internasional, tapi selalu tertahan di peringkat tiga besar Olimpiade.

Sayang, Ryder mendadak menghilang ditelan bumi selepas mengalami kecelakaan motor tiga tahun lalu dan belum ada konfirmasi resmi apakah dia akan kembali ke gelanggang atau tidak. Sekarang, entah badai mana yang menerjang isi kepalanya hingga memutuskan kembali ke ring.

"Apa ini idemu?" tanya Alexia mengorek rahasia lain dari balik mata biru Thomas. Mustahil bila sekonyong-konyong Ryder meminta Alexia mengisi posisi pasangan skater yang sudah lama kosong.

Thomas melenggut, mengakui bahwa rencana ini murni dari kepalanya sendiri. "Demi kalian. Medali emas Olimpiade untuk kalian, Lex!"

"Kenapa harus aku?" Alexia masih penasaran padahal masih ada skater lain yang lebih pantas menjadi pasangan Ryder. Bukan berarti dirinya payah, hanya saja dia enggan bila harus menjalin kerja sama di saat bermain tunggal lebih menyenangkan.

"Kemampuanmu terbaik di antara skater tunggal lainnya yang ada di sini, Lex," terang Thomas menatap lekat bola mata Alexia. "Apalagi gerakanmu di kompetisi terakhir benar-benar membuka mata, bahwa kau tidak bisa diremehkan. Gerakan itu ... sama seperti--"

"Wait, apa kau mencoba membandingkanku?" potong Alexia kesal lalu beranjak dari kursi mengingat mantan pasangan skater Ryder.

"Ya, ehm, maksudku tidak, Lex!" seru Thomas mengejar Alexia dan meraih lengan gadis itu. "Wait! Kau harus dengarkan aku, Lexi. Ini kesempatan bagus bagimu!"

"Supaya orang bisa menilai apakah aku pantas bersanding dengan Ryder? Begitu maksudmu?"

Thomas memutar bola mata dan membatin bahwa kedua anak didik kebanggaannya sama-sama berkepala batu. Padahal bertahun-tahun sebagai pelatih tentu dia lebih paham mana yang terbaik bagi mereka, terutama ajang Olimpiade sebagai puncak tertinggi dari segala kejuaraan skating. Dia ingat betul cita-cita keduanya, lantas apakah salah bila menyatukan mereka dalam satu tim?

"Tidak! Kubilang karena kau lebih dari sekadar mampu, Lex!" seru Thomas berusaha mendapatkan kepercayaan Alexia atas idenya ini. "Bukan untuk mendapatkan penilaian orang lain."

"Akan kupikirkan lagi," tukas Alexia menimbulkan seulas senyum di bibir tipis Thomas.

"Artinya kau mau?"

"Tidak juga, Tom," kata Alexia. "Akan kuberitahu jawabannya nanti."

***

Daftar Istilah

Double axel : lompatan tepi dan berputar dua kali di udara sebelum mendarat.

Candle spin : gerakan putaran tegak (salah satu variasi layback yang mirip belmann spin) bedanya kaki yg bebas diangkat tegak lurus seperti split dan tangan pemain memegang pisau sepatu sambil berputar cepat.


Program pendek : salah satu program yang dilakukan sebelum skating bebas, baik untuk pemain tunggal maupun berpasangan. Durasinya sekitar 2 menit 40 detik dan punya 7 elemen penilaian wajib.

Skate bebas : segmen kedua setelah program pendek untuk pemain tunggal atau berpasangan dengan durasi sekitar 4 menit untuk senior dan 3 menit untuk junior.

ISU : Internasional Skating Union, organisasi skating dunia yang biasanya mengadakan kompetisi. Jadi beda sama olimpiade dan kompetisi grand prix cuma skornya nanti diperhitungkan buat best personal score.

Triple lutz : lompatan yang diikuti putaran tiga kali di udara menggunakan bagian depan sepatu saat mulai dan diakhiri tumpuan pisau mata belakang sepatu saat mendarat. Putarannya berlawanan antara lompatan dan pendaratan (susah jelasinnya wkwkwk)

Double toe loop : gerakan paling sederhana (katanya) karena melompat dengan ujung sepatu dan berputar dua kali lalu mendarat dengan mendorong kaki ke belakang.

Hydroblade : gerakan tepi skating atau langkah penghubung di mana skater meluncur di tepi yang dalam dengan tubuh terentang dalam posisi yang sangat rendah, hampir menyentuh es.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro