44. Tears behind you

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'Take me to the place where you go, where nobody knows.'

-Oasis-

***

"Surprise!"

Teriakan dan suara trompet yang begitu nyaring di telinga membuat Alexia berjingkat kaget mendapati ada kejutan yang tidak pernah diduga. Dia menutup mulut dengan mata membola tak percaya kala mendapati Poppy, Norah, Arya, Freddie, Steve, Albert, Jhonny hingga Ryder mengenakan topi kerucut berumbai pita emas dan kacamata mainan aneka warna. Di belakang mereka ada balon-balon berwarna hitam dan merah yang menjulurkan tali-tali keemasan, melayang-layang menyentuh langit-langit ruang tamu Ryder. Selain itu, ada spot utama di mana tulisan Happy Birthday berwarna senada menempel di dinding. 

Mereka ingat ulang tahunku.

Rasa haru menjalari hati Alexia karena tidak terlintas dalam benaknya jikalau hari ini hari lahirnya telah tiba. Dia terlalu sibuk menjalani serangkai latihan dan bergelut dengan pikirannya sendiri tiap malam. Sewaktu Ryder menelepon pun untuk memintanya menemani belanja kebutuhan sehari-hari, Alexia tidak menaruh rasa curiga. Termasuk Jhonny, Alexia juga tidak mengira adiknya berpamitan ke perpustakaan kota ternyata mendaratkan dirinya ke rumah Ryder.

Lelaki itu--Ryder--berdiri paling menjulang tinggi di antara pria-pria lain dalam balutan kemeja putih yang dirangkap rompi pullover krem dan celana senada membuatnya terkesan classy. Apalagi dia menggulung lengannya sampai ke siku. Ya ampun, betapa Tuhan menghadiahi Ryder postur sempurna, batin Alexia. Bibir Ryder melengkung menciptakan senyum menawan selagi membawa kue ulang tahun berbentuk hati diselimuti krim berwarna hitam pekat berhias krim burgundy juga buah cherry. Di atasnya lilin angka 26 menyala-nyala selaras pendar matanya yang berkobar menyiratkan rasa cintanya kepada Alexia.

Dia melangkah maju saat yang lain berseru, "Happy birthday!

Alexia meniup lilin kuat-kuat setelah bermunajat dalam hati agar semesta memberinya restu supaya bisa mengabadikan pertemanan mereka hingga akhir hayat. 

Setelahnya dia menerima cumbuan Ryder yang begitu mesra menimbulkan siulan juga rentetan ejekan mengingat Steve yang pernah menaruh hati pada Alexia kini terpaksa menelan pil pahit.

"Thanks," ujar Alexia kini digiring ke meja panjang di mana berbagai macam hidangan tersedia. Termasuk sebuah buket buku berhias mawar merah berisi lima novel romance dari beberapa penulis best seller. Ada secarik surat yang Alexia yakin itu tulisan tangan Ryder. "Kau manis sekali, Ryder."

Lelaki itu merangkul pinggang Alexia dan memberinya kecupan lagi kemudian menarik kursi tuk menyilakan Alexia duduk. Gadis itu tampak tidak bisa menghadang air mata penuh haru.  "Ya ampun, Jo, apa ini idemu?" tanyanya kepada Jhonny.

"Not me, Mam," kilah Jhonny menunjuk Ryder yang meletakkan kue di tengah-tengah meja sebagai hidangan penutup. "Kekasihmu yang merencanakan semuanya."

Ryder tersipu malu saat mendaratkan pantatnya di sisi kiri Alexia lalu membuka botol wine untuk dituang dalam gelas tulip. "Salah satu alasan kenapa aku menghindarimu," bisiknya kepada Alexia sembari memberikan minuman itu.

"Really? But thanks," kata Alexia meneguk white wine yang sialan lezat di lidah kemudian mengecup pipi Ryder. 

Dia berpaling ke arah Poppy yang duduk di sisi kanannya. "Apa kau juga, Babe?"

"Ya, itu benar. Aku memang sengaja membuatmu kesal untuk membantu Ryder merencanakan pesta ini. Norah dan Arya sudah tahu. Sorry, Lex ..." Dia meringis lalu merangkul lengan Alexia. "Don't mad at me, okay?"

"Oke. I just worried about you." Alexia menyandarkan kepalanya ke Poppy.

Setelah saling berpelukan, mereka pun menikmati sajian berupa moutes-frites--masakan Prancis terbuat dari kentang dan kerang goreng yang dimasak bersama saus anggur putih--ada juga pizza pedas ditaburi keju burrata juga irisan daging juga sayuran, Basque Piperade--telur panggang dilumuri saus tomat yang kental dan disajikan bersama roti--hingga kue tart sebagai penutup. Gelas-gelas berkaki diisi wine terbaik yang dibeli Ryder kemarin sekalian mengambil sebuah kado di toko Tiffany&Co yang akan diberikannya nanti.

"Enak sekali!" puji Alexia mencicipi hidangan di depannya.

Diam-diam, Ryder, Poppy, maupun Jhonny menghitung berapa banyak porsi makanan Alexia. Satu piring. Dua piring. Tiga piring. Benar saja, gadis itu melahap begitu nikmat selagi bercakap-cakap mengenai persiapan kompetisi, film yang baru meluncur di Netflix, konser musik, juga saling meledek kisah cinta yang tak seindah novel romansa. Lagi-lagi Steve jadi bahan candaan, sampai-sampai mukanya semerah udang rebus.

"Abaikan omongan orang gila di sebelahku, Lex," ucap Steve menyikut Freddie dan Albert. "Sudah kubilang, aku sedang berkencan dengan seseorang mereka tidak percaya."

"Ya ya, kau berkencan untuk membalaskan dendammu kan?" goda Albert yang dibalas tatapan tajam.

Alexia mengibaskan tangan. "Sudahlah, aku minta maaf kalau pernah membuatmu patah hati, Steve. Sungguh aku tidak bermaksud memberimu harapan palsu."

"It's okay. Jangan dibahas lagi, aku takut Ryder akan memenggal kepalaku," tunjuk Steve dengan dagunya ke arah Ryder yang sedari tadi meliriknya sinis. "She's yours, man."

Yang direbutkan meremas lutut Ryder selagi berkata lirih, "Sudahlah. Dia temanmu. Jangan diambil hati."

Ryder menyesap minumannya sembari melenggut. "Yeah."

Alexia menyendok kuenya lagi dan tidak menyadari bahwa sikapnya sedang diperhatikan oleh tiga orang yang begitu ingin membawanya ke psikiater, terutama Jhonny yang tidak pernah menyangka kalau kakaknya menderita secara mental. Dalam artian, keseharian Alexia tidak pernah menunjukkan tanda-tanda dirinya butuh pertolongan psikis. Dia masih bisa tertawa, membuat lelucon garing, atau mengomel bila ada yang memantik emosinya. Jhonny ragu, apakah Nancy tahu hal ini atau justru menganggapnya normal?

"Sudah, Lex." Jhonny yang duduk di hadapan Alexia, menarik piring berisi kue tart yang tinggal setengah. Ini piring keempat dan semestinya gadis itu berhenti mengunyah. "Kau bisa sakit perut kalau kebanyakan makan."

"No, no, I'm fine, Jo. Tidak mungkin aku menyia-nyiakan kue manis ini," tutur Alexia merebut piringnya.

"Biarkan saja," ucap Ryder memberi isyarat. 

Acara makan malam itu dilanjut permainan putar botol dengan karton yang sudah ditulisi berbagai macam tantangan. Ini ide Arya dan Norah, begitu yang didengar Alexia ketika gadis paling mungil itu meminta duduk bersila di lantai mini. Pesta tidak akan ramai kalau tidak ada permainan konyol layaknya perayaan tahun baru di kediaman Olive. 

"Fuck!" rutuk Albert begitu botol bekas wine berhenti di tulisan wild card. Kontan disambar satu kartu berwarna merah yang ada di depan Norah dan membacanya keras. "Tell me your wildest fantasy."

Mereka kompak bersorak menanti-nanti jawaban Albert karena dialah paling lama menjadi single di antara tiga temannya. "Entahlah, mungkin bercinta di bioskop atau menyuruh pasanganku tidak memakai celana dalam sehingga aku bisa leluasa memasukinya kapan pun aku mau."

"Hell!" Norah mendelik tak percaya. "Dasar cabul!"

"Aku tidak tahu kau semesum ini, Albert," ledek Steve yang dibalas gelak tawa.

"Aku mengatakan apa yang diperintah kartu jahanam itu!" kilah Albert lalu mengoper botol ke arah Ryder.

Ryder memutar botol sembari berharap cemas ke mana benda itu berputar. Dia mengumpat manakala ujung botol mengarah ke tulisan 'Lose 1 article of clothing' dan menyesal kenapa harus menanggalkan rompi pullover tadi. Walhasil, Ryder melepaskan kemeja dan mempertontonkan otot perut juga biseps yang sialan menggiurkan empat gadis di depannya.

"Tato yang bagus," puji Norah tersipu memerhatikan ukiran alpabet rune dan angka sembilan di bagian kanan tubuh lelaki itu. Namun, rona merah di pipinya langsung lenyap akibat dihadiahi tatapan tajam Poppy. "Aku hanya memuji," gerutunya salah tingkah dan melirik Alexia yang tampak tak tersinggung.

Permainan itu lanjut dan ketika giliran Alexia, dia terkejut memperoleh tulisan 'Sit on someone's lap for two rounds'. Otomatis dia memilih Ryder yang bersuka cita menerima hukuman manis itu untuk dua ronde ke depan. Dia menjulurkan lidah kala menerima ledekan Arya yang begitu iri terhadap hukuman Alexia. 

"My lucky day," ujar Alexia terkekeh sembari merumpun rambut panjangnya dan menggerainya ke bahu kanan. Dia menyandarkan punggung ke Ryder bersamaan lelaki itu mencium pundak kiri Alexia dan mencuri-curi kesempatan untuk mengendus aroma karamel yang menguar dari leher jenjang gadis itu. 

"Sweet like sugar," bisik Ryder di telinga Alexia.

Rayuan berselimut gairah itu berhasil membangunkan bulu kuduk Alexia. Dia menelan ludah mempertahankan ekspresinya agar tetap tenang sementara memerhatikan Jhonny tengah meneguk dua shot wiski.

Acara perayaan hari lahir Alexia diakhiri mini konser di mana Jhonny memainkan gitar listrik pemberian Alexia sembari bernyanyi. Di bawah penerangan yang sengaja dibuat remang-remang, Jhonny melantunkan lagu Don't Look Back In Anger milik Oasis begitu merdu dan jemarinya begitu lincah memetik senar seolah-olah setiap lirik yang dinyanyikannya ditujukan secara khusus kepada Alexia.

Masih ingat betul di pikiran Jhonny bahwa dia pernah terjebak dalam kegelapan, bertahun-tahun berkubang dalam obat-obatan terlarang akibat kekecewaannya kepada sang ayah. Namun, kini dia sadar bahwa masih banyak orang yang peduli padanya. Merangkulnya tanpa pernah kenal lelah. Alexia, ibunya, bibinya, neneknya, Ryder, juga teman-temannya. Ini bukan hanya tentang rasa sayang semata, melainkan cinta semurni dan sejernih embus layaknya kecintaan manusia kepada Tuhan tanpa mengharapkan imbalan.

Ternyata perpisahan tidak sebegitu menyakitkan bila ditilik dari sudut pandang lain, pikirnya. Hidup terus bergulir, kenapa dirinya tidak mencoba mengikuti alur yang digariskan semesta?

Dan tugasku sekarang menyelamatkanmu, Lex, batin Jhonny bertitah pada diri sendiri. 

"And so, Sally can wait. She knows it's too late as we're walkin on by her soul slides away. But don't look back in anger. I heard you say."

Bait itu didendangkan bersama-sama membuat Jhonny menyunggingkan senyum penuh rasa bangga. Dilirik Alexia tengah mengalungkan lengan ke leher Ryder sementara lelaki itu mendekap pinggangnya mesra.

"Take me to the place where you go, where nobody knows. If it's night or day, please don't put your life in the hands."

Norah, Arya, dan Poppy saling merangkul pundak dan melambaikan tangan menikmati pertunjukkan kecil ini. Membayangkan mereka di tengah-tengah festival musik musim panas yang rutin mereka datangi. Sebelah tangan kanan Norah merekam penampilan Jhonny menggunakan ponsel lalu mengalihkan kamera untuk mengabadikan dirinya secara live Instagram. Tak lupa dia menyorot para pria yang mengacungkan botol wine seperti manusia tengah putus cinta. 

"Jangan menangis, Steve," ledek Norah yang dibalas sorot tajam. "Masih banyak gadis yang bisa kau kencani."

Refleks jari tengah Steve mengacung dengan raut kesal tak peduli Norah sedang merekamnya.

"I adore you," bisik Ryder menyatukan kening lalu mencium Alexia begitu lembut. Wangi karamel dari tubuhnya beradu dengan stroberi dari sela-sela rambutnya. Dia tersenyum tipis, mengabadikan  "Mon cadeau le plus précieux, c'est toi. Hier, aujourd'hui, demian, pour toujours, Mon chou."

(Kau adalah hadiah paling berharga. Kemarin, hari ini, besok, selamanya, Sayangku.)

"Sejujurnya ..." Alexia terkikik. "Aku tidak tahu kalimatmu yang terakhir itu, tapi aku yakin kau mengatakan sesuatu yang indah, Ryder."

Ryder tersenyum membenarkan. "Yeah. Terima kasih sudah lahir ke dunia ini, Lex."

"Terima kasih sudah mencintaiku, Ryder."

###

Sekitar pukul satu malam, Alexia memungut kaus putih milik Ryder yang teronggok di lantai lalu mengenakannya sembari mengendap-endap menuju toilet usai memastikan lelaki itu terlelap. Kemudian dia berlutut, membuka kloset dan memasukkan jemari ke dalam mulut, berusaha mengeluarkan seluruh makanan yang tadi ditelannya begitu barbar. Kontan lambungnya berkontraksi hebat bagai diremas-remas dari dalam sampai wajah Alexia merah padam.

Satu kali.

Dua kali. 

Tiga kali.

Rangsangan itu Alexia lakukan hingga benar-benar menyisakan cairan kekuningan dari lambungnya. Napasnya terengah-engah pun dahinya berpeluh keringat sebesar biji jagung. Ditekan tombol flush dan menarik tisu untuk membersihkan cairan yang berceceran di lantai. 

Sempoyongan akibat kehabisan tenaga, Alexia keluar dari toilet dan berkumur supaya sensasi di mulutnya kembali netral. Sesaat kemudian, dia amati pantulan diri melalui cermin. Pandangannya jatuh pada kalung berliontin sepatu skating berwarna hijau yang diberi Ryder setelah kepulangan adik juga teman-temannya. 

"Terima kasih sudah lahir di dunia ini, Lex."

"Aku menyayangimu, Lex. Kau kakak terbaik di dunia."

"Kami selalu ada bersamamu, Lex. Jangan pernah merasa sendirian."

Sebutir air mata jatuh membasahi pipi tirus Alexia memutar ucapan-ucapan mereka yang menyentuh lubuk hati paling dalam. Walau dia menyambut seluruh rasa kasih sayang itu, sisi lain dalam diri Alexia merasa tak pantas sebab dia telah berkhianat. Menyembunyikan sebuah rahasia gelap yang tak sanggup dibagi sekali pun mereka mengulurkan tangan. Pancaran mata Alexia yang biasanya cerah kini meredup menyisakan gadis pengecut. 

Inilah aku yang sebenarnya.

Tangannya mengepal, memukul-mukul perut sembari menyalahkan diri sendiri kenapa harus dianugerahi tubuh seperti ini. 

"Babi."

"Babi Wiltshire."

"Babi. Babi. Babi banyak makan."

"Kakimu seperti ayam potong, Lex. Besar sekali."

"Tubuhmu sepertiku, Lex, jadi menurutlah daripada kau tidak masuk kualifikasi."

"Kau menuduhku otoriter setelah apa yang kuperjuangkan kepadamu, Lex? Apa ini balasanmu?"

Riuh dalam kepalanya makin keras saling bersahut-sahutan menimbulkan sesak yang menusuk-nusuk dada. Bagaikan ratusan pisau tajam menghunus punggung Alexia, menghunjamnya berulang kali menimbulkan rasa sakit yang tak tertahankan meski tak berdarah. Bahu ringkih Alexia berguncang hebat merasakan pedih membelai korneanya yang memerah. Dia membekap mulut supaya Ryder tak terbangun oleh isak tangisnya.

Hinaan dan tuntutan dia telan bersamaan. 

Mereka hanya melihat Alexia si gadis sempurna di atas gelanggang. 

Mereka hanya menangkap sinar matanya secerah mentari musim panas dan senyumnya semanis madu. 

Tapi, tidak ada yang menangkap sisi gelapnya. 

Tidak ada yang peduli bagaimana dia berusaha hidup di tengah-tengah tekanan.

Tiba-tiba, pintu yang memisahkan kesedihan Alexia dengan dunia seketika terbuka menampilkan Ryder bertelanjang dada dan tercengang mendapati Alexia tergugu sendirian dengan penampilan berantakan. 

"Lex?"

***

Lagu favoritku 💕 dan nangis banget pas nulis ini. Meski di akhir cerita, aku ke trigger sendiri sampe mual karena Alexia lagi-lagi merangsang muntah. 🙃🙃🙃

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro